Raditya Life Story #39

155 10 0
                                    

"Bayi?" tanya Zani heran.

"Ya, pulang dari sini. Bilang kalau kamu sedang mengandung."

Zani berjalan lebih mendekat ke arah Adit.

"Aku?" tanyanya sambil menunjuk diri sendiri.

"Siapa lagi."

"Kakak!" teriak Fira langsung ketika Kakaknya malah meminta Kakak ipar barunya untuk berpura-pura.

Adit hanya menatap keduanya dengan diam. Pandandangan mata yang lurus. Zani sudah mengeluarkan air matanya. Ok, Zani bisa saja menahan ucapan Adit mengenai ketidaksukaannya secara kiasan maupun langsung. Tapi permintaan Adit kali ini? Zani tidak bisa membayangkannya. Bagaimana mungkin Adit meminta hal ini? Zani bahkan tidak mrnyangka Adit bersikap seperti ini. Zani tidak menyangka kalau dia mencintai orang seperti Adit.

Tapi apa daya Zani? Setelah mendengar perkataan Adit tadi, jujur Zani sakit hati. Sangat sakit hati dan yang laing besar adalah kecewa. Tapi mengapa, Zani merasa sangat sedih saat membayangkan lebih jauh kalau Zani membenci Adit karena hal ini. Zani tidak bisa membencinya.

Fira mundur perlahan dengan memegang perutnya yang masih rata. Ia menggelengkan kepalanya.

"Tidak, Kak. Tidak. Ini anakku. Walaupun aku tidak mengingkannya. Tapi bagaimana mungkin aku menyerahkannya begitu saja," ucap Fira sambil terus berjalan mundur.

Adit mengacak rambutnya kasar. Ia prustasi, benar-benar prustasi. Bagaimana cara membuat Fira paham kalau maksud Adit yang sesuangguhnya adalah hal baik. Adit mengambil nafas dalam, mencoba untuk mengatur emosinya.

"Berhenti," ucapnya pelan namun Fira tetap berjalan mundur dengan perlahan.

"Berhenti!"

Teriakan Adit membuat Fira berhenti melangkah mundur. Zani menghampiri Fira yang hampir terduduk di lantai. Sementara Adit pergi duduk di sofa. Ia menunduk, memijat pangkal hidungnya.

"Duduk kalian," titah Adit.

Zani menuntun Fira untuk duduk seperti yang Adit perintahkan.

"Sekarang kamu ingin apa?"

Fira menghapus air matanya yang ke luar dengan kasar. Ia menatap Zani dan Adit secara bergantian. Zani hanya mengangguk dengan senyum, tangannya masih setia merangkul Fira, mencoba menenangkannya.

"Aku akan setuju dengan syarat Kakak."

Adit tersenyum mendengar hal itu. Sementara Zani, menatap tidak percaya pada Fira, dia pikir Fira berbeda.

"Dengan satu syarat," tambahnya.

Adit langsung mengangguk. Sedangkan Zani sudah melepas rangkulannya dari pundak Fira. Dia hendak bangkit namun cekalan di tangannya karena Fira membuat Zani tetap pada posisinya. Fira menggeleng pelan.

"Buat Kak Zani menjadi istri Kakak yang sesungguhnya."

Adit langsung bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Zani dan Fira yang diam menatap segalanya.

Air mata Zani kembali lolos, namun dengan cepat Zani menghapusnya. Gampangan sekali Zani menangis. Seharusnya Zani sadar, kalau Adit benar-benar kuat dengan tekadnya dan Zani pun harus melakukan yang sama.

Setelah memastikan air matanya tidak menetes lagi, Zani mengubah posisinya menjadi menghadap Fira. Dia menghapus air mata Fira yang keluar dari matanya.

"Kenapa lakukan itu?" tanya Zani lembut.

"Aku tahu dan sadar. Kakak memang pria terbaik. Dia telah menetapkan hati dan cintanya pada satu orang perempuan. Siapa yang tidak ingin dicintai dengan cara seperti itu?"

Raditya Life StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang