13. Water Is the Way

79 14 8
                                    

Setelah beberapa hari menempuh perjalanan, akhirnya mereka dapat menapak langkah di pasir lembut ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah beberapa hari menempuh perjalanan, akhirnya mereka dapat menapak langkah di pasir lembut ini. Tentu, mereka ada di pantai Mytros. Mereka berdiri sejajar, tersenyum ketika angin menerpa wajah mereka.

Elzio langsung membawa mereka pada gua yang ada di sebelah kanan pantai. Mereka menelusuri gua yang tak terlalu gelap karena masih ada celah matahari yang masuk. Air sesekali tampak menetes membuat perasaan tenang dan takut bebarengan.

Sampailah mereka pada sebuah portal besar yang diliputi angin yang lumayan kencang. Mereka terpaksa mundur menjauh dari portal itu.

“Kenapa portalnya retak?”

Aisar sedikit mendekat. Menyerngit memperhatikan portal yang retak seperti sengaja dirusak. Ia mundur kembali lalu menegakkan tubuhnya. “Seseorang merusak portalnya. Aku rasa rencana itu telah dimulai. Mereka menutup semua akses menuju dunia immortal.

Korona terduduk di batu yang cukup besar. Wajahnya tampak lesu setelah mendengar perkataan Aisar. Gadis itu menunduk menatap kalung yang sedari tadi ia genggam. “Jadi, tidak ada harapan?”

Semua terdiam. Hanya percikan air yang tersengar dari beberapa sisi. Korona kemudian memeluk lututnya—menenggelamkan wajah pada lutut. Elzio menghela napas lalu ikut duduk di samping Korona. Pria itu mengusap rambut Korona yang tergerai indah.

“Jangan menangis. Wajahmu tak pantas dihiasi dengan air mata.”

Korona mendongak—menatap Elzio dalam. Cukup lama. Matanya basah karena menangis sejak keadaan hening. Gadis itu memang yang paling cengeng. Hatinya begitu sensitif. Kadang kala, ia benci dirinya. Benci membuat orang lain merasa bersalah atas tangisnya.

Elzio menarik Korona dalam dekapannya. Mengecup puncak kepala Korona singkat membuat tangis gadis itu makin pecah. Korona terisak tanpa membendung semuanya lagi.

Yang lainnya menunduk sendu. Melihat teman satu timnya menangis tidak berdaya membuat mereka semua merasa gagal. Ailen sesekali mengusap air matanya yang hampir jatuh. Melihat sahabatnya menangis sesegukan membuat hatinya hancur.

Leteshia mengalihkan pandangan—ia beranjak menulusuri sekitar. Bukannya ia tak peduli, tapi, ia hanya tak mau membuat hatinya sakit. Ia tak mau terlihat lemah karena isak tangis sahabatnya itu.

Ia duduk tak jauh dari jangkauan yang lain. Tepat di sampingnya ada kolam kecil yang di atasnya terdapat air yang menetes. Percikan air semakin membuatnya larut dalam pikiran.

“Air adalah jalan.”

“Air adalah kehidupan.”

“Air adalah pemersatu yang padu.”

“Air adalah pintu bagi siapapun yang membutuhkannya.”

Suara itu terdengar samar di pikiran Leteshia. Gadis itu berdiri—memastikan tak ada siapapun di sana. Ia sedikit tersentak ketika menyadari sesuatu lalu kembali pada yang lain. Dilihatnya Korona yang sudah tenang di pelukan Elzio. Tampak sesekali pria itu mengusap punggung Korona.

Last BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang