17 - Lindungi Ruwi!

1.8K 215 239
                                    

WARNING!
TERDAPAT ADEGAN KEKERASAN DALAM PART INI.
PEMBACA DIHARAPKAN BIJAK DAN TIDAK MEMPRAKTIKKANNYA DI KEHIDUPAN NYATA.

.

.

Happy Reading
__________________________________

👣👣👣

Ruwi akhirnya masuk ke mobil putih itu atas paksaan Vano. Gadis itu sempat menolak untuk naik karena tak ingin membuat kursi mobil menjadi kotor terkena air cucian pel yang membasahi baju dan celananya. Meski Vano sudah berkata tak mempermasalahkannya, Ruwi tetap merasa tak enak hati.

"Ini mobilnya siapa?" tanya Ruwi. Ia sedikit bingung karena baru kali ini melihat Vano membawa mobil. Biasanya, cowok itu naik bus bersamanya, terkadang juga membawa sepeda motor.

"Oh, ini mobil papaku, aku cuma pinjem."

Ruwi sontak terkejut. "Maksud lo, ini mobilnya Prof. Husein?"

"Iya, siapa lagi papa aku kalo bukan beliau." Vano fokus mengemudi dan tidak melihat Ruwi yang memasang ekspresi terkejut.

"Jadi, Prof. Husein beneran ayah lo?" Ruwi sedikit ragu dengan hal itu.

Vano mengangguk yakin. "Kok pada gak percaya, sih? Perasaan wajahku mirip Prof. Husein, deh. Ya, meskipun lebih ganteng aku, sih." Kemudian, ia terkekeh karena perkataannya sendiri.

"Kenapa gak bilang?! Gimana kalo beliau marah gara-gara kursi mobilnya kotor dan bau?!" Ruwi mulai khawatir karena bajunya yang basah telanjur mengotori kursi mobil mewah itu.

Sikap tenang justru ditunjukkan Vano. "Santuy, itu mah gampang. Tinggal di cuci nanti juga bersih."

"Tapi..."

"Udah, tenang aja. Aku ini anak bungsu kesayangan Prof. Husein, jadi dia gak akan marah cuma gara-gara mobilnya kotor." ucap Vano mencoba menenangkan.

Suasana sempat hening selama beberapa menit. Fokus pandang Vano sesekali menuju ke arah samping. Hatinya mendadak sakit saat melihat tubuh Ruwi yang basah karena disiram air pel oleh mantan pacar Zaidan.

"Aku akan kasih tahu Prof. Husein soal perbuatan Stevie dan teman-temannya. Aku pastiin mereka bakal kena sanksi, kalo perlu mereka langsung di drop out dari fakultas hukum," ucap Vano.

Ruwi dengan cepat menggeleng. "Gak usah, gak perlu. Gue gak mau masalah tambah runyam kalo gue buat laporan di bagian akademik."

"Gak! Aku akan tetap melaporkan mereka."

"Udahlah, Van. Gak usah memperpanjang masalah. Untuk kali ini gue maafin perbuatan dia. Kalo besok dia lakuin hal itu lagi, gue janji bakal lapor ke pihak fakultas."

Vano mendengkus pelan. "Benar, ya?" Ia bertanya untuk memastikan. Ruwi pun mengangguk seraya menunjukkan wajah serius.

👣👣👣

Di malam minggu, banyak anak muda yang nongkrong di kafe Vun sekadar kumpul bersama menikmati secangkir kopi. Vano dan satu barista lainnya terlihat sibuk bekerja di coffee bar, menyiapkan hidangan secangkir kopi.

Lewat kaca tembus pandang yang mengelilingi ruangan itu, mata Vano secara tak sengaja menangkap sosok misterius yang berdiri di luar kafe. Ia yakin orang itu adalah stalker yang beberapa hari terakhir mengamati Ruwi dari luar.

"Gue keluar bentar, ya." seru Vano pada temannya.

"Mau kemana? Banyak pesanan yang belum dibuat, woi!" seru barista itu. Vano menghiraukannya.

STALKER - Beside Me [REVISI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang