Mentari pun terbit kesekian kalinya, ingin memperlihatkan seberkas cahaya yang ia punya pada semesta.
"Hari ini pasien sudah boleh pulang. Ingat pesan yang diberikan oleh dokter, istirahat yang cukup dan jangan lupa pakai krimnya setiap hari sampai bagian kulitnya tertutup dengan rapat."
"Baik. Terimakasih." kata seorang lelaki dan pergi begitu saja meninggalkan ruang administrasi.
Dibukalah pintu itu pelan sambil mengendap endap, bagai pencuri.
Dorr
"Berisik lo!" bentak perempuan itu.
"Cantik cantik kok galak. Nih buat lo." ucapnya, lalu memberikan sebuah bucket bunga berisi warna merah segar.
"Wah apaan nih, bunga ya?!" jawabnya kegirangan.
"Gak, itu menyan buat santet lo." ujar Zaikal menakut nakuti.
"Nih ambil aja lagi." jawab Moza sambil memberikan bucket bunga itu tepat di depan dadanya.
"Yaudah. Niatnya baik sih, mau ngucapin selamat karena udah boleh pulang. Malah dijahatin kaya gini." jelas Zaikal terus terang.
"HAH APA? GUE UDAH BOLEH PULANG?!" Zaikal lalu berdeham setelahnya.
"YEEEE AKHIRNYA GUE PULANG!"
"Gausah childish deh. Lo tuh anak SMA atau anak TK. Hah?!" tegur Zaikal.
"Biarin dong suka suka. Lagian gue juga gabetah disini. Bau obat. Penantian setelah tujuh hari lamanya, tau gak." ucap Moza sambil menunduk.
"Jangan cemberut dong." kata Zaikal dan meraih dagu perempuan itu.
"Diterima sama dibaca ya? ada suratnya dibelakang. Gue kebawah dulu mindahin barang barang lo." ucap lelaki itu sebelum meninggalkannya sendiri didalam kamar.
"Males ah. Masa baru sembuh langsung disuruh baca." rutuknya kesal.
"Gue baca dirumah aja lah."
***
Hanya ada alunan melodi yang mengiringi mereka selama perjalanan. Dari kejauhan tampaklah sebuah rumah berwarna monoton namun lebih didominasi oleh warna putih.
"Udah dibaca kan suratnya?" tanya Zaikal memastikan sambil memberhentikan mobil yang dikendarainya.
"Eem, iya." jawab Moza sekenanya.
Demi apapun dirinya sangat bingung, pasalnya tadi saat ia disuruh membaca surat dari Zaikal. Ia malah meletakkan surat itu didalam tas biru miliknya dan mengamati bunga yang diberikan kepadanya satu persatu.
Lelaki itu mendekat kearahnya, menatapnya intens. Bahkan Moza dapat mendengar deru napasnya kian mendekat. "Mau ngapain lo?" sergah Moza melakukan penolakan.
"Gausah geer deh. Gue cuma mau lepasin seatbelt lo aja. Jangan lupa cari note yang lain itu, di kaca lemari lo." ujarnya lalu menjauh dan membuka pintu mobilnya.
"Makasih ya, Zak." kata Moza sambil melambaikan tangannya kearah lelaki itu.
"Hm, Kode. Kode apaan?" batin Moza dan segera membuka kunci pintu rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
M O Z A I K
Fiksi Remaja❝Kita itu bagaikan pecahan, Disatukan namun tak rekat.❞ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ོ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ོ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ོ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ⠀⠀⠀⠀ ོ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ོ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ོ ⠀ ⠀ ⠀ ོ ῾ ᵎ⌇ ⁺◦☁️✧. 2 0 - 0 2 - 2 0 2 0 #5 3 - in senang...