Day of Answers and Questions

14K 2.1K 159
                                    

Good news: I now have money. And it'll be transfered sometime today.
Bad news: Elio mendadak ditelpon untuk isi voice over dan artinya, aku harus nunggu dia selesai dulu, baru bisa pergi.

Jadilah, selesai meeting dengan Thomas di HR, Elio menggandengku ke lantai newsroom. Tadinya dia malah mau aku masuk ke tempat dubbing sekalian, tapi males bangettttt..maka, aku meninggalkan diri di area sekred.

Reaksi mantan teman-teman kerjaku tentu menyenangkan. Aku duduk-duduk bareng Nadya dan Tris di meja tempatku ngepos dulu, ngobrolin soal kerjaan yang...ternyata gak aku kangenin sama sekali. Haha.
Aku baru ngeh kalau hidupku sebulan lalu, ternyata rusuh banget. Jam 10an seperti sekarang, aku biasanya ngingetin para UPM di SNG untuk mulai urusin makan siang para kru dan reporter. Atau cari tiket untuk liputan luar kota. Atau bikin surat izin.

Di rumahku, jam segini aku baru mandi, mikirin mau makan siang apa, ngambil-ngambilin wortel dari kebun, duduk-duduk di luar sambil baca buku... Atau siap-siap berangkat janjian sama supplier bunga di kota, sambil liat-liat Pinterest. Atau ngepost foto-foto di instagram jualan.

"Ah, Mbak Danika udah langsung pindah aja. Kita bahkan gak sempat buatin farewell...", Nadya berkomentar.
"Gak usah sih. Nanti besok-besok aja kalian main rumah gue, sekalian liburan..." aku menjawab sambil bantuin mereka menyortir surat masuk.
"Mbak Danika, beneran ya udah sama Mas Elio?" kali ini Tris yang kepo.
"Udah apaan Triiiis...", aku menggodanya balik.
"Kemaren kan tau-tau ada foto nikahannya Mbak Danika ama Mas Elio. Kita tuh ampe pada shock, perasaan pacarnya Mbak Danika bukan Mas Elio deh..." Tris menjelaskan.

Tentu saja aku ngakak.
"Lo gak nanya Elio sekalian, Tris?"
"Ya kali! Serem banget nanya dia mah, kemarin dia ditanya sekilas ama siapalah yang lewat, trus jawabannya judes: 'None of your business!'. Ya mana beraniii kitaaaaa tanya-tanyaaa!"
Aku sempat lupa betapa dingin dan ansosnya Elio di kantor.

Beberapa orang lain mampir ke meja dan menyapaku, semuanya baik-baik sih. Kebanyakan tanya, kenapa mendadak bener resign-nya, lainnya tanya soal usaha baru dan follow instagram... Sampai tiba-tiba Uthie datang.

Mantan teman serumahku ini tipikal perempuan cantik yang galak dan bikin orang segan. Kedua juniorku langsung sok sibuk berdua saat Uthie datang dan menyapa, kujawab sebiasa mungkin.

"Lo apa kabar?"
"Baik..."
"Lo block kita semua di whatsapp. Gue berharap kita masih bisa ngobrol... Paling gak, lo dan gue..."
Aku tersenyum, mengangkat bahu, "Gak ada lagi yang mesti diobrolin, Thie..."

"Please. Ikut gue bentar...", ia melirik jam tangannya, "Gak lama. Gue cuma perlu bicara dikit sama lo, kok."

Uthie bukan orang yang gampang meminta. Jadi aku akhirnya mengangguk, dan ngikutin dia ke pantry yang selalu kosong sebelum jam makan siang.

"Kelakuan Tasya kemaren itu... Itu keterlaluan. Drama di rumah, okelah. Tapi kayak kemarin di kantor, plus email blast yang bikin lo ampe harus resign dari sini...", ia memulai, mengambil kopi dari pot panas.

"I'm so sorry for what you've been trough." Uthie berkata sambil memandangku lurus-lurus.

I'm not. My life is better.
Tapi tentu saja aku cuma mengangguk sambil pasang wajah datar.

"Gue juga gak pernah tau soal Tasya dan Ditya. Annisa juga gak tau. Kita berdua sama-sama kaget banget pas Tasya cerita ke kita...", Uthie melanjutkan, "Gue berusaha ngasitau lo, tapi...udah di block. Tasya juga berniat untuk minta maaf sama lo..."

Aku mengangguk lagi. Almost doesn't count.

"Gue sedih banget kita tadinya berempat baik-baik aja. Temenan normal, serumah, fun-fun bareng. Sekarang di apartemen, Annisa masih ngambek sama Tasya...dianya juga kerjaannya nangis mulu ama sakit-sakitan kalau di rumah. Semua orang kalau di rumah, di kamar masing-masing. Gak ada bunga, gak ada yang masak, gak ada maskeran bareng lagi..."

Bloom Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang