Zeana atau Sabira

7.1K 366 20
                                    

#Mahkota_yang_Terenggut

Zeana atau Sabira

Malam sudah semakin larut. Jam besar di ruang tengah sudah berdentang dua belas kali sejak setengah jam yang lalu. Hampir dini hari, tetapi Nabila belum juga bisa memejamkan mata. Tadi siang wanita hamil tua itu telah lumayan lama tertidur siang, sehingga sampai selarut ini dirinya sama sekali belum terserang rasa kantuk.

Nabila melongok ke bawah. Tampak Sabiru tertidur pulas dengan posisi meringkuk. Nafasnya terdengar lembut beraturan. Selimut tebal miliknya tidak sempurna menutupi badannya. Pasti dia kedinginan. Ada sedikit rasa iba melihat Sabiru tidur dengan posisi mengenaskan seperti itu. Terbit rasa ingin menyelimutinya. Namun, ego dan gengsi kembali merajai pikiran Nabila.

"Ahhh ... biarin aja! Toh dia emang menyebalkan. Tiap-tiap hari telponan terus sama Kiara. Gak sadar apa? Wanita itu tunangan teman sendiri," sungut Nabila sembari menatap keki wajah Sabiru yang tengah terlelap damai.

Dari sore hujan memang turun begitu lama. Menyisakan hawa dingin yang menyergap. Hingga kini air langit itu masih saja menitik kecil.  Mendentingkan suara di atas genting. Nabila menaikan selimutnya sampai ke dagu. Kembali mencoba melelapkan diri. Namun, sia-sia. Bukannya merasa kantuk yang ada perutnya melilit lapar.

Di usia kehamilan tua ini, nafsu makan Nabila memang meningkat drastis. Dirinya mampu melahap makanan dalam porsi yang cukup besar. Sehari bisa makan lima kali makan-makanan berat plus cemilan yang sengaja disediakan oleh Ibu. Bahkan tadi sore dia telah menyantap sekotak jumbo pizza yang dibelikan oleh Sabiru. Beserta semangkok mie ayam yang Paman bawa pulang. Entah kenapa cacing diperutnya masih saja minta jatah.

Merasa tak kuat menahan gejolak rasa lapar yang menggangu jiwa, Nabila memutuskan untuk turun ranjang. Dia akan membuat makanan. Ketika mulai melangkah, kakinya menginjak selimut Sabiru yang melorot. Tadinya Nabila hendak abai, tetapi demi melihat keadaan Sabiru yang memprihatinkan. Tidur meringkuk seraya memeluk guling. Rasa iba itu kembali singgah di hati. Sehingga mau tak mau Nabila berlutut. Menarikan selimut tebal berwarna putih itu hingga ke dagu Sabiru.

Sejenak Nabila menatap wajah teduh sang suami. Menyingkirkan rambut-rambut nakal yang menutupi wajah Sabiru. Roman damai dan kalem yang terpancar pada wajah suaminya membuat Nabila bertahan lama memandangnya. Entah apa yang merasuki jiwanya, tangan Nabila terulur menyentuh pipi sang suami. Mengelusnya pelan. Tak disangka ketika Sabiru menahan tangannya.

"Mau ngapain?" Dengan mata yang masih setengah terpejam Sabiru menatap heran istrinya.

"Eummm ... ada nyamuk di pipiku," jawab Nabila asal.

Dia langsung menarik tangannya yang masih dipegang Sabiru. Lekas bangkit berdiri dan berlalu ke luar kamar.

"Mau ke mana, La?"

Sabiru bertanya dengan sedikit berseru karena Nabila sudah lebih dulu berlalu. Hingga beberapa menit ke depan tak ada jawaban dari sang istri. Sabiru mendengkus pelan. Rasa kantuk masih menyerang. Namun, setelah menyadari keadaan dirinya yang telah rapat tertutup selimut, Sabiru tersenyum simpul. Nabila begitu perhatian terhadapnya.

Dengan semangat Sabiru menyentakan badannya. Dia bangkit berdiri, lalu ke luar kamar. Didapatnya sang istri tengah berkutat di dapur.

"Lagi ngapain, La?" Kembali Sabiru bertanya ketika sudah di samping sang istri.

Nabila menoleh sekilas, lalu kembali fokus ke panci yang tengah ia masuk. "Ya bikin makananlah ... masa di dapur mandi," jawab Nabila dingin sembari mematikan kompor. Memindahkan mie yang baru direbusnya ke mangkok besar.

Sabiru tersenyum kecut mendengar jawaban sinis sang istri. Namun, matanya terus saja memperhatikan semua gerakan Nabila. Dengan cekatan tangan Nabila mengaduk mie kuahnya. Lalu saat mengiris cabe rawit setan dan menaburkan bawang goreng juga tak luput dari pandangannya. Lantas ketika dilihatnya Nabila menaburkan irisan cabe rawit ke dalam masakannya, Sabiru menelan ludah. Dirinya semakin menganga lebar saat melihat Nabila menambahkan saos cabe ekstra pedas ke dalam mie berkuah kental merah itu.

Mahkota yang Terenggut (Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang