2. Hancurnya Mahkota

12.9K 421 4
                                    

Malam itu kehormatanku sebagai seorang gadis hancur sudah. Mahkota kesucian yang selama ini dijaga sepenuh hati dan akan dipersembahkan hanya untuk imamku kelak telah koyak. Terenggut oleh seorang yang begitu kuhormati.

Tidak pernah disangkakan kalau Kak Sabiru yang kesehariannya tampak begitu santun, tega merenggut kesucianku. Aku menangis pilu melihat noktah merah pada kain seprai berwarna putih itu.

"Kak Sabir jahaaat!"

Kupukuli tubuh polos yang kini tengah tidur terlengkungkup itu. Setelah puas melampiaskan hasratnya, pria laknat ini tertidur dengan pulas. Isakan tangisku sama sekali tak terdengar olehnya.

Dengan badan yang terasa sakit semua, aku mencoba bangkit. Rasa nyeri yang teramat sangat pada selangkangan membuat aku harus tertatih berjalan. Dengan air mata yang terus saja membanjiri pipi kupunguti pakaianku yang berserakan di lantai.

Sekarang aku telah ternoda. Tidak suci lagi. Aku merasa jijik dengan diri sendiri. Merasa kotor dan perlu membersihkan diri. Terseok aku masuk ke kamar mandi. Air dingin mengguyur kepala ini. Aku menggigil. Dingin sekali.

Adegan pemerkosaan itu berkelebat lagi di mata. Aku menggeleng sedih, saat bayangan Kak Sabiru mencumbuiku. Kugosok semua kulit yang telah tersentuh oleh lidah setannya. Lalu memekik keras ketika dia berhasil membobol kehormatanku.

"Tidaaak!"

Tubuhku luruh ke lantai. Aku tak kuat menopang badan sendiri yang terasa lemas ini. Tubuhku menggigil. Sementara air shower terus saja mengucur membasahi badan ini. Bayangan Zayn dan janjinya yang berkelebat semakin memperkuat isakan tangisku.

Entah berapa lama aku berdiam diri di kamar mandi. Rasa nyeri di selangkangan yang tak kunjung sirna, serta dinginnya air membuatku harus meninggalkan kamar mandi ini.

Dengan mengenakan kimono handuk, tertatih aku menuju kamar pribadi. Berganti pakaian begitu masuk. Lantas kujatuhkan badan di ranjang.

"Zayn ... maafkan Aku ...."

Aku merintih sedih sembari meremas seprai ranjang.

*

"Bila ... Bila bangun, La!"

Suara merdu itu mengalun lembut di telinga. Aku yang sedang terlelap segera membuka mata. Tampak Kamila mengulas senyum simpul begitu melihatku terbangun. Aku menyipit karena merasa silau oleh cahaya matahari menerobos jendela. Ah ... sudah pagi rupanya. Jam kecil di atas menunjukan pukul tujuh pagi.

"Gak baik anak gadis jam segini baru bangun," selorohnya disertai seringai manis. "Ayuk bangun!" Kamila menarik lenganku. Kepala yang terasa berat membuat aku menggeleng. "Kenapa? Kamu sakit?" Kamila bertanya sembari menempelkan punggung tangan di dahiku. "Ya ... ampun, kamu demam, La," serunya panik. Aku terdiam. "Kita ke dokter, ya?" sarannya perhatian.

"Tidak usah! Nanti juga sembuh kok," tolakku dengan suara parau.

"Kamu yakin?"

Aku mengangguk pelan.

"Ya sudah ... akan kubelikan obat demam."

Kamila berlalu pergi. Kembali aku tersedu sedih saat mengingat kejadian semalam. Kemudian semakin tergugu dalam tangis saat teringat Zayn. Apa yang harus kusampaikan padanya? Dan Kamila ... tak dapat kubayangkan betapa hancur hati dia bila tahu kebejatan suami tercintanya padaku.

Setengah jam kemudian, Kamila masuk kembali ke kamar ini. Wanita itu datang dengan kantong plastik putih berisi obat demam.

"Apa yang membuatmu menangis?" tanyanya perhatian.

Aku menggeleng. Namun, air mata ini justru semakin deras mengalir.

"Nabila ... ada apa, Nak?" Tiba-tiba Ibu masuk. Wanita itu menghampiriku.

Mahkota yang Terenggut (Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang