Ketiga gadis spesial yang menjadi target mutlak siapapun yang menginginkan keabadian. Tiga spesies gabungan terkuat yang memutuskan untuk kembali mencari orangtuanya yang telah lama hilang. Mereka dipaksa berjuang. Bertahan. Dan terus menetap.
Lente...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sore ini langit tampak gelap. Matahari yang berderang sudah kembali ke tempat asalnya—bertukar tugas dengan hujan lebat yang turun membasahi kota. Pintu dan jendela semua tertutup menghindari resiko angin yang masuk serta merangkup hawa hangat agar tetap berada di dalam ruangan.
Korona bergidik mengusap kedua lengan ketika dingin menusuk raga. Di hadapannya kini terdapat Leteshia yang fokus bergelut dengan alat masaknya. Sudah berkali-kali gadis itu menawarkan bantuan, tapi Leteshia selalu menolak dengan alasan tak ingin diganggu dan dibantu.
Pandangan Korona menyapu sekitar. Memandang ruang tengah tanpa sekat. Gadis itu mendapati Aisar dan Ailen yang duduk bersebelahan. Tampak fokus pada televisi dengan laptop yang bersanding di atas meja. Sesekali seperti membicarakan sesuatu, yang di akhiri dengan terkekeh kecil dan akhirnya tertawa pecah.
Perhatian gadis itu tak lagi terpusat pada dua insan yang saling melempar tawa. Tak sengaja pandangannya bertemu dengan Elzio yang kini duduk tepat dihadapannya. Pria itu tersenyum hangat membuat Korona sedikit gelagapan meresponnya.
“Jika kau terus melamun seperti itu, lebih baik kau membantuku,” ujar Elzio sambil meletakkan sebuah buku di atas meja.
Korona menghela napas lega lalu tersenyum sumringah. “Sedari tadi aku memang selalu menawarkan untuk membantu, tapi tak ada yang menggubris. Jadi, apa yang perlu aku lakukan?”
“Tak sulit sebenarnya. Hanya menemaniku membaca sebuah buku. Dongeng dari negeriku dan aku yakin kau tak pernah membacanya.”
Korona mengangguk paham lalu menarik pandangan pada sampul buku itu. Menerka-nerka apa isi dalamnya yang mungkin akan membuat gadis itu rela begadang hanya untuk menyelesaiknnya.
“Korona, aku ingin memberitahumu sesuatu. Perihal aku dan kesalahanku.”
Elzio kembali berujar namun kini air mukanya masam. Terlihat penyesalan yang terlukis serta kepala yang menunduk sejenak. Menarik napas untuk melanjutkan kalimat. “Aku minta maaf, aku tak pernah bermasud menyakitimu.”
Korona mengerutkan keningnya bingung. Ini terjadi begitu cepat. “Maksudmu?”
“Clara. Aku tak benar-benar menyukainya. Semua yang dikatakan Diego itu salah. Awalnya, aku hanya bermaksud untuk membuatmu cemburu. Tapi, aku rasa aku terlalu berlebihan.”
Korona menunduk tanpa sepatah kata pun yang terlontar dari mulutnya. Tangannya bermain dengan ujung baju. Ia sudah sejauh ini. Bahkan ia sudah hampir berhenti menyukai pria itu. Wajar bila ia lelah. Gadis mana yang sudi diabaikan dengan pemandangan belahan hati dan gadis lain di hadapan. Apalagi saling melempar senyuman yang mengubah hawa sekitar. Hangat.
Elzio menghela napas ketika Korona masih terdiam hingga seperkian detik. Ia sudah menyangka bahwa gadis itu tak bisa berkata apa-apa. Detik selanjutnya adalah Elzio menarik kursinya ke belakang lalu berlutut di hadapan Korona. Korona yang sedang duduk di kursi terlihat lebih tinggi dari Elzio.