Raditya Life Story #33

186 9 4
                                    

"Aku tahu, kamu selalu membuntutiku belakangan ini."

"Maaf," cicit Zani.

"Tidak apa. Selama ini aku tidak menpermasalahkannya, 'kan?"

Zani termenung. Adit memang bersikap sewajarnya, tidak ada yang berubah dari sikapnya.

"Dari kapan?"

"Jujur atau bohong?"

"Jujur," jawab Zani pelan.

"Baiklah. Sebenarnya ... aku mengetahui kalau kau membuntutiku saat kau buka pintu dan mencoba mengintip. Aku pikir itu cuma karena angin karena pintunya tidak ku kunci seperti biasanya. Tapi Zara bilang padaku, kalau itu dirimu. Dia bahkan bilang, kalau sebelummya juga kamu sering menguping."

"Zara?" tanya Zani tidak percaya.

"Ya, bahkan dia yang menyuruhku untuk berbicara denganmu dan menjelaskan semuanya."

Zani tetap diam, mencerna apa yang dikatakan oleh Adit. "T-tapi saat itu ti--"

"Aku tahu. Kau tidak melihat Zara di sana, 'kan?"

Zani mengangguk pelan. Dia memang tidak melihat siapa pun di sana selain Adit yang menatap ke depan sambil berbicara sendiri.

"Dia memang tak ada di sana."

"Lalu ... Mas di sana mengobrol dan mengucap nama 'Za' setiap hari. Bagiamana bisa?"

"Aku tahu. Gila? Entahlah." Adit bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah jendela, melihat ke luar. Zani mengkuti Adit di belakangnya dan berhenti di hadapannya. Kini mereka sama-sama melihat ke luar jendela.

"Kamu bisa memanggilku dengan sebutan gila atau pun apa. Aku menerimanya, sungguh." Zani mengalihkan pandangannya pada Adit, menatapnya dengan lekat.

"Aku tahu dan aku sangat sadar 100% mengenai apa yang selalu aku lakukan di tengah malam sampai dini hari di ruangan itu. Aku benar-benar sadar 100% dan tidak terpengaruh oleh apa pun. Benar-benar sadar dalam artian yang sesungguhnya."

"Tapi bukannya Zara sudah --"

Adit mengangguk. "Aku tahu, bahkan dengan tanganku sendiri aku menuntunnya ke kehidupan abadinya. Mana mungkin aku masih tidak menerima dan mengetahui hal itu."

"... tapi kamu tahu?"

Zani menggelengkan kepalanya.

"Aku benar-benar selalu melihatnya jika aku sedang membayangkannya, kembali mendamba cintanya dan ingin selalu bersamanya. Zara selalu datang dan menenangkanku dengan baik. Beberapa waktu aku sadar kalau itu hanya bayanganku saja namun aku tetap menikmatinya. Menikmati waktu bersama tanpa ada orang lain lagi."

"Kamu sangat mencintainya." Zani telah mengganti gaya bicaranya pada Adit. Dihadapannya kini bukan suaminya, melainkan Aditnya Zahra. Maka dari itu Zani mengganti cara memanggil Adit dengan sebutan 'kamu' daripada 'mas' seperti biasanya.

Adit tertawa pelan. "Sampai saat ini aku belum benar-benar mengerti apa itu cinta yang sesungguhnya. Kata itu terlalu abstrak untuk bisa kudefinisikan sendiri. Aku memang selalu mencari definisinya namun masih belum juga kutemukan."

"Yang kamu lakukan adalah 'cinta'."

Adit kembali tertawa pelan. "Selama ini, aku selalu berpikir. Apakah cinta memang seperti ini? Sebelum bertemu Zara, aku pernah hampir membuat seorang perempuan menjadi bagian dari keluargaku. Aku pikir perasaanku padanya adalah cinta. Aku selalu menganggapnya cintaku yang sesungguhnya. Hingga akhirnya, semua berubah saat aku dan Zara sama-sama mengungkapkan perasaan kami satu sama lain."

Raditya Life StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang