Insecure Independence Day

14.8K 2.3K 104
                                    

3 minggu kemudian...

"Cuy. Seriously, kok lo udah rapi amat jam segini sih...", Dania menuruni tangga dalam daster, rambut berantakan dan mata setengah terbuka.

"Cuy. Ini udah jam 8 pagi, kurir gue nyamper jam 9.30 dan gue baru selesaikan 6 dari 11 pesenan. It's almost midnight in my CinderNyinyi universe...", jawabku.

"Anjir, CinderNyinyi...", Nia cekikikan sambil masuk dapur.

Dania dan Gerry lagi nginep dirumah. Ralat. Di rumah eyang yang sekarang sudah resmi kutempati. Sejak keluar dari Jakarta, aku memutuskan untuk tinggal di sini, yang langsung diamini oleh keluarga besar. This is where I belong.

Hari ini adalah hari penting di mana aku dapat pesanan super banyak: 11 buket bunga berbagai tema untuk 11 orang berbeda. I love them all. Ada yang gothic banget, super girly all pink and purple, ada yang untuk orang sakit, buat anniversary...
Come to think of it, you literally can send flowers for any event of your life.

Oke buket ketujuh sudah jadi: calla lillies, mawar dan krisan, dengan warna tema kuning, merah dan oranye. Setelah selesai dibungkus jadi buket, aku harus masukin ke dalam kardus berlapis bubble wrap dan baru bisa dikirim kemana-mana.

Tapi sebelumnya harus difoto dulu. Penting buat instagram, karena aku jualannya di situ. Aku mengambil kamera dan menyimpan buket terbaru di sudut khusus dekat jendela buat mengambil foto.

"Busy like a bee, eh?" Dania datang dari dapur, membawa piring dan mengunyah ubi rebus yang kusiapkan sejak tadi subuh.

"Like Beyoncé," jawabku, menjepret beberapa gambar. Nia mengintip dari balik bahuku, "Nicely done, Nyinyi. Sejak kapan lo bisa motret?"

Sejak diajarin Elio.
Tapi tentu saja aku cuma senyum sok misterius, sambil menambahkan, "Cuy. So many things I'm capable of, that you'd never know..."
Ucapan sok cool ini berujung geplakan keras di pantat.

"Elio apa kabar?" Nia bertanya, duduk di sofa.
Sibuk. Banget. Hari ini libur kemerdekaan, special program yang sebelumnya kukerjakan, mulai live jam 9. He finally made it to be EP.

"Gue kemaren liat billboardnya dia gede abis deket airport pas pake bus balik Bandung. Gue ama si Ibu udah norak bareng, nunjuk-nunjuk bikin Ayah pura-pura gak kenal..." Dania berkata.
Oh. Ya. Sekarang sudah banyak billboard Elio dalam setelan jas dan senyum charming, dengan program berjudul Newsroom's Buzz: tayang setiap hari, jam 20, isinya in-depth report dan dialog.
I watched them every single night since it aired, streaming live on my phone screen.

"He looked so distant on TV!" Dania menambahkan lagi, "Gue tuh ampe gak dipercaya temen-temen gue, pas bilang aslinya Elio itu seru."

True. He looked like a cold, serious, super smart, mysterious cool guy. With a very hot smile. And kisses. Damn. Now I miss him.

"Jadi, lo sama Elio, jadian gak sih?" Dania masih aja berisik sementara aku menyiapkan pesanan kedelapanku: kembang sedap malam dalam vas tembikar tinggi untuk neneknya klien.

"Gak sih kayaknya...", jawabku gak yakin.

"Seriously? Nyiiiii, kok bisa sih lo gak jadiin sekalian? Gue mah, gue lamar buru-buru..." Dania napsu banget berkomentar.

"Gue masih banyak urusan, dan Elio sibuk...", jawabku. Kedengaran songong abis, tapi beneran deh.

Dania menanggapi jawabanku dengan lemparan kulit ubi yang berhasil kutepis dengan sempurna.

Saat ini, aku memulai bisnis instagram-florist yang masih belum stabil. Aku masih meraba-raba nentuin harga, menjaring konsumen, sibuk cari referensi setiap saat dari Pinterest, dan di sisi lain mulai di ambang kebangkrutan karena aku kadang masih pakai-hati-banget pengen nambah bunga ini itu di buket yang mestinya sederhana dan biasa aja...

Bloom Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang