Nikahan Ditya dan Tasya adalah momen yang pasti kuingat seumur hidupku. Gak cuma karena aku berhasil menyelesaikan project pertamaku, tapi juga karena...rasanya ternyata ngenes juga dilangkahin kawin lagi. Sama mantan dan teman sendiri, dalam waktu kurang dari 6 bulan sejak putus.
Meskipun genggaman Elio gak pernah lepas dari tanganku. Meskipun hari itu aku ngerasa kelihatan cantik. Meskipun kudengar banyak banget yang amazed sama hasil kerjaanku. Meskipun aku udah gak ada feelings sama sekali buat Ditya.
Tapi tetep aja perasaanku campur aduk. Nyesek, overthinking, ngerasa not-good-enough, khawatir bakalan dikawin apa enggak ya someday... Apalagi ternyata cukup banyak orang kantor yang datang! Kebanyakan menatapku dengan wajah prihatin, banyak yang kenal wajah pengantin pria dari foto di mejaku."Foto kamu di depan altar bunga yuk!", Elio menarikku ke lokasi pemberkatan, saat suasana resepsi makin ramai. Aku tau dia berusaha mengalihkan perhatianku dari kegundahan yang kurasakan (dan pasti kelihatan jelas).
Altar bungaku yang memang besar, eye-catchy, dipenuhi semak dan bunga-bunga berwarna kuning dan merah, tanpa disengaja jadi area selfie para tamu. Sebetulnya sudah ada tempat sendiri untuk foto, lengkap pakai backdrop plus bisa diprint juga di tempat, tapi penuh dan antre.
"Oi, Thomas! Do you mind?" Elio mendapati mantan HR-ku, dan dengan santainya minta fotoin. Dia yang barusan juga habis selfie bareng istrinya, memenuhi permintaan Elio.
"I heard rumors, that you did all these pretty flowers," ia berkata saat mengembalikan ponsel, memandangku.
"It's true! Really pretty isn't it?" Elio mengangguk ceria. Aku memberinya kartu namaku.
"Cool, Danika. I'll tag you in our pictures."Di satu sisi, aku senang orang-orang suka hasil kerjaku. Di sisi lain, aku menyesal datang. Aku sebetulnya gak mesti ada di sini. Elio diundang, dan dia tadinya pun gak mau pergi...tapi aku penasaran banget sama bunga-bungaku: will they look pretty, will people love them, will it looks blending in with all the other details in the venue?
Dan sekarang, aku pengen pulang. Everybody looking at my flowers in awe, but they looked at me with pity. It sucks."Are you okay?" Elio bertanya, mungkin akhirnya aku kelihatan suram.
Aku pengen menjawab, "Of course I'm not okay!" But I know, Elio misunderstanding the situation and his jealousy are the last thing I need. So I nodded, "Aku baru sadar, capek banget ngerjain ini semingguan... Kurang tidur, dan sekarang laper...," jawabku sambil sok-sok menguap.And being a perfect boyfriend, ia menyuruhku duduk di salah satu kursi sementara dirinya ambil makanan. I need some alone time, for now. And lots of food, after.
Aku memandang sekeliling. Selain teman-teman kantorku, tentu ada teman-teman kantornya Ditya juga: the coolest gank in town yang datang ke nikahan pakai jas dan sneakers swag juga kebaya berboots. Aku lihat orangtuanya Ditya juga dengan wajah tertekuk, sadar kalau momen ketemu mereka yang selama ini kutunggu, justru kejadian di acara kawinan Ditya dan orang lain. Aku memandang ke samping, gak jauh dari tempatku duduk adalah kerumunan orang-orang bergaya nyentrik lain...cowok-cowok pakai kain macam pendekar yang kelihatan kayak pemeran kabur dari film laga. One of his wicked circle, I suppose.
"Danika?"
Salah satu dari gerombolan itu berdiri, tinggi menjulang. Dalam kemeja putih, kain sarung dan ikat kepala khas Bali. Rambutnya panjang terurai. Aku masih terpana dengan sosoknya yang terlihat super mengintimidasi, dan menghampiriku. Serem abis dengan jenggot panjang dan badannya yang kekar....tapi ia tersenyum dan matanya... One of the most beautiful eyes I've ever seen. The other kind of gorgeous.
"Ren?" tebakku.
Ia menepuk tangannya sekali, "Sudah ingat?", ia bertanya penuh semangat.
Tentu saja.
Aku menggelengkan kepala sambil tersenyum, "I've googled you."
Ia tertawa sambil menepuk kening.
God. This guy is super macho, yet when he smiles, he looked like this uber cute little boy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloom
Literatura KobiecaSaat ini hidup Danika tampak sempurna: tinggal bersama teman-teman seapartemennya yang gaul, kerja sebagai sekretaris redaksi, punya pacar yang super cool, dan bisa ngobrol dengan orang paling untouchable di kantor, Elio. Tapi, tiba-tiba Danika mala...