Luka Baru

287 13 0
                                    

Pagi yang cerah dimana sang mentari menampakkan sinarnya dengan begitu indah. Karena terusik oleh sinar sang mentari yang menyelinap masuk disela-sela tirai jendela kamar Dewi,dirinya pun terbangun. Matanya begitu sembab karena aksi menangisnya semalam.

"Dewi bangun nak ...."suara ibunya seraya mengetuk pintu.

Dengan langkahnya yang gontai Dewi membuka pintu kamar yang semalam dikuncinya.

"Pagi .." sapa wanita yang telah berdiri tepat di hadapanya

"..." Dewi hanya tersenyum simpul.

"Kamu belum mandi ?" Tanya sang ibu dengan bagitu lembut

"...." Sekali lagi tak ada jawaban dari Dewi

" Ya...sudah kamu mandi dulu, habis itu kamu sarapan" ujar sang ibu dengan nada berubah menjadi sendu.Melihat putrinya yang telah berubah hatinya ikut terluka.

"Iya" jawab Dewi singkat sambil berbalik meninggalkan wanita paruh baya di ambang pintu

"Dewi !!"panggil sang ibu.
Dewi hanya diam dan membalikan badan dengan ekspresi wajah yang tak dapat diartikan.

" Hari ini kamu sekolah, ibu sudah daftarkan kamu di SMA NEGERI 3 BANDUNG" ucap sang ibu.
Dewi hanya menatap manik mata milik ibunya tanpa mengeluarkan perkataan apapun.
Karena melihat putrinya lagi-lagi hanya diam. Dirinya tak ingin berlama-lama lagi
"kamu siap-siap dulu nak. sarapan uda siap dibawah. "ujar sang ibu disertai senyumnya dan berlalu meninggalkan DEWI.
———————————————————
Dewi menuruni anak tangga dengan seragam sekolah yang telah rapi. Dewi jengah dengan skenario takdir yang memilih dirinya menjadi pemeran utama. Hari ini, hari pertama untuk Dewi sekolah.Dewi harus kembali beradaptasi bagaikan bunglon disekolah barunya.Semua sandiwara, senyum palsu akan mengawali harinya.

"Sini sarapan " ajak sang ibu sambil mengoleskan selai roti untuk Bram yang tengah memperhatikan dirinya menuju meja makan. Tatapan Bram begitu sinis, terlihat jelas jika ayah tirinya tak begitu menyukainya.

"Kakak Dewi..." teriak kegembiraan Natali dengan wajah yang belepotan akibat selai roti. Entah kenapa Natali sangat menyukai Dewi

Berbanding terbalik dengan Dewi yang dipanggil oleh Natali. Dirinya sangat tidak menyukai Natali memanggilnya dengan nama Dewi. Kehadiran Natali didunia sangat tak diinginkan Dewi, sempat dirinya membenci Natali karena bagi Dewi Natali telah merenggut kasi sayang ibunya. Tapi takdir mempermainkan perasaan Dewi. Dirinya dibuat sangat menyayangi Natali, entah kenapa dirinya tak bisa membenci gadis kecil yang tak berdosa itu.

Dewi tersenyum dan mengampiri Natali" kakak TARI" ucap Dewi dengan mengejak nama Tari seraya mengacak rambut milik Natali.
Dewi berusa menjelaskan kepada Natali agar gadis kecil ini mengerti jika dirinya tak suka nama Dewi disebut oleh Natali dan Bram ayahnya.
Nama Dewi adalah nama yang diberikan Almarhum ayahnya, dirinya tak mau nama Dewi keluar dari mulut-mulut seperti mereka.

Dimeja makan wanita paruh baya yang tak lain ibunya sedang sibuk menyiapkan roti untuk Dewi, terlihat jelas jika dirinya sangat bahagia.
"Uda Dewi, ayo sini buruan makan...kamu harus-"ucapan ibunya terpotong karena dentuman suara gelas yang diletakkan dengan begitu kasar oleh Bram.

Dewi bergegas menuju meja makan.Dewi bingung apakah yang harus ia rasakan, bahagia ka? karena dapat merasa makan bersama selama 6 tahun dirinya hanya dapat makan sendiri di meja makan, atau dirinya harus sedih ? karena sikap ayah tirinya terhadap dirinya.

Dirinya hendak duduk.Saat tangannya terulur menarik kursi,pergerakannya terhenti seketika karena melihat Bram yang segera mengakhiri sarapannya dan berlalu pergi meninggalkan meja makan. Begitu tak sudikah Bram makan bersama  Dewi? sehina apa Dewi dihadapan Bram ?

Perih mulai mendatangi hati Dewi, dirinya berusaha menguatkan mentalnya karena setelah ini ia harus terbiasa dengan diperlakukan seperti ini.

"Bram...Bram tunggu, ini sarapnnya gimana ?" Tanya sang ibu berusaha menghentikan ayah tirinya

"Saya tidak napsu makan seketika,saya sarapan di kantor saja,saya pergi dulu."tutur Bram dengan nada sinis.

Bagai ditusuk ribuan pisau, hati Dewi terluka kembali mendengar ucapan ayah tirinya.
" Lalu bagaimana sama Dewi? Siapa yang mengantarnya kesekolah Bram?" Tanya Aina yang melihat situasi semakin memburuk.

"Dia punya kaki.Masi bisa jalan. Sudah saya bilang dia bukan Ratu dan saya ini bukan sopirnya !!" nadanya mulai meninggi, emosi Bram semakin menjadi

"Ingat ya...bagaiman caranya dia kesekolah itu bukan urusan saya!!" Ucap Bram memperingati Aina istrinya.

Aina tau jelas apa yang tengah dirasa putrinya, tatapan mata Dewi yang berkaca terlihat jelas oleh Aina membuat hatinya ikut tersayat
"Bram dengarkan aku, Bram...Bram tunggu" panggil Aina dengan mengikuti langkah Bram yang segera menuju keluar untuk pergi ke kantor.

Dewi diam mematung, napsu makannya hilang dirinya kenyang oleh kata-kata Ayah tirinya yang membuatnya sadar akan posisinya. Bahunya bergetar dirinya tak dapat menahan lagi air matanya. Air matanya sukses mengalir mambasahi pipi. Dewi bagitu pilu.

Jika awalnya Dewi pernah berharap, dirinya akan menemukan kebahagiaan kembali di keluarga barunya dengan melupakan semua yang terjadi.Tapi kini ia ragu dengan harapannya sendiri.Dewi terus menangis sambil memegang dadanya yang terasa pilu karena mendengar perdebatan-perdebatan kecil diluar sana. Tak ada satupun orang yang membantu menghapus air mata yang sedari tadi mengalir mambasahi pipinya. Seterpuruk itukah Dewi ?.Dewi rapuh sangat-sangat rapuh.
————————————————————

DEWITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang