9. Kematian Kamila (Pov Sabiru)

9K 495 54
                                    


Pov Sabiru

Kecelakan yang menimpa tempo hari sungguh membuat hati Kamila bersedih. Separuh jiwaku itu menangis sepanjang waktu. Calon anak yang selama dua tahun ini dinantikan oleh kami tak selamat.

Sebenarnya bukan cuma Kamila yang dirundung malang, aku sebagai calon ayah pun merasakan hal yang sama. Hanya saja, aku ini seorang laki-laki pantang bila meneteskan air mata. Walaupun sebenarnya hatiku ikut hancur saat tahu calon buah hatiku harus pergi tanpa sempat melihat indahnya dunia.

Beruntung semua nasihat yang Ibu berikan didengar oleh Kamila. Wanita itu sedikit demi sedikit sudah mau berdamai dengan keadaan. Dan yang membuat aku bisa bernapas lega adalah kembalinya sikap Kamila. Kecemburuan tak beralasan pada adiknya tempo hari telah hilang.

Tentu saja itu menyenangkan hati. Karena jujur biang semua permasalahan di rumah itu adalah aku. Nabila hamil karena aku. Kamila memusuhi Nabila sebab dia terlalu memcintaiku. Dan kebencian Nabila yang mendalam juga akibat kebodohanku. Jadi sangat dimaklumi kalau hingga detik ini gadis itu belum juga mampu memaafkan.

Andai saja waktu bisa diputar ulang mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini. Jika saja dulu aku tegas menolak ajakan teman untuk minum, pasti saat ini Nabila masih suci. Hubunganku dengan dia pun tetap harmonis. Dan yang pasti masa depannya tetap akan cemerlang tidak sesuram seperti saat ini.

Jujur, setiap kali melihat Nabila aku selalu diliputi rasa bersalah. Merasa iba setiap kali memandangnya. Kasihan gadis itu, dia harus menanggung kesalahanku seorang diri. Karena tak mungkin pula kuceraikan Kamila demi menikahinya. Semoga saja keputusan kami untuk mengadopsi anaknya sedikit meringankan pemberitaannya.

Walau kutahu itu belum sebanding dengan kejahatan yang kuperbuat untuknya. Setidaknya untuk saat ini hanya itu yang bisa kuperbuat untukmu Bila. Tapi, kakak yakin suatu hari kelak kakak akan mengantikan penderitaanmu dengan kebahagiaan. Entah bagaimana dan kapan.

***

Setelah melihat kondisi Kamila sudah stabil baik fisik dan psikis pasca kecelakaan itu, aku memutuskan untuk kembali berangkat kerja. Apalagi sudah cukup lama absen tidak masuk kantor. Setiap kali akan berangkat kerja kusarankan agar Kamila tidak usah repot menjaga toko. Lebih baik merawat Nabila saja. Karena hingga kini gadis itu masih mengalami masa ngidam yang menyiksa. Dan syukurnya Kamila menuruti perintah itu. Ahhh ... Kamila kan memang istri yang penurut

Namun, entah kenapa hari ini suasana hatiku tidak begitu menyenangkan. Perasaan tidak enak ini menyergap dari tadi. Untuk membuang pikiran buruk aku coba telepon Kamila di rumah. Lama tidak langsung terhubung. Begitu tersambung aku menanyakan keadaan Kamila.

"Aduh maaf, Mas, tadi aku tertidur. Jadi gak dengar kalo Mas Sabir telpon. Di rumah aku baik-baik saja, kok," ucapnya menanggapi kecemasanku.

Akhirnya, kami terlibat perbincangan sebentar dan harus disudahi saat Kamila memberi tahu kalau hujan turun. Dirinya harus segera mengangkat jemuran. Sebelum mengakhiri pembicaraan wanita itu memberi ciuman jauh dan kubalas dengan kecupan hangat. Walau cuma di telepon.

Hati menjadi sedikit lega setelah berbincang dengan Kamila. Semangat untuk bekerja pun kembali menyala. Namun, itu cuma sebentar. Karena satu jam kemudian, ada panggilan masuk ke ponselku dari nomor Nabila. Ada apa? Semenjak peristiwa kelam itu, gadis itu mana mau menghubungiku. Hatiku kembali tidak enak jadinya.

"Ya ... Bila," sapaku begitu sambungan terhubung.

"Kamila ... Kak." Terdengar ada nada gugup dari suara di seberang itu.

"Kenapa dengan Kamila?" Aku bertanya dengan ikut panik.

"Mila ... dia ... dia ...."

"Mila kenapa Bila?"

Mahkota yang Terenggut (Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang