Keadaan Memburuk (2)✔️

236 61 51
                                    

Hari ke-48

Angin berembus kencang membuat gelombang-gelombang air bergulung indah menerpa pasir dan jari-jemari kaki Dean. Rambut hitam lurus sebatas pinggang yang biasanya begitu rapi tengah melambai-lambai mengikuti ke mana angina membawa pergi.

"Tangkap aku kalau kau bisaaaaa ...," teriak Dean sembari melangkah mundur ketika melihat lelaki beberapa meter di depannya menampilkan seringaian.

Dean berlari sepanjang pantai dengan wajah yang begitu tampak bahagia. Tawanya semakin kencang ketika lelaki yang mengejarnya hanya beberapa jengkal tepat di belakang.

"Dapat kau!" ujar lelaki itu sembari memeluk Dean dan mengangkat gadis itu di udara.

Dean terengah-engah, tapi senyumnya masih terpatri jelas. "Kaki pendekku tidak sebanding dengan kaki panjangmu," tuturnya.

"Salahmu karena tidak mau meminum susu peninggi badan yang sudah aku belikan." Lelaki yang tak lain adalah Jungkook kembali menurunkan Dean.

"Terima kasih, Kook. Aku selalu ingin ke pantai," ujar Dean sambil kembali menyusuri pantai yang begitu luas dan terlihat sepi. Orang-orang mungkin masih banyak bergelung dalam selimut mengingat cuaca yang sangat dingin dan matahari baru saja menampakkan dirinya dari ufuk timur.

"Aku juga ...," ucap Jungkook lalu menghela napas sekali.

"Kenapa?" tanya Dean.

Jungkook menggeleng dan tersenyum tipis. "Tidak. Hanya saja akhir-akhir ini sungguh melelahkan."

Dean memandang lekat mata bulat milik Jungkook yang menyiratkan kesedihan mendalam. Dean sangat tahu betapa gelisahnya Jungkook menghadapi masalah yang menimpanya. Reputasi yang didapat setelah bertahun-tahun berlalu bisa saja hancur dalam sekejap mata hanya karena rumor yang bisa dibuat oleh siapa saja. Lebih parahnya lagi, hanya karena rumor yang menimpa satu orang, maka akan merambat kepada orang terdekatnya.

Jerih payah mereka saat pertama kali bersama-sama berjuang hingga sampai mereka berhasil bisa saja hancur karena selembar foto. Jungkook marah pada orang yang menyebabkan itu semua, namun Jungkook lebih marah pada dirinya sendiri. BTSS hampir mendekati titik kehancuran hanya karena dirinya. Masih sangat melekat di benaknya di saat member lain menangis memikirkan nasib mereka yang tak tentu di dunia entertainment. Saat satu orang menangis, maka yang lain merangkul. Kini, Jungkook sangat paham apa arti dari kata sahabat. Tidak sekadar sahabat, tapi keluargalah kata yang tepat untuk mereka semua.

"Jangan menangis. Kau cengeng sekali," ujar Dean sembari menarik tangan Jungkook untuk duduk di atas pasir kering sambil menikmati cahaya mentari yang sedikit menghangatkan tubuh mereka.

"Andai saja waktu itu aku tidak bertemu dengan Hye Mi ..." Mata Jungkook memandang ke depan dengan air mata yang mengalir pelan turun hingga ke dagu. " ... andai saja aku tidak berteman dengan Hye Mi ..." Jungkook menghapus air matanya. "Andai saja aku tidak menjadi anggota BTSS ... mereka pasti tidak akan mendapat hinaan karena masalahku... mereka tidak akan terlihat murung ..."

"Jangan suka berandai-andai, Kook. Itu tidak akan mengubah apa pun. Kau hanya merasakan penyesalan dan kemarahan pada diri sendiri."

Lagi-lagi Jungkook menghela napas. "Kau benar, Dhean. Tidak seharusnya aku berandai-andai seperti itu. Tapi ... ada satu hal yang sangat aku sesalkan," ucap Jungkook seraya menatap lekat wajah gadis yang juga tengah memandangnya.

Dean seakan tersihir dengan sorotan menawan dari Jungkook. Hanya satu kata yang bisa ia keluarkan. "Apa?"

"Andai saja ..." Jungkook tersenyum hingga menampilkan dua gigi kelincinya. "Andai saja aku tinggal di Indonesia dan hidup bersamamu. Bisa menjadi temanmu dan bisa dekat denganmu ... andai saja itu aku, bukan lelaki yang kau panggil Gara."

Together with BTSS ¦| JJK |¦ (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang