Bagaikan langit tanpa awan, hidup Lee Minhyung makin hancur saat dirinya mengalami hal tragis saat ia berumur kurang lebih enam belas tahun. Sudah sembilan tahun—nyaris sepuluh tahun—hal itu dialami oleh seorang Mark, namun dirinya masih saja sama.
Trauma yang teramat lama dan sangat-sangat mendalam itu mengakibatkan dirinya Phobia akan jatuh cinta. Walau sekarang dirinya tidak terlalu menunjukan, atau setidaknya tidak separah dulu.
Mark kini mendudukan dirinya di salah satu bangku yang berjajar. Jika menilik perawakan Mark, dirinya memang terlihat seperti pengusaha, namun sebenarnya tidak. Dirinya hanya salah satu pembantu atau lebih tepatnya pekerja di salah satu perusahaan.
Dulu, dirinya sangat ingin menjadi seorang Sarjana Hukum, namun takdir tidak ada yang mengetahuinya. Dirinya malah beralih ingin menjadi seorang pengusaha, karena dirinya belum mendapatkan ilmu perkantoran, dirinya berinisiatif agar masuk ke salah satu perusahaan.
Ini memang mimpi yang tidak mudah untuk digapai, tapi, apakah ada mimpi yang mudah digapai?
"Sudah lama kau tidak kemari, Mark." Lamunan Mark buyar seketia, ia menatap seorang batrender yang sangat-sangat dekat dengan dirinya.
"Aku tidak memiliki waktu untuk kemari, Hyung. Banyak hal yang harus aku urus." Mark meletakan kepalanya pada meja, embusan nafas berat terdengar jelas di telinga yang ia panggil Hyung itu.
Bartender itu bernama Taeyong, orang yang senantiasa berada di samping Mark. Taeyong ini memang dekat dengan Mark, bahkan sudah dikenal betul oleh teman-teman Mark.
Begitupun Taeyong, ia sudah hafal sifat satu persatu teman Mark. Mark tidak keberatan jika Taeyong mengetahui privasinya, ia sudah menganggap Taeyong sebagai Hyung-nya sendiri.
Keluarga Mark ini sangat sibuk, ayah dan ibunya tidak memiliki waktu untuk pulang ke Korea sekedar menemui sang anak atau menelepon sang anak, menanyakan kabarnya.
Dari umur lima belas tahun, Mark sudah biasa ditinggal orang tua pergi, tidak ada kabar, dan hanya menerima transferan uang dari kedua orang tuanya.
Syukur Mark dapat mengerti kondisi keluarganya. Ibunya merupakan desainer ternama asal Kanada—ya, ibunya tetap bersikeras menggunakan negara kelahirannya—yang sudah pasti harus keluar masuk negeri ini.
Dan ayahnya seorang tentara, tugasnya adalah melindungi negeri asal mereka, yaitu Kanada. Jadi, ayah Mark berada di Kanada semenjak ayahnya diangkat menjadi ketua tim. Sedangkan ibunya sibuk membuat baju atau sekedar menghadiri acara meet up with nyonya lee di negara lain.
Sedangkan sang anak tidak menikmati satupun hasil dari kedua orang tuanya yang sukses. Dirinya malah memilih mengulangnya dari nol kembali. Niatannya membangun perusahaan adalah alasan kenapa dirinya dapat bertahan hingga sekarang.
©jylmrk
"Cita-citamu, apa Na?" tanya seorang Mark kecil kepada temannya, Na Jaemin.
"Aku ingin terus bersama Hyung saja! Seperti sekarang ini!" ucap Jaemin riang.
Mark tertawa. "Benarkah? Bukannya kau tidak menyukaiku dulu karena aku yang menjahilimu terus, ya?"
Jaemin mengangguk, "Itu dulu! Dan sekarang aku ingin merubahnya Hyung. Cita-citaku menjadi seorang dokter, dokter psikolog, dan membuka kliniknya sendiri!" Jaemin tersenyun manis, bahkan kelewat manis.
Mark kecil tersenyum, tak kalah manis dari Jaemin. "Begitu ya," sahutnya.
"Kalau cita-cita Hyung?" Kini, giliran si Na yang menanyakan soal cita-cita temannya itu.
"Eum ... aku ingin lulus tepatnya menjadi Sarjana Hukum, dan menjadi ketua jaksa!" jawabnya riang.
Jaemin mengangkat sebelah alisnya. "Benarkah? Dulu, aku paling tidak mau menjadi Jaksa, takut-takut salah memilih tersangka," sahut si pria Na.
Mark tertawa terbahak. "Disitulah peran psikolog, saat setelah sidang, masing-masing yang dinyatakan tersangka akan diwawancara oleh siapapun, entah itu dari pihak kepolisian, atau bahkan dari psikolog langsung. Wawancaranya akan dilihat oleh psikolog, dan tentu saja wawancaranya akan direkam sebagai bukti nantinya." Jelas pria Lee panjang lebar.
"Jadi, kita saling melengkap ya Hyung!" ucap Jaemin.
Mark mengangguk. "Sampai dewasa nanti, kita akan saling melengkapi, Na."
©jylmrk
Mark terbangun, mimpi itu kembali menghantuinya. Ia menghembuskan nafas sebelum beranjak menuju kamar mandi dan membersihkan diri, semalam, ia melepaskan segala keluhannya kepada Taeyong. Kapan lagi dirinya memiliki waktu untuk menemui Taeyong?
"Apa kamu sudah menggapai impianmu, Na Jaemin?" Mark bermonolog, seolah-olah di sana benar-benar ada sosok Na Jaemin.
Sayangnya, selama ini Mark hanya dapat berimajinasi bahwa di tempat tinggalnya terdapat pria paling manis—menurut Mark—yang akan menunggu kepulangan Mark nanti. Na Jaemin telah berhasil menghancurkan hidup Mark, itulah alasan Mark kenapa dirinya menjadi pengusaha.
Menyibukan diri, dan menerjunkan diri kedalam dunia perkantoran adalah hal terbaik untuk bisa melupakan Jaemin sejenak. Namun, setelah pikirannya kembali tenang dan tugasnya tidak lagi menumpuk, perlahan-lahan, pikiran tentang Jaemin mulai berdatangan, seperti meneror diri Mark.
Mungkin secara fisik Mark baik-baik saja. Namun tidak dengan mentalnya, mentalnya sangat terpukul, membayangkan begitu banyak pikiran. Batin Mark menjerit kelelahan oleh teror ini.
"Na Jaemin. Tolong, untuk tidak hadir lantas pergi lagi, cukup hadir dan menetap."
Apapun yang telah dilakukan Jaemin kepada Mark, ia tetap mencintai Jaemin. Cintanya saat dirinya berumur enam belas tahun. Tolong untuk digaris bawahi, jika Mark itu mengalami philophobia.
©jylmrk
(n): philophobia itu phobia akan jatuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Speechless; Complete✔️
Random[jyl series: markmin] "Ketika kamu hadir di kehidupanku. Dan memporak-porandakan semuanya," - Mark Lee "Aku mencintaimu, lebih dari apapun yang kupunya, " - Na Jaemin. ©jylmrk Start: 5 Januari 2020 Finish: 6 April 2020