Leteshia mengecek smartphonenya untuk kesekian kalinya. Gadis itu mondar-mandir. Raut wajahnya khawatir.
Sudah beberapa jam Ailen tak menjawab pesannya. Ailen yang notabene-nya paling dewasa dan tahu situasi selalu memberi kabar dan mengirim pesan walaupun singkat. Ada apa dengannya? Apa dia baik-baik saja?
Korona yang melihat keadaan Leteshia ikut khawatir. Pasalnya pesan yang ia kirimkan beberapa jam yang lalu bernasib sama--tidak dijawab.
“Apa kita perlu menyusulnya? Aku sangat khawatir, tak biasanya dia seperti ini. Teleponnya tak aktif, bahkan kata orang sekitar sana, toko roti kita tutup,” ujar Leteshia terlihat muram.
Alis Korona menyerngit heran. “Tutup? Bukankah masih lama menuju jam tutup?”
“Kau benar. Tutup,” ulang Leteshia. “Alangkah lebih baik, bukan, jika kita mengeceknya sendiri?”
Korona mengangguk sebagai jawaban. Mereka bersiap-siap. Hanya sekedar mengambil tas dan mengisinya dengan barang-barang penting. Menyampirkan cardigan berwarna coklat tua.
Korona pergi ke belakang rumah untuk mengunci pintu. Sedangkan Leteshia menunggu di pintu depan rumah.
Korona menoleh kebelakang. Bunyi gaduh terdengar dari pintu depan. Pintu didobrak dengan paksa. Suara langkah seseorang makin membanyak.
Siapa itu?
Korona berjalan, punggungnya masih menempel pada dinding. Korona menguping. Di sana ada Leteshia, beberapa pria dan--Austin.
Korona terpekik ketika melihat sahabatnya itu dicekik oleh Austin. Dengan cepat, Korona menutup mulutnya. Napasnya mulai naik turun tatkala salah satu pria menyuntikkan bius pada Leteshia.
Austin menyeringai menang. Diangkatnya tubuh Leteshia lalu ia bawa keluar--menuju mobil. Kumpulan pria yang belum membubarkan diri itu memusatkan perhatian ke balik tembok. Itu Korona. Korona yang berlari menciptakan sedikit bising.
Korona lari sekuat tenaga. Tangannya yang gemetar membuka pintu belakang dengan kunci yang masih menggantung. Gadis berambut pirang itu terus berlari di area taman belakang--di ikuti oleh beberapa pria tadi.
Kakinya kelu dan berdarah ketika menyandung batu. Tiba-tiba semua pria itu berhenti. Matanya berubah merah lalu satu persatu mengubah dirinya menjadi werewolf.
Mereka? Shit. Aku harus selamat.
Korona bangkit walau kakinya tak mendukung. Ia sedikit menyeret kakinya, membuka pagar taman lalu kembali berlari. Kumpulan werewolf itu mengejarnya dari belakang, mengoyak pagar begitu saja.
Korona menunduk menyadari sesuatu. Darah. Mereka menginginkannya untuk dijadikan makanan. Gadis itu terus berlari--mengingat ada danau dekat sini.
Korona menyelupkan diri ke danau. Kumpulan werewolf itu berhenti di pinggir danau. Memperhatikan permukaan air yang tak memunculkan kepala Korona.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Blood
FantasyKetiga gadis spesial yang menjadi target mutlak siapapun yang menginginkan keabadian. Tiga spesies gabungan terkuat yang memutuskan untuk kembali mencari orangtuanya yang telah lama hilang. Mereka dipaksa berjuang. Bertahan. Dan terus menetap. Lente...