7. Kecemburuan Kamila

8.1K 447 20
                                    

Keputusan telah diambil. Janin ini tetap harus kurawat. Agar punya status, kelak jika sudah lahir akan diklaim sebagai anak dari Kamila dan Kak Sabiru. Walau nanti punya anak sendiri dari Kamila, tapi Kak Sabiru berjanji hendak memperlakukan calon anakku dengan baik. Kak Sabiru juga berikrar bahwa kasih sayang yang ia berikan sama besarnya pada kedua anaknya kelak.

Namun, aku tak yakin. Entahlah. Aku ragu. Bisakah Kak Sabiru berlaku adil pada anakku juga anak Kamila nantinya? Dia begitu mencintai Kamila. Benar-benar memperlakukan kakakku itu dengan penuh kasih sayang. Menjadi suami siaga bagi wanita berbibir tipis itu.

Semenjak mengetahui dirinya tengah hamil sikap Kamila menjadi berubah. Dia yang biasanya berlaku lemah lembut padaku mendadak menjadi cuek. Malah terkadang amat menyebalkan. Sering dia terlihat begitu cemburu saat Kak Sabiru memberi sesuatu padaku.

"Kenapa harus samaan sih modelnya?" protes Kamila suatu sore. Sepertinya dia begitu kesal saat membuka bungkusan yang dibawa suaminya.

"Ya gak papa seragaman biar terlihat kompak," jawab Kak Sabiru seperti tengah bergurau.

Aku yang sedang tiduran di sofa ruang tengah bisa mendengar percakapan mereka di ruang tamu.

"Kami bukan anak kembar." Terdengar Kamila merajuk.

"Kamila ... aku bingung mau pilih model yang bagaimana. Jadi tadi asal ngambilnya."

"Aku takut, Mas. Takut lama-kelamaan kamu mulai jatuh hati padanya."

"Kamila!"

Bukan cuma Kak Sabiru yang tersentak mendengar pengakuan cemburu Kamila, aku pun sama terkejutnya. Memang Kak Sabiru perhatian. Namun, aku sendiri tidak menginginkannya. Hingga detik ini rasa benci masih bersarang di hati ini. Karena aku yakin saat Kak Sabiru menodaiku, dia pasti dalam keadaan setengah sadar.

Malam itu dia begitu perkasa menggagahiku. Makanya sampai kapan pun tiada maaf untuknya. Apalagi gara-gara dia hidupku hancur. Hubunganku dengan Kamila pun menjadi renggang. Tidak mau Kamila terus-terusan mencemburui, aku bangkit dari rebahan untuk mendekati kedua sejoli itu.

"Ambil kedua daster itu untukmu, Mil. Aku tidak butuh," kataku datar. Kamila dan Kak Sabiru memandangiku. Merasa ditatap oleh Kak Sabiru, aku balas menatapnya tajam. Dengan tegas aku berkata, "Dan kamu ...." Aku menunjuk muka pria itu. "Jangan pernah lagi memberiku sesuatu. Aku tidak suka," lanjutku tegas.

"Bila!" Kamila bangkit dari duduknya. "Jaga kesopanan! Ingat ... dia kakak iparmu!" titahnya sembari menurunkan tanganku yang masih menunjuk wajah suaminya.

"Lelaki bejat macam dia tidak pantas untuk dihormatiii!" balasku sengit.

PLAK!

Bukan cuma pipi yang terasa panas, hatiku pun sama panasnya saat sebuah tamparan dari Kamila mendarat di pipi kanan ini.

"Hentikaaan!"

Tidak cuma Kak Sabiru yang berteriak, Ibu pun berseru menjerit. Dengan gurat kekecewaan di wajah, wanita bertampang ayu itu ke luar dari kamarnya.

"Kenapa kalian bertengkar? Kalian sedang hamil, jaga kondisi dan emosi," saran Ibu sembari menatapku dan Kamila secara bergantian. Dengan lembut Ibu menarik lenganku, mengusap perlahan bahu ini. "Tidak baik menyimpan dendam, La. Maafkan kesalahan Sabir," nasihat Ibu pelan.

"Sampai kapan pun aku gak akan memaafkan dia. Masa depanku hancur karena dia, Bu," tolakku tegas dan sengit.

"Ibu dengar sendiri 'kan? Nabila memang kurang ajar," tukas Kamila geram.

"Suamimu yang kurang ajar!" sergahku semakin kesal.

"Kamu ...."

Kamila tidak melanjutkan ucapannya. Wanita itu menutup mulut. Tak lama kemudian dia mengeluarkan isi perut. Membuatku merasa jijik melihat muntahannya. Sehingga mendorong rasa mual. Aku lekas berlari ke kamar mandi. Memuntahkan semua makanan yang susah payah masuk ke perut hari ini.

Mahkota yang Terenggut (Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang