23. Stay

11 2 4
                                    

Korona merasa seseorang memanggilnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Korona merasa seseorang memanggilnya. Semakin keras, semakin jauh, dan semakin pedih ketika mendengarnya. Telinganya berdengung. Suara disekitarnya menggema dan hanya berpusat pada seseorang yang bahkan ia tidak tahu dimana keberadaannya. Gadis itu perlahan mundur, tak sadar telah memisahkan diri dari teman-temannya yang masih berdebat soal rencana selanjutnya.

Gadis itu seolah tertarik. Tak kunjung berhenti hingga akhirnya ia melihat sesuatu di kejauhan. "Korona, please help me. Help me out!".

Tubuh Korona bergetar, gadis itu tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Entah ilusi apa yang merasuki dirinya. Korona kemudian seperti ditarik kembali ke dunia nyata. Gadis itu segera bersembunyi di balik pohon didekatnya. Korona menggeleng, meraba beberapa bagian tubuhnya untuk memastikan ini nyata. Kemudian, Korona memunculkan wajahnya dari balik pohon, melihat apa yang ia lihat beberapa detik lalu.

God, ini nyata.

Korona tak bisa berpikir jernih dalam keadaan seperti ini. Gadis yang dilihatnya benar-benar butuh pertolongan. Ia tak peduli bahwa gadis itu terlihat marah dan memutuskan untuk tidak berbicara dengannya ketika mengetahui dark magic Korona menyakiti salah satu rasnya. Mereka sebelumnya berteman. Dan akan selalu begitu.

Terbayang wajah Emma saat pertama gadis itu menyambut hangat dirinya. Beruntunglah Korona yang berada di tempat persingahan yang aman dan nyaman. Namun, tidak untuk sekarang.

Korona jongkok, mengambil ranting kayu yang ada di dekatnya. Terlihat bodoh untuk melawan pria-pria kuat itu tapi Korona tak peduli. Gadis itu berdiri, mengambil napas menyiapkan dirinya pada keputusan tanpa persiapan itu. Korona bukan pengecut yang membiarkan temannya mati begitu saja. Dia masih butuh Emma. Langkah pertama ia berlari, keadaan masih baik-baik saja. Hingga akhirnya, gadis itu semakin mendekat pada Emma yang kondisinya cukup memprihatinkan. Tangannya diikat pada tiang kayu. Tubuhnya basah kuyub sebab cairan pembakar milik para pria berjubah itu.

Semakin dekat, ia dapat melihat tatapan penuh harap Emma. Seolah mengatakan "Kau pasti bisa, Korona."

Skrtt!

Tidak semudah itu. Salah satu pria berjubah melihat Korona mendekat dan menyerang Korona dengan sihir berwarna merahnya. Korona terduduk seketika. Dunia seakan berjalan melambat. Gadis itu bahkan dapat mendengar teriakan Emma dengan begitu jelas. "Bangkit, Korona! You can do it!".

Saat ini, jika Korona boleh menjawab, ia pasti menjawab tidak. Ia benar-benar selemah itu. Jika dipinta berdiri pun, ia akan menjawab tidak bisa. Darah pekat mulai keluar lewat mulutnya, terbatuk-batuk seolah ada yang mencekiknya. Sihir itu benar-benar menyiksa dirinya. Luka yang pernah ia dapatkan ketika berlatih kuda pun jauh lebih baik daripada luka sihir. Korona tidak mau menyerah semudah itu, gadis itu berusaha sekuat tenaga untuk melihat ke depan dengan jelas.

Dapat dilihat dengan jelas, bahwa pria yang tadi menyerangnya terlihat begitu bangga bisa mencegah Korona. Melihat korbannya menderita adalah hal yang paling ia sukai sepanjang hidupnya. Pria itu kemudian mengambil beberapa abu dari mangkuk di tangan kirinya. Meenuturkan beberapa mantra lalu menaburkan abu tersebut pada Emma. Boom! Dengan seketika api muncul melahap Emma yang berteriak kesakitan.

Last BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang