12. The Dream

98 14 6
                                    

Korona berhenti pada sebuah gaun yang indah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Korona berhenti pada sebuah gaun yang indah. Pernak-pernik berkilauan yang terlihat cukup mahal. Raganya sekilas tenteram mengingat betapa cantiknya gaun itu ketika dikenakan oleh dirinya. Ia berbalik ketika telinganya samar-samar mendengar Andert yang memanggilnya dari ujung ruangan. Ruangan ini cukup besar untuk seukuran ruang gaun.

“Apa kau menyukai salah satunya? Pilihlah sesukamu dan jadikan itu hak milikmu.”

Korona tersenyum saat pria itu melangkah mendekat. Tangannya mengusap pipi Korona membuat gadis itu mengumpat kesal dalam hati. Andert mendekatkan wajahnya membuat Korona memuntir tangannya hingga Andert berbalik.

“Jangan pernah bermain-main denganku, Tuan Pedo.”

Korona menyibak gaun yang terbelah pada bagian paha kanan itu dan menaruh moncong pistol tepat di pelipis Andert. Gadis itu mendekatkan mulut pada telinga Andert agar pria itu dapat mendengar perkataannya lebih jelas.

“Seorang pria duda dengan rumah semewah ini pasti punya rahasia kelam yang gelap. Aku berani bertaruh bahwa kau tak sedikit mengorbankan banyak orang sebagai subjekmu.”

Andert menyeringai tanpa berniat memberontak sedikit pun. Ia bisa merasakan hawa mencekam dari gadis di balik tubuhnya itu. “Nona yang datang dengan penuh misi, siapa yang tak tertarik, huh? Kau cantik namun sayangnya bukan tipeku.”

“Diam, brengsek.” Korona menekan moncong pistol lebih keras. Bahkan kini ia telah menarik pelatuk pistol untuk berjaga. “Berikan kodenya.”

Andert tetap diam sambil sesekali terkekeh. Ia paham maksud gadis itu. Korona bukan orang pertama yang mengancamnya seperti ini. Dengan dalih ingin merebut penelitian hingga kekayaan yang dimiliki sudah seperti makanan sehari-hari yang keluar dari mulut mereka.

Korona mengerang frustasi pada pria sialan ini yang terus-terusan mengalihkan pembicaraan. Terlihat seperti mengulur waktu. Begitu licik. Bisa saja semenit kemudian para antek-anteknya datang untuk menyerang Korona karena telah membahayakan bosnya.

“Katakan kodenya atau temanku akan membunuh anak gadismu. Aku beri kau waktu lima detik. Atau aku tak segan-segan meluncurkan peluru ini.”

Korona mulai menghitung kala Andert tak merespon apapun. Sepertinya ia berinteraksi dengan patung bukan manusia. Ekspresinya masih santai bahkan masih sempat tersenyum disela ucapan Korona.

“Satu....”

“Dua....”

Andert masih terdiam.

“Tiga—”

“04414.”

“Bagus. Anyway, kalau kau berbohong, aku tak segan-segan memberikanmu sebagai makan siang para werewolf dan vampire percobaanmu.”

Dorr!

Dorr!

*****

Last BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang