6. Keputusan

8.3K 439 20
                                    

Aku terkejut mendengar pertanyaan dingin yang dilontarkan Kamila. Rasanya seperti tersengat aliran listrik. Luar biasa kaget. Segera aku bangkit duduk.

"Kamu bercanda 'kan, Mil?" tanyaku menggebu.

"Aku serius. Kamu hamil Bila. Tante Mirna gak mungkin salah memeriksa."

Kamila menyebut dokter yang sering memeriksa Ibu dengan sebutan Tante. Karena beliau adalah teman akrab Ibu dari semasa kecil. Aku beberapa kali bertemu dengannya di toko bunga kami. Dari cerita yang kudengar anak lelakinya pernah mengejar Kamila. Sayang, Kamila justru memilih Kak Sabiru. Lelaki sahaja bertampang sok teduh itu.

"Tidaaak! Tante Mirna salah! Aku gak hamiiil!" bantahku ketakutan.

"Kamu hamil, Bila ...."

"Enggaaak!" Aku menjerit histeris sambil menutup kedua telinga dan menggeleng-geleng cepat. Penuturan lembut Kamila terdengar begitu menyeramkan.

"Siapa? Siapa yang menghamilimu? Zayn 'kah?" Kamila bukannya diam mendengar pekikkanku. Dia justru tampak penasaran ingin tahu siapa ayah dari bayi ini. "Katakan, Bila! Katakan padaku, siapa ayah bayi itu?" Kamila mengguncang kedua bahuku.

"Aku tidak ham-mil, Kamila," sanggah tersendat napas sesak.

Aku mulai mengisak tangis. Rasa takut langsung menyergap di dada. Refleks kuremas perut yang masih rata ini. Kenapa bisa jadi serumit ini? Kak Sabiru hanya sekali membobol kehormatanku, tapi kenapa langsung membuahkan hasil.

Tidak hanya aku, Kamila pun tersedu sedih. Bahkan sesenggukkannya terdengar jelas. "Sikapmu akhir-akhir ini aneh. Sering melamun sendiri. Sejauh itukah hubunganmu dengan Zayn? Apakah Ayah dulu tidak pernah mengajarimu ilmu agama?" Kamila bertutur di sela sedu-sedannya.

Aku yang tengah menunduk sedih seketika mendongak. Menatap wajah kakak tersayang. Kenapa dia malah membawa nama Zayn dan Ayah. Mereka tidak ada sangkut pautnya.

"Aku ... aku tidak hamil. Hubunganku dengan Zayn sehat. Kami tidak pernah berbuat hal yang aneh-aneh," bantahku yakin.

"Lalu siapa yang menghamilimu?" Kamila menatapku lekat. Kak Sabiru pelakunya Kamila. Tentu saja itu hanya terucap di hati. Bibirku kelu untuk mengungkapkannya. Tatapan iba dari Kamila tak mampu kubalas. Sehingga aku hanya bisa buang muka. "Aku akan menghubungi Zayn untuk mengabarkan keadaanmu," lanjut Kamila sembari meraih ponselku yang tergeletak di meja.

"Jangaaan!" larangku keras.

Namun, Kamila tak mengindahkan perintahku. Dia tetap saja mengusap layar tipis itu. Kesal dengan kelakuan Kamila, kurebut ponsel kepunyaan.

"Zayn harus tahu, La!" Kamila terus saja menjauhkan ponsel dari jangkauanku.

"Bukan Zayn pelakunya, Mil. Kembalikan HP ituuu!" gertakku marah.

Mata Kamila terbelalak mendengar pengakuan jujurku. Wanita itu menurunkan tangannya yang terangkat ke atas. "Lalu siapa ayah dari bayimu?" tanyanya dengan ekspresi tegang.

Aku yang tersadar telah kelepasan bicara menghembuskan napas kasar. "Aku ... aku ...."

"Siapa Nabila?!" Kamila mengguncang bahuku. Namun, aku tetap setia mengunci mulut ini rapat-rapat. Membuat Kamila menjadi geregetan jadinya. Dia terus saja mengguncang kedua bahuku.

"Hentikan perdebatan ini!"

Aku dan Kamila menoleh ke pintu bersamaan. Tampak Ibu berdiri sembari berpegangan pada daun pintu dengan mata yang berkaca-kaca. Roman wajahnya terpancar kepedihan yang mendalam. Wanita itu mengelus dadanya beberapa kali sebelum akhirnya menghampiri kami. Matanya sama sembapnya seperti mata Kamila. Pasti dia juga telah lama menangis. Melihat itu hatiku semakin teriris sedih.

Mahkota yang Terenggut (Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang