3. Bad Coffee

2.7K 456 43
                                    

Satu hal yang Jingga tau ketika ia bangun pagi di Hari Senin berikutnya, ia kini berada di apartemen baru.

Walaupun bukan miliknya, tapi tetap saja ia baru pertama kali tidur di sini.

Jingga menatap layar handphonenya. "Ini Senin ya Jingga! Meeting sama Miss Jung kemudian meeting sama staff."

"Jangan bego!" pekiknya pada diri sendiri.

"Kak Tiana punya kopi gak ya..." gumamnya sambil melihat isi pantry.

Jingga berdecak ketika ia tidak menemukan minuman yang bisa membuatnya melek itu.

Beberapa saat terdiam, ia akhirnya menghela napas kemudian mengeluarkan beberapa lembar roti untuk dipanggang. Karena setelah ia ikut tinggal di apartemen sepupunya, pergi ke toko kue langganannya akan terlalu jauh. Sangat jauh malah.

Jingga menghela napas ketika menggigit roti buatannya. Rasanya tidak semenakjubkan roti langganannya, terlebih karena ia hanya mengoleskan selai coklat dan stroberi sebagai penambah rasa.

Jingga tiba-tiba terdiam melamun. Sejujurnya ia masih merasa bersalah pada coffee shop langganannya itu. Tidak, ia tidak merasa bersalah pada laki-laki yang ia tumpahkan minumannya. Toh ia sudah menawarkan ganti rugi, tapi laki-laki itu malah bersikap kurang menyenangkan padanya.

Jingga hanya ingin reputasinya di coffee shop itu kembali bersih.

"Pulang kantor gue ke sana deh buat minta maaf sama pegawainya." Gumamnya memutuskan.

Setelah melihat jarum panjang di jam dinding, Jingga langsung terburu-buru mengambil tas juga memakai sepatunya. Ia tidak mengerti kenapa selalu ada waktu di pagi hari yang membuatnya merasa harus untuk bersantai terlebih dahulu.

"Aaaaa. Siaaal. Untung sekarang deket." Teriak Jingga sambil berlari menuju lift.

"Tapi tetep aja harus naik bis dulu ih Jingga kenapa sih." Lanjutnya menggerutu pada diri sendiri.

Kakinya ia hentak-hentakkan tidak sabar menunggu list segera menuju lantai yang ia tuju. Ketika pintu lift terbuka, Jingga langsung berlari kemudian menekan tombol di sebelah kiri seperti apa yang Tiana jelaskan padanya.

Ya, akhirnya kemarin Jingga menelepon Tiana dan menanyakan bagaimana cara menggunakan beberapa fasilitas di apartemennya.

Jingga tidak ingin bertemu lagi dengan laki-laki yang dengan jelas tidak suka padanya itu.

"Gue udah umur 25 udah tau mana yang suka sama gue, mana yang gak suka." Gerutunya setelah masuk ke dalam bis.

Tentu saja, ia tidak kebagian tempat duduk.

Coat hijau tua hari ini menemani Jingga pergi ke kantor. Tentu saja sebagai seseorang yang bekerja di dunia seni, gaya berpakaiannya pun menjadi kebanggaan tersendiri bagi Jingga. Ia akan merasa lebih percaya diri jika menggunakan pakaian yang terlihat bagus di tubuhnya.

"Semoga hari ini gue selamat deh dari Miss Jung." Gumamnya sambil menepuk pelan pundaknya sendiri.

"Semangat, Jingga!"

*****

Jingga yakin olahraga adalah hal yang harus dilakukan semua orang, tapi ia tidak pernah menyangka bahwa olahraga lari yang akan ditekuninya. Hampir setiap pagi.

Seperti saat ini, Jingga sedang berlari kencang dari halte bis menuju gedung kantornya. Tinggal tiga menit lagi sampai meeting akan dimulai. Dan walaupun Joana tidak membombardirnya seperti biasa, Jingga tetap khawatir. Jauh lebih khawatir malah.

PaletteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang