Ketiga gadis spesial yang menjadi target mutlak siapapun yang menginginkan keabadian. Tiga spesies gabungan terkuat yang memutuskan untuk kembali mencari orangtuanya yang telah lama hilang. Mereka dipaksa berjuang. Bertahan. Dan terus menetap.
Lente...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Biar darahku yang menjadi obat Elzio.”
“Apa?! Kau gila. Kau bisa saja tak selamat, Korona. Aku belum siap kehilanganmu,” potong Ailen tak terima sambil melotot ke arah gadis labil itu.
“Gadis tak dewasa dengan pemikiran yang labil? Untuk apa kalian hentikan, huh? Biarkan saja—yang terpenting sekarang adalah Elzio pulih. Kita tak butuh gadis itu lagi.”
Plak...
“Bodoh!”
Clara mengusap pipinya yang memerah karena tamparan milik Leteshia. Ia kembali menatap lurus dan mendapati gadis itu yang mendengus kesal. Sedetik kemudian, mereka semua hening tanpa berniat membuka pembicaraan.
“Biarkan gadis bekas itu menjadi santapan Elzio!” ujar Leteshia kemudian.
“Tapi—”
“BERHENTI MEMBANTAH!” Leteshia menoleh ketika tangan milik Ailen sudah singgah pada punggung dan mengusapnya pelan. Hal kecil yang biasa dilakukan ketika Leteshia marah. Pandangan Leteshia kembali pada Diego yang telah memandangnya sengit. “Aku tak bodoh, kau masih mencintainya. Lalu, apa yang akan kau lalukan, huh? Terus-terusan menyela Korona dan melindungi gadis itu?”
Diego membenarkan posisi berdirinya ketika Leteshia berjalan mendekat. “Buka matamu! Bahkan aku tak percaya gadis itu masih kuat melawan masa sekaratnya.” Telunjuk Leteshia menempel pada dada kanan Diego lalu mendorongnya kasar.
“Kita masih butuh Elzio. Korona masih butuh Elzio. Oh, aku hampir saja lupa.” Leteshia menggantung kalimatnya lalu kembali pada Clara. “Kenapa kita tak korbankan dia saja? ‘Kita tak membutuhkan gadis itu lagi.’ begitu, kan, katanya.”
“Maka yang dimaksud gadis itu adalah dirinya sendiri. Gadis bodoh.”
Elzio yang sedari tadi duduk di tepi beranjak berdiri dengan sedikit terhuyung. “Hentikan semua ini. Aku tak mungkin menghisap darah Clara.”
“Brengsek.” Leteshia menyunggingkan senyum miring lalu menatap Diego dan Elzio gantian. “Kalian para pria yang tak bisa menghargai perasaan wanita, sebaiknya enyah. Kau, Elzio. Kau tahu bahwa ada gadis yang selalu menunggu untukmu. Menangis ketika kau lebih memilih sekedar berbincang dengan gadis lain. Dimana otakmu, bodoh?”
Kedua pria yang dimaksud kembali terdiam. Membisu tanpa adanya kekuatan untuk menyela.
“Dan kau, Diego. Berkawanlah dengan realita. Kau telah melindungi orang yang bahkan tak bisa kau gapai kembali. Biarkan dia pergi dan fokuslah kepada misi ini.”
****
Diego duduk di kursi tepat di tepi kolam renang. Melamun membawanya kepada kejadian tadi siang—ketika seseorang yang pernah singgah dihati harus pergi dengan cara mengenaskan di depan matanya sendiri. Benar. Elzio tak dapat menahan semuanya. Pria itu terlalu kalut hingga Isabelle dinyatakan tiada.