Masker dan Kiara

6.3K 299 17
                                    


Lock down. Keadaan ini membuat Nabila menjadi gusar. Wanita itu bawaannya uring-uringan terus. Pasalnya, rasa bosan sudah mulai ia rasakan.

Hampir sebulan lebih dirinya hanya berdiam diri di rumah. Tidak boleh ke luar sama sekali. Tidak bisa lagi melakukan hobby barunya yaitu berburu jajanan kuliner. Memang semenjak trimester kedua masa kehamilan, Nabila jadi gemar menyantap jajanan. Dirinya pun sudah tak sungkan meminta dibawakan makanan tiap kali Sabiru pulang kerja. Bahkan dirinya begitu senang jika diajak makan di luar.

Namun, sekarang jangankan berwisata kuliner. Jalan santai di pagi hari saja sudah tidak boleh. Warga dilarang ke luar rumah jika tidak ada alasan yang penting atau mendesak sama sekali.

Tidak hanya Nabila yang jenuh berdiam diri terus di rumah, Ibu pun merasakan hal yang sama. Wanita paruh baya itu sudah menutup florist-nya dari sebulan lalu. Dirinya kini hanya  bisa berdiam diri di rumah menemani sang anak. Hanya Sabiru dan Paman Hasan saja yang masih ke luar rumah untuk bekerja.

Di tengah kebosanan yang melanda saat Nabila dan Ibu tengah menonton acara TV terdengar pintu diketuk orang. Ibu yang hendak membuka dicegat oleh Nabila.

"Biar Bila aja, Bu. Mungkin itu Kak Sabiru yang pulang," ujarnya bangkit berdiri.

Ibu tersenyum.  "Gitu ... dong! Suami pulang harus disambut hangat."

Nabila mengangguk. Pelan dia menderapkan langkah menuju pintu luar. Begitu pintu dibuka dirinya memincing melihat tamu yang datang.

"Ki-Kiara?" sapanya heran. Ada gerangan apa gadis semampai itu ke rumah.

Kiara yang modis seperti biasa tampil memukau. Blazer merah muda ia kenakan untuk menutupi kaos putih dengan tulisan brand terkenal di dada. Sebuah masker unik menutupi hidung hingga mulutnya. Masker itu tampak begitu mewah dengan hiasan mute indah. Sungguh terlihat begitu mewah dan anggun masker berwarna senada blazernya.

"Apakah Biru sudah pulang?" tanya Kiara dengan suara yang tertutup masker.

Nabila semakin mengernyit. Gerangan apa yang membuat gadis ini menanyakan suami orang. "Dia belum pulang." Nabila menjawab datar.

"Oh." Kiara bergumam. Dia menggulung lengan blazer sedikit. Melihat jam mewah di pergelangan tangan. "Harusnya dia sudah pulang," lanjut pelan.

"Ada keperluan apa mencari dia?" Nabila bertanya dengan pandangan tak suka.

"Boleh aku masuk?" Kiara bertanya dengan tenang.

Nabila mengangguk. Tangannya mempersilahkan. Kiara masuk rumah dengan tenang setelah terlebih dahulu mengibaskan rambut indahnya. Membuat Nabila sedikit mencebikan  bibir. Lagaknya ... sungut Nabila dalam hati merasa sebal. Apalagi saat melihat Kiara dengan anggun sebelum dipersilahkan, Nabila semakin merasa tak suka.

"Mau minum apa?" Nabila berbasa-basi.

"Aku ke sini bukan untuk meminta minuman."

Gigi Nabila gemelutuk mendengar itu. Menyebalkan sekali ... kembali dia mengumpat dalam hati. "Lalu apa keperluanmu ke mari?" Nabila berusaha setenang mungkin berbicara. Berusaha sekuat mungkin meredam kebetean yang mengganggu jiwa.

"Malam ini perayaan kelulusan adikku. Aku mengundangnya untuk datang di acara itu," terang Kiara sama sekali tidak mau melepas masker cantik itu.

"Di tengah wabah yang menyeramkan seperti ini, kamu hendak melakukan perayaan?" tanya Nabila  sedikit sinis.

Kiara menatap tajam. "Perayaan seperti yang kamu pikirkan. Hanya bentuk rasa syukur saja atas keberhasilan adikku-"

"Tapi tetap saja mengundang banyak orang kan? Kiara ... kamu pasti tau apa resikonya jika-."

Mahkota yang Terenggut (Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang