1. Meet you (Again).

221 44 25
                                        

Hari ini tepat satu tahun orang tua kami meninggal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini tepat satu tahun orang tua kami meninggal. Tepat satu tahun kami meranum kesepian. Tepat satu tahun kami bersatu dalam kekuatan. Kesempurnaan. Dan indahnya persahabatan.

Ailen membalik tulisan ‘close’ yang tergantung di pintu kaca. Tersenyum menyambut cerahnya pagi di kota sibuk ini. Gadis itu menatap jalanan yang masih sepi dari balik pintu. Berharap hari ini semua akan baik-baik saja.

Aroma cappucino serta bau khas roti-rotian menelusup di indera penciuman. Toko roti ini. Tempat mereka berlari. Tempat mereka melupakan. Dari kenyataan yang pilu.

“Ailen, jangan lupa memakai ini.” Leteshia datang dan melemparkan celemek bertuliskan ‘Lentera’ dan dengan sigap Ailen menangkapnya. Keduanya terkekeh mengingat tradisi khas mereka ini.

Lonceng dari pintu berbunyi. Keduanya sigap menunduk memberi hormat. Pelanggan pertama.

“Selamat pagi! Selamat datang di lentera cafe. Silahkan duduk dan pilih menu yang ada.”

Mereka berdua membubarkan diri dan kembali ke tempat masing-masing. Leteshia gadis kasir dan Ailen gadis dapur.

Pelanggan itu duduk tegap, tampak menunggu salah satu dari mereka datang.

“Maafkan aku, aku terlambat,” ucap Korona sedikit berlari. Tangannya mendekap papan kayu, catatan, serta buku menu.

“Selamat datang, silahkan dipilih, Tuan.”

Korona terkesiap-- nampak sangat terkejut. Dadanya berdegup kencang. Matanya menyorot serius kepada pria itu. Bukankah dia pria berjubah hitam itu?

Lupakan. Mungkin dia salah.

Korona menyerahkan buku menu dan disambut cepat oleh pelanggan itu. Gadis berikat ekor kuda itu mengatur napasnya, menetralkan perasaan aneh ini.

“Apa kau terus berkutat dengan buku konyolmu itu? Belajarlah untuk tidak terlambat, Nona.”

Korona menyerngit bingung. Bagaimana pria ini tahu kalau hal itu yang selalu membuatnya terlambat?

“Tentu aku tahu.”

“Maaf?” tanya Korona ragu. Pria ini seakan bisa membaca pikirannya. Aneh.

“Aku pesan cappucino latte.”

Korona mengangguk dan dengan sigap mencatat. Gadis itu menunduk memberi hormat sebelum akhirnya beranjak.

“Duduklah sebentar, aku ingin bicarakan sesuatu.”

Korona kembali terkesiap, terkejut dengan perlakuan pria itu. Mencekal tangannya, menatapnya dengan sorot dingin, dan tangannya yang dingin.

Gadis itu menatap ke arah tangan pria bernetra merah itu. Pantas saja-- diluar cuaca sedang dingin ekstrim, tapi pria ini dengan nekatnya tak memakai sarung tangan.

Last BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang