Speechless; 13

1.6K 194 16
                                    

"Berpisahlah denganku,"

Jaehyun melotot. "A-apa katamu? Berpisah? Hey sayang, apa yang kau pikirkan? Aku tidak akan melakukannya," ujar Jaehyun.

Doyoung kini mulai terisak. "Aku mohon Jae," ucap Doyoung seraya menunduk, tak kuasa melihat Jaehyun.

Jaehyun menggeleng, "tidak akan. Walau kau tetap bersikeras ingin berpisah," ujar Jaehyun tegas, penuh penekanan.

"Tapi aku tidak selalu bisa memberikan keturunan, tolong mengertilah Jaehyun," Suara Doyoung serak, isakannya tak terlalu keras, namun terdengar jelas oleh Jaehyun.

Jaehyun memeluk Doyoung, "tidak apa-apa Doyoung. Yakinlah, sudah kukatakan ini adalah ujian yang diberikan Tuhan. Walau kehadirian seorang anak adalah tanda keluarga bahagia, namun bagiku itu tidak selalu berlaku. Dengan adanya Jung Doyoung di kehidupanku, itu sudah cukup, lebih dari cukup." Jaehyun menopang dagu Doyoung, menghapus air mata Doyoung.

Doyoung kini berani menatap Jaehyun. "Aku mencintaimu, Jaehyun." Doyoung memeluk Jaehyun erat, takut kehilangannya.

Jaehyun membalas pelukan erat sang istri. Jaehyun tersenyum, ia sudah ikhlas akan semua yang terjadi. Namun dirinya tidak akan ikhlas jika sang pelaku tidak diberi hukuman yang setimpal. 

©jylmrk

"Nana," setelah menelepon, Haechan memanggilnya.

jaemin menoleh, tanpa mengeluarkan sepatah kata. sedangkan haechan berdiam diri di tempat, memasang wajah bersalah, tentu membuat jaemin merasa tidak enak.

"apa kau masih merasa bersalah, haechan?" tanya jaemin seraya menghampiri haechan. tolong beritahu jaemin untuk mengingat perkataan kun beberapa menit yang lalu.

haechan mengangguk, "apa aku telah membuat mark hyung ketakutan?" ujarnya samar.

jaemin menggeleng, "itu wajar chan-ie, tapi jangan diulang kembali, oke?" ujar jaemin. haechan mengangguk kecil, menatap langsung mata jaemin.

haechan terlalu lihai untuk menyembunyikan rasa dendamnya, bahkan seorang psikolog sekalipun tidak akan pernah tahu soal itu. setelah beberapa menit saling pandang, jaemin menatap talinga haechan yang terpasang earphone.

matanya melotot, haechan tahu bahwa jaemin sudah sadar. haechan tersenyum miring, sedangkan jaemin langsung menjauh dari haechan. "sudah kuduga kau akan menyadarinya. tapi, ternyata, kau terlambat menyadarinya, kawan."

Jaemin melangkah mundur. Namun dinding menghalanginya lagi. "Ternyata kau meleset dari dugaanku. Kau sama saja seperti duluh, mudah untuk dikelabui."

©jylmrk

"Jungwoo, bisa lebih cepat?" tanya Kun. Jungwoo mengangguk, menginjak pedal gas. Lucas sama khawatirnya dengan dua pria lainnya.

Kun terus memanjatkan doa, berharap Haechan tidak melakukan apapun pada Jaemin. Dan Winwin tidak dapat bertindak pada Yuta.

Mereka sampai. Semuanya masuk ke dalam gedung yang digunakan untuk konseling. Sialnya, gedung Kun dan Jaemin terpisah. Sedangkan Yuta satu gedung dengan Jaemin.

Pintu digebrak oleh Kun, menampilkan sosok Jaemin yang dilehernya terdapat pisau, yang dipegang oleh Haechan. Kamar lainnya diperiksa Jungwoo, mengingat bahwa Jungwoo teman dekat Winwin.

"Jangan bergerak!" ujar Haechan, matanya was-was, siap membunuh Jaemin kapanpun dirinya mau. Sedangkan Kun dan Lucas bergerak sama was-wasnya dengan Haechan.

"C-Chanie te-tenanglah, jika kau melakukannya, maka hukumanmu akan ditambah," ujar Kun.

Haechan menodongkan pisaunya ke arah Kun. "Diam! Persetan dengan hukuman yang akan kualami nantinya, selama ada pria Na ini, Mark tidak akan bisa menjadi milikku!" ujarnya dengan nada sedikit tinggi.

Speechless; Complete✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang