Co: Hujan ya? Kenapa suka dengan hujan nona? Apakah ada ribuan pilu dengan jutaan ceritamu nona? Bolehkah aku dengar sebagian ceritamu? Itupun, bila kamu percaya untuk bercerita kepadaku.
Ce: Siapakah kamu? Tau apa kamu tentang hujan dan aku di senja ini?
Co: Aku? Aku ya aku, nona.
Yang selalu memperhatikanmu dari belakang.
Tiap kali hujan jatuh membasahi muka bumi.
Dalam senja, kamu pasti ada.Ce: Tunggu, apa kamu bilang?
Selalu memperhatikanku? Ketika...Co: Ya, ketika hujan jatuh. Disitu ada jutaan butir air mata yang kamu jatuhkan, Deras seperti hujan.
Mungkin yang lain tak mampu.
Mendengar jeritan-jeritan kepedihanmu.
Tapi aku..Ce: Tapi apa? Apa kamu seakan tau tentang sebuah pilu? Hujan yang selalu kusapa dengan tangisanku?
Lelaki semua sama saja.Co: Tunggu, Apa kamu bilang?! Sama?! Lelaki itu semua sama?!
Baik, aku paham. Apakah tangisan itu hadir karna kecewamu pada lelaki itu nona?Ce: Sudah, cukup. Aku bilang cukup!
Co: Nona, dengarlah. Bila hanya untuk lelaki yang telah mengecewakanmu, kamu menangis. Apakah dia sama menangisimu juga?
Ce: Cukup.. Aku mohon cukup..
Kamu tidak tau bagaimana rasanya ketika semua kepercayaanku dihempaskan begitu saja.
Kamu tidak tau bagaimana rasanya menyayangi tapi di belakangi begitu saja.Co: Udah nona.
Jangan kau perjelaskan hal itu. Usaplah tiap tetesan air matamu.
Tak pantas kamu jatuhkan air mata itu. Hanya untuk lelaki yang tak setia.Ce: Tapi aku, A.. Aku..
Co: Sudah, bila kamu izinkan, biarlah cintaku yang mengusap air matamu itu dengan sapu tangan yang selalu aku selipkan dibalik buku-bukumu.
Ce: Jadi itu kamu? Yang selalu memberikan sapu tangan dan secarik kertas berisi puisi?
Co: Iya, itu aku.
Tapi, kamu tak pernah paham. Bahwa di belakangmu ada seseorang yang menyayangimu. Dan itu aku. Bukan dia.Ce: Tapi kenapa harus dengan cara itu? Kamu...
Co: Sudahlah, jangan kau bahas lagi.
Sekarang kamu sudah tau. Aku, lelaki yang selalu bilang dalam secarik kertas itu. Aku sayang kamu.Ce: Sebanyak apapun puisi yang kamu tulis dan kamu selipkan. Jika tanpa kamu cantumkan namamu, hembusan angin sekalipun takkan tau. Apalagi aku? Asal kamu tau.
Co: Sudah, cukup aku. Iya, ku akui aku salah. Alasanku tak mencantumkan namaku hanya karena..
Ce: Karna apa? Apa kamu takut?
Ya, kamu takut.Co: Bukan karna itu. Bukan takut.
Tapi, ada nama lain yang sedang bersamamu.Ce: Iya, nama lain itu kamu. Kamu yang aku cari. Yang selalu membuat remuk hati dalam setiap kata- kata dalam puisimu itu. Dan ingat, bukan yang lain.
Co: Bodoh. Aku bodoh nona.
Maaf, boleh aku peluk kamu nona? Agar aku bisa membisikkan kedalam hatimu. Terima kasih telah menjaga tiap kata-kata itu dan aku.Ce&Co: Aku.. Sayang kamu
KAMU SEDANG MEMBACA
Perasaanku
Teen FictionTunggu sebentar! Jangan dibaca dulu. Ada yang ingin ku pertanyakan padamu. Apakah, setelah kau mengetahui seluruh perasaanku padamu, kau akan membalasnya? Jika iya, kupersilahkan kau membacanya agar kau tau tentang seluruh perasaanku padamu. Tapi...