Akhir (2)✔️

185 40 59
                                    

Tiga tahun kemudian ...

Hari ini tidak berbeda dari hari-hari sebelumnya. Bangun di pagi hari dan berangkat kerja hingga langit mulai menampakkan warna kemerahan, maka gadis itu pun pulang ke rumah. Setidaknya sekarang hari Minggu, saatnya mengistirahatkan otot-otot yang tegang lantaran bekerja di depan komputer sepanjang hari.

Tidak ada kegiatan spesial yang Dean lakukan di akhir pekan. Memasak, menyiram tanaman, membereskan rumah dari debu-debu yang sudah ditumpuk selama enam hari, lalu sisanya menghabiskan waktunya di atas sofa sambil menonton apa saja yang menarik perhatiannya.

"Makanlah yang banyak, Micha." Kucing putih itu mengingatkan Dean pada kucingnya dulu, Mochi. Sedih rasanya mengingat kucing kesayangannya mati terlindas mobil di depan rumah. Dean menangis dua hari dua malam waktu itu. Untung saja masih ada Micha, anak kucing tetangga sebelah. Kemungkinan anaknya Mochi, sebab rupa dan lekuk tubuhnya sama persis dengan Mochi.

"Kau sedang apa?" tanya seseorang sambil mengucek sebelah matanya.

Dean menoleh sekilas. "Baru selesai memberi Micha makan." Dean berjalan ke pantry. Siang itu panasnya sangat menyengat. Baru tengah hari, tapi Dean sudah menghabiskan bergelas-gelas teh es.

Kegiatan Dean yang tengah menuangkan air dari teko teh miniso terganggu karena merasakan dua tangan memeluknya dari arah belakang.

"Kenapa?" tanya Dean sambil menuangkan teh ke gelas yang kedua.

"Aku bosan. Bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan?"

Dean berbalik dengan posisi masih di dekapan si lelaki. "Aku lelah dan ingin beristirahat. Bagaimana kalau kita pergi lain waktu? Lagi pula hari ingin sangat panas. Aku tidak mau terpanggang," ujar Dean seraya melepaskan tautan tangan yang memeluknya.

Dean beranjak ke sofa panjang dan membaringkan tubuhnya menyamping. Lelaki yang memasang wajah cemberut mengikuti Dean. Menyuruh Dean duduk sejenak, lalu mendudukkan dirinya di sofa seraya menarik kepala gadis itu untuk kembali berbaring dengan pahanya sebagai bantal.

Saluran berubah setiap dua detik sekali. Acara memancing, kartun bewarna kuning, dan sinetron azab tidak menarik perhatiannya. Hingga tangannya berhenti di salah satu siaran yang menampilkan berita mengenai salah satu boyband Korea Selatan yang semakin populer dan mendunia.

"Boyband asal Korea Selatan yaitu BTSS telah memenangkan beberapa penghargaan di ajang music award .... "

Syukurlah kalian baik-baik saja. Seulas senyum terbit di bibir manis milik Dean. Seusai berita itu berakhir, Dean mematikan televisi dan berbaring telentang sambil meneliti wajah lelaki yang menunjukkan kekesalannya.

"Kenapa dimatikan? Aku ingin menonton, Dean," gerutunya.

"Pulanglah ke rumahmu kalau kau ingin menonton," jawab Dean sambil menampar pelan pipi tirus si lelaki.

Lelaki itu menghela napas sebentar. "Aku lebih suka di sini bersamamu," ucapnya sambil mengelus pipi Dean.

"Tapi aku tidak suka bersamamu. Kau selalu saja menempel padaku seperti permen karet," kata Dean dengan setengah bergurau.

"Kau menyakiti hatiku, Dean." Terpampang raut kecewa setelah mendengar ujaran Dean yang sebenarnya hanya gurauan semata untuk menjahili lelaki itu.

Dean tergelak. "Aku hanya bercanda. Maafkan aku," kata Dean sambil cekikikan.

"Aku tidak akan memaafkanmu kalau kau tidak mau jalan-jalan bersamaku sekarang!"

Gadis itu memutar mata dengan malas. "Baiklah, ayo kita jalan. Tapi kalau sampai kulitku menjadi cokelat tua, awas saja ya!" ucap Dean sembari melayangkan tatapan tajam.

Together with BTSS ¦| JJK |¦ (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang