Friends and Family

18.9K 2.3K 236
                                    

Fam_Dania: Cuy. Gue otw Jakarta.
Me: Lo bukannya lagi dipingit?
Fam_Dania: Gue mau cari mahkota.
Me: Mahkota?
Fam_Dania: Lo bisa izin balik siang gak? Gue sama si Ibu mau ke Tanah Abang-ThamCit. Meet up lah.
Me: Woiiiiii...

Chat pagi ini, yang sangat disturbing, bukan cuma karena adikku Dania mau ke Jakarta dadakan, tapi juga karena dia bawa Ibuku. Dan aku masih di kantor. Lagi rapat pagi pula. Ini sedang bahas persiapan special program 17 Agustusan.

"Nanti siapa PIC-nya ya?" salah satu produser mengangkat tangan

"Salah satu dari kalian, lah. Cepetan, suit!" canda Wapemred kami, disusul tawa seisi ruang rapat.
"Gue mau Elio yang jadi PIC," tambahnya, kali ini serius. Serta merta semua orang memandang ke salah satu sudut ruangan.

Elio kayaknya barusan aja pulang liputan, masih dengan ransel besarnya yang disimpan di kursi samping (supaya gak ada orang duduk di sana), rambut yang sedikit lebih messy dari biasanya, kulit menggelap dan...sedikit jenggot dan kumis. Tanpa sadar, aku menelan ludah memandang Elio yang kelihatan lebih macho dari biasanya.

Ia tersenyum gugup sebentar sebelum memusatkan perhatian kembali ke notebooknya di meja.

"Kapan meeting untuk content sama temen-temen, El?"
"Saya jadwalkan jam 11 siang ini. Untuk produser yang nanti in-charge, akan dapat e-mail terkait konten dan narsum. Saya juga minta meeting dengan tim produksi dan support, tapi di hari lain." ia menjawab, sebelum menambahkan, "Boleh dibantu ya, Dani?"

Aku mengangguk. Kami bertatapan sebentar. Senyum Elio muncul sepersekian detik saja, salah satu sudut bibirnya naik, mengundang lesung pipi nyaris tak kentara di balik bayangan facial hair. Tapi sudah cukup untuk bikin aku tersipu-sipu.

"Kan!", di samping, Annisa menyikut pinggangku. Aku pura-pura gak ngeh, dan memutuskan kalau ini saat tepat untuk memandang Elio tanpa kelihatan terlalu mupeng.

Selama beberapa hari di Laut Jawa, Elio memberikan banyak liputan eksklusif sendirian sebagai video journalist. Sempat beberapa kali live report pula, laporannya selalu flawless, narsumnya bagus dan gambarnya gak bosenin, no wonder atasan pengen dia yang pegang event 17-an bulan depan. Jelas banget dialah yang jadi kandidat EP tahun ini.

"Eh, kita applause dulu dong untuk tim Laut Jawa dan Padang yang baru banget mendarat nih...", sambung Mas Deden, korlip yang paling senior. Semua orang tepuk tangan dan bersorak-sorai heboh. "Nanti malam kita ada karaoke dan makan ramean buat kalian semuaaaa. Yang mau ikutan, dicatat sama Nadya ya!"

Nah. Di saat-saat kayak ginilah, hampir semua anggota tim liputan akan dipuji dan dirayakan. Kecuali sekred. Inget pun enggak sama yang kelimpungan cariin pesawat, mintain izin, aturin jadwal korda. Haha.
Eh ini bukan sinis ya. Aku gak masalah sama hal macam ini. Makanya aku awet banget jadi sekred. Yang lain, belum setahun pun biasanya sudah pada minta ganti divisi gara-gara kurang apresiasi...

Aku melirik ponselku lagi. Seriusan lho, si Nia ama Ibu di jalan ke Jakarta, pakai mobil! Kayaknya sih bisa aja kalau aku minta pulang jam 15an, mengingat akan ada rapat koordinasi 17 Agustusan dulu.

Fam_Dania: Gue jemput atau kita meet up aja nih?
Me: Ketemuan GI aja, sore jam 16an gitu.
Fam_Dania: Nah gitu dong. Bawa si pacar ga?

Aku memikirkan Ditya. Sore-sore, dia palingan lagi sibuk brainstorming di salah satu tempat gaul, sama orang-orang kece, bahas konsep-konsep substansial...

"Dani," Elio tiba-tiba sudah duduk di sebelahku. Di tengah ruang rapat yang masih ramai, aku gak ngeh kalau dia sudah menghampiri.
"Elio. Hai, halo. Kamu kurusan ya...", whaaaat?? Kata-kata apaan nih??
Ia tertawa, suaranya enak banget didengar, "Kurusan. Kurang makan. Makanya, aku mau ngajakin makan nanti sore..."

Bloom Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang