Raditya Life Story #13

256 17 1
                                    

"Maaf buat Aa khawatir," ucap Zahra masih dengan berbaring dan memegang tangan Adit.

Adit mengelus pelan tangan Zahra dan menggeleng kecil. "Gak ada yang salah, udah seharusnya Aa khawatir."

"Iya, Ra. Harusnya kamu bersyukur karena si Radit khawatir, itu 'kan wajar. Beda lagi kalau ngak kahwatir, perlu di waspadai," ucap Alfin menambahkan.

"Tuh!" Zahra terkekeh kecil. "Iya-iya kali ini aku yang salah. Kalau gitu, aku mau minta maaf aja sama Kang Alfin dan Kang Eka."

"Loh, kenapa kita?" Eka dan Alfin sama terkejutnya.

"Atas nama A Adit, aku mau minta maaf. A Adit pasti ngeselin ya pas lagi khawatir gitu, dan kalian jadi kena imbasnya. Karena aku yang buat A Adit khawatir jadi aku yang harus minta maaf."

"Oh ... itu." Alfin dan Eka sama-sama tertawa.

"Ya, kita nerima aja sih, Ra ... si Radit 'kan emang gitu kelakuannya. Udah kebal kita-kita itu, ya 'kan, Fin?" Alfin hanya berdehem menyetujui ucapan Eka.

Sementara yang dibicarakannya hanya diam. Adit sadar diri, dia memang sedikit rese kalau lagi khawatir. Jadi percuma jika Adit menyanggah.

"Udah ya ketawanya. Sekarang kamu istirahat. Gak boleh terlalu kecapean."

Zahra menghentikan tawanya, begitu pun dengan Alfin dan Eka. "Maaf buat hari bahagia Aa jadi rusak," ucap Zahra pelan namun Adit masih bisa mendengarnya.

Adit menggeleng pelan. "Gak ada yang rusak dan salah selama kamu tetap di samping Aa," bisik Adit pelan saat hendak mencium pelipis Zahra.

"Tunggu, A." Adit menghentikan tangannya yang hendak menaikkan selimut.

"Di tas aku, ada surat. Itu buat Aa, hadiah kelulusan. Surat itu sebenarnya aku buat saat beberapa hari setelah pernikahan kita, cuma aku baru berani kasih sekarang."

Zahra langsung mengambil selimutnya dan menyelimuti dirinya sendiri kemudian menutup matanya. 

"Apalah daya kita yang jomblo gini, Fin ..." Alfin menggerakan bahunya kasar saat Eka dengan sengaja mendramatisir apa yang tadi di ucapkannya dengan menenggelamkan kepalanya ke bahu Alfin.

"Untung aja Adik lo lagi tebus obat ke luar, Dit. Kasihan gue sama dia, pasti dia terus ngelihat hal kaya gitu."

Adit menghiraukan ucapan Eka. Dia beranjak dari duduknya, mencari surat yang Zahra maksud. Setelah mendapatkan apa yang di maksud, Adit menarik Eka dan Alfin agar menjauh dari tempat tidur, membiarkan Zahra istirahat. Adit membawa Alfin dan Eka ke sofa yang masih ada di ruangan. Adit sengaja memilih kamar VVIP agar Zahra bisa nyaman di sini. Apalagi dokter bilang, Zahra harus di rawat agar menjaga kandungan dan dirinya stabil sampai masa melahirkan tiba. Dan jika perhitungan dokter kandungan benar, Zahra akan melahirkan 3 minggu yang akan datang.

"Bener kata Zara tadi, sorry, gue udah buat lo berdua bingung."

"Kaya ke siapa aja lo."

"Tapi setelah gue pikir-pikir gue beneran gak enak. Sikap gue tadi, kayanya bikin lo berdua jengkel."

"Sekali lagi lo bilang maaf, gue gak akan pernah bantu lo lagi, Dit."

Adit menghela nafas pelan. "Yaudah, kalau gitu makasih, di terima 'kan?"

Alfin dan Eka saling pandang kemudian mengangguk secara bersamaan. Adit mengambil surat yang Zahra kasih tahu tadi. Sungguh unik, Zahra selalu mempunyai cara yang membuatnya makin jatuh cinta, walaupun hal kecil seperti ini.

Senyum lagi-lagi Adit perlihatkan. Namun setelah surat itu terbuka senyum di wajah Adit tergantikan oleh helaan nafas. "Hm." Adit menghela nafas pelan sambil melihat surat itu. "Lagi-lagi ...."

Raditya Life StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang