15. Kejutan bag. 2

10K 606 119
                                    

Bag. 2

❤❤❤

Kak Sabiru benar-benar menepati janjinya. Pria itu meluangkan waktunya untuk menemaniku memeriksakan kandungan. Selama masa kehamilan, aku selalu pergi ke rumah bidan atau klinik seorang diri. Jika Kak Sabiru menawarkan diri untuk menemani, aku selalu menolak. Namun, kali ini aku tak mau kena tegur Ibu sehingga terpaksa mengabulkan keinginannya.

Wajah Kak Sabiru tampak begitu semringah saat melihat ada cincin pernikahan melingkar indah di jari manisku. Sebenarnya aku sendiri enggan memakai cincin ini. Namun, saat Kak Sabiru bilang ingin memeriksakan kandunganku pada Dokter Tama, hati ini terdorong untuk memakai cincin ini. Aku tak mau Dokter Tama berpikiran aneh melihat jari manisku kosong tanpa cincin pernikahan.

Dengan riang ia melajukan motornya menuju rumah sakit. Dirinya terlihat begitu bahagia ketika tanpa diminta tanganku memegangi perutnya. Sebenarnya bukan karena apa. Aku takut saja bila dia tiba-tiba ngebut seperti yang sudah-sudah.

Setelah menempuh perjalanan setengah putaran jarum jam, sampailah kami di ruang praktik Dokter Tama. Ada rasa gugup tiap kali menjalani pemeriksaan kandungan. Walau sudah sekali pernah melihat visualisasi calon bayi lewat layar LCD di ruang obgyn, tetap saja rasa cemas, takut, dan senang bercampur aduk menjadi satu.

Dokter Tama menuturkan jika hidung calon bayiku panjang mirip hidungnya Kak Sabiru. Menerbitkan senyum pada bibir Kak Sabiru. Sedang aku ... entahlah. Kakak Elma itu terus saja menggerakkan transduser pada permukaan kulitku. Menurutnya, posisi bayi kami sudah bagus. Letak plasenta juga tidak mengganggu jalan lahir. Tidak ada lilitan. Kami mendengarkan secara saksama. Ada rasa haru yang menyelinap hati saat mendengar detak jantung bayi ini.

"Semua bagus, untuk usia kehamilan 31 minggu. Berat bayi juga cukup baik," kata Dokter Tama ramah ketika kami cek kandungan siang itu. "Kontrol makan ya, Bil. Biar bayinya tidak terlalu berat nantinya," suruhnya hangat. "Dan kamu, Biru, jangan buat masakan enak-enak untuk Bila. Nanti berat badannya naik tidak terkendali," titah Dokter Tama dengan sedikit berkelakar.

"Siap, Pak dokter," sahut Kak Sabiru dengan tangan yang menghormati.

"Tidak penasaran dengan jenis kelamin anak kalian?" tanya Dokter Tama selanjut.

"Tidak. Biarkan jadi kejutan saja," jawabku datar.

Dokter Tama manggut-manggut paham. Sementara ada raut kecewa yang kutangkap dari wajah Kak Sabiru.

Kemudian Dokter Tama terlihat menulis sesuatu di secarik kertas. "Kapan main ke kafe Elma?" tanya Dokter Tama seraya menyodorkan kertas tersebut pada Kak Sabiru berisi resep yang harus ditebus.

"Rencananya setelah dari sini, kami akan mampir," jawab Kak Sabiru kalem.

"Bagus. Semoga hari kalian menyenangkan," ucap Dokter Tama menyalami kami bergantian. "Oh ya, Bir, ada salam dari Kiara," lanjutnya mengantarkan kami sampai ke pintu.

"Kiara?" gumamku merasa tak kenal.

"Pacarnya Tama," sahut Kak Sabiru cepat.

"Tapi, mantan gebetannya Biru." Dokter Tama menimpali dengan cepat. "Suamimu dulu idola di kampusnya," goda Dokter Tama membuat Kak Sabiru mendengkus kasar.

Ketika dokter berkaca mata bening itu hendak membuka mulut lagi, Kak Sabiru sudah terlebih dulu menarik lenganku menjauh. Sehingga apa yang akan ia ucapkan tak terdengar oleh kami.

"Kita akan ke kedai Elma. Kamu bersedia?" tanya Kak Sabiru begitu kami di parkiran. Aku mengangguk sambil menerima uluran helm darinya.

Motor melaju meninggalkan pelataran parkiran. Kembali Kak Sabiru melajukan motornya dengan tenang. Di tengah perjalanan kami berhenti sejenak di sebuah apotek untuk menebus robat dan vitamin yang diresepkan oleh Dokter Tama.

Mahkota yang Terenggut (Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang