Raditya Life Story #8

310 16 1
                                    

Adit menuntun Zahra agar masuk ke ruangan yang ada di cafe, untuk menemui Alfin, meminta maaf atas apa yang diucapkannya saat pembukaan cafe kemarin.

Tanpa mengetuk pintu, Adit membawa Zahra masuk ke sana, tak lupa dengan salam yang diucapkan yang dijawab juga oleh Alfin. Melihat Adit dan Zahra yang datang, Alfin bangkit dari tempat duduknya lalu beralih ke sisi lain ruangan yang terdapat sofa. Adit dan Zahra sudah duduk di sana, lalu disusul oleh Alfin.

"Sorry gue ganggu waktunya, Fin ..." ucap Adit basa-basi.

"Kaya ke siapa aja. Lagian ini juga tempat lo, Dit."

Adit menggeleng kecil. "Dari perjanjian kita, tempat ini udah jadi milik lo, gue cuma bantu ngurus aja selama 6 bulan."

"Ok ok lo menang,"

Adit mengangguk percaya diri. Sikutan di perutnya menyadarkan Adit akan tujuannya ke sini.

"Hampir lupa gue, nih! Zara katanya mau ngomong."

Alfin mengalihkan pandangannya pada Zahra, menatapnya. Menunggu Zahra berbicara.

"Aku mau minta maaf sama Kang Alfin atas omongan aku waktu oembukaan cafe kemarin. Aku sadar kalimatku waktu itu sangat gak baik. Aku bahkan ngusir Kang Alfin dari rumah."

Alfin tersenyum tipis. "Gak apa-apa, Ra ... aku ngerti kok maksud kamu ngomong gitu. Kalaupun aku ada di posisi kamu, aku pasti akan ngomong hal yang sama, eh--mungkin lebih parah."

"Tapi aku beneran gak maksud ngomong gitu. Sejak pulang kemarin, aku selalu kepikiran hal ini."

"Iya, tapi beneran gak apa-apa. Jangan terlalu di pikirin. 'Kan aku udah bilang, aku ngerti alasan kamu bilang gitu, Ra."

"Tt--"

"Udah, Za ... Alfin udah bilang gak apa-apa." Adit memotong ucapan Zahra saat menyadari Alfin menatap dirinya, meminta tolong menjelaskan pada Zahra.

"Alfin bukan orang yang gampang masukin omongan orang dalam hati. Dia itu kaya kamu, Za ... tapi versi laki-lakinya. Dia selalu lupa omongan orang tentangnya yang sedikit menyinggung ataupun memang menyinggungnya."

"Tta---"

"Gak ada tapi-tapian lagi," potong Adit lagi.

Zahra menghela nafas dalam, sementara Alfin terkekeh kecil melihat hal itu. Lucu saja, ternyata begini interaksi antar sepasang suami istri itu. Selama ini Alfin hanya mendengar interaksi antara Adit dan Zahra lewat cerita yang Adit lontarkan, tapi sekarang kini dia melihatnya secara langsung.

"Ngapain lo senyum-senyum gitu?" tanya Adit pada Alfin.

Alfin menggeleng pelan. "Lucu, lihat interaksi kalian berdua. Aneh aja gue lihatnya. Tapi asyik juga."

"Makanya, nikah dong!," ejek Adit pada Alfin. "Enak tahu," tambahnya.

"Nikah itu ada di urutan ke 15 dalam hidup gue ... masih banyak yang harus gue capai dulu sebelum gue bener-bener udah siap. Gue gak mau ya kalau nantinya jadi nelantarin keluarga kecil gue."

Adit yang tadinya ingin mengejek Alfin, kini dibuat terdiam dengan jawaban yang Alfin lontarkan. Benar-benar copyannya Zahra di versi laki-laki. Sangat terarah sekali.

"Gue baru ada di tahap ke delapan, tujuh tahap lagi, baru gue siap."

"Wahhh! Kang Alfin hebat, ya?" Zahra tak dapat menutupi rasa kagumnya pada Alfin.

Zahra menatap mata Alfin dengan penuh binar. Tidak menyangka Alfin bisa berpikiran seperti itu. Alfin yang mendapat tatapan penuh binar itu hanya mengangguk kecil sambil tersenyum lebar, manis, sungguh manis. Interaksi keduanya tak lepas dari pandangan Adit, Adit cemburu. Adit mengerti tatapan Zahra itu karena rasa kagum, tapi tetap saja. Adit cemburu.

Raditya Life StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang