30 - Memori Masa Lalu

1.4K 188 253
                                    

Tolonglah, aku yakin kamu berakhlak dan sedang membaca tulisan ini. Jadi, ada baiknya kamu meninggalkan jejak supaya aku tuh gak males lanjutin ini cerita. Oke?! Bisa dipahami?! Aku masih belum mau ngomong kasar. Mumpung aku bicara baik2 dan sopan sama kamu, jadi tinggalkan jejak ya sayangku 😘

 Mumpung aku bicara baik2 dan sopan sama kamu, jadi tinggalkan jejak ya sayangku 😘

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

👣👣👣

Acara makrab untuk mahasiswa baru jurusan Ilmu Hukum akan dilaksanakan selama 3 hari 2 malam di sebuah vila daerah perbukitan. Hari jumat pagi, para maba diharuskan berkumpul di lapangan utama tepat waktu. Area terbuka itu kini terisi oleh ratusan mahasiswa baru yang berbaris rapi.

Teriknya matahari pukul delapan membuat mereka mengeluh kepanasan. Tidak sedikit dari mereka mengeluarkan sumpah serapah karena matahari kian meninggi dan apel keberangkatan belum juga dimulai. Di tengah hiruk pikuk suara ratusan manusia, ada Ruwi yang berdiri tegak dan masih menyimpan suaranya. Cewek itu mendengkus pelan sembari mencoba menenangkan hati dan pikirannya.

"Lo kenapa? Dari tadi kayak gak punya semangat aja." Risti yang kebetulan berdiri di sebelah Ruwi akhirnya angkat bicara.

"Ruwi, kita itu mau makrab. Harusnya lo pasang wajah gembira, meskipun gak suka sama rangkaian kegiatannya. Seenggaknya jangan mengecewakan para senior yang udah menyusun kegiatan ini."

Ruwi hanya mengangguk menanggapinya. Ia sama sekali tak punya minat menjawab dengan kalimat panjang.

"Semua diam! Apel akan segera dimulai!" Salah satu senior yang naik ke mimbar berseru dengan lantang di hadapan para mahasiswa baru.

Satu per satu pidato dari pihak yang mewakili fakultas, ketua BEM fakultas, dan ketua penyelenggara acara selesai dilaksanakan. Pidato yang isinya harapan, petuah, dan doa keselamatan itu berlangsung hampir 30 menit. Para mahasiswa baru terutama kaum perempuan semakin mengeluhkan sengatan matahari yang kian ganas.

"Dalam hitungan ketiga, kalian boleh membubarkan diri dan segera menuju bus untuk menaruh barang-barang yang kalian bawa. Mengerti?!" Suara yang berasal dari megafon itu terdengar gagah saat memerintah para junior. Meskipun tak kelihatan orangnya, Ruwi yakin suara itu milik dari sang ketua penyelenggara acara makrab.

"Mengerti, kak!" jawab para maba secara serentak.

"1, 2, 3!"

"Yang bekerja kaki dan tangan! Bukan mulut kalian!" perintah dari koordinator lapangan terdengar beberapa kali. Namun, tak ada satupun dari juniornya yang terlihat mengindahkan. Mahasiswa baru berjumlah ratusan itu justru sibuk berhamburan menuju beberapa bus yang terparkir rapi di pinggir lapangan.

Ruwi mengajak Risti untuk tetap ditempat dulu saat melihat bus masih dikerubungi ratusan temannya. Sungguh, Ruwi tidak bersemangat untuk ikut berdesak-desakan memilih tempat duduk di dalam bus. Toh, nanti juga akan kebagian tempat duduk, di manapun tempatnya Ruwi tidak mempermasalahkannya asalkan nyaman.

STALKER - Beside Me [REVISI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang