Part 8 - Sayang

460 68 5
                                    

Garen berjalan perlahan, perutnya masih terasa sakit. Juga wajahnya. Mereka tiba disalah satu kamar. Mama Gesang keluar dari kamar itu, Dokter Saras. Perempuan berhati emas itu langsung memeluk Garen.

"Kamu nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa Tante, tenang aja. Mama saya gimana?"

"Baik. Sudah stabil dan sedang istirahat. Tidak ada gegar otak atau apapun yang berbahaya. Cuma khawatir sama kamu." Tangan dokter Saras sudah mengelus pundak Garen. "Kamu besok juga harus periksa semuanya. Memastikan saja."

"Tante, maaf. Garen selalu ngerepotin."

Dokter Saras tersenyum. "Kamu itu anak perempuan tante sayang. Kalau Gesang sayang sama kamu, tante juga sama sayangnya. Jadi nggak usah khawatir soal semua biaya. Oke?"

Setelah itu Dokter Saras pamit.

Di dalam kamar rawat Garen menatap ibunya yang sedang tertidur pulas. Nafasnya teratur. Mungkin pengaruh obat penenang. Ya, ibunya lebih membutuhkan itu dari dirinya sendiri. Dia punya Gesang dan Aryan kan?

Gesang berdiri disebelah Garen, menggenggam tangannya. Sementara Aryan berdiri di sisi yang lain, merangkul pundaknya.

"Jadi, sekarang mau apa?" Gesang berujar.

Garen mendengus perlahan. "Mau tidur, capek. Besok setelah hajar Bowo, baru gue pikirin mau apa."

"Maaf, lo nggak diundang. Sudah cukup Ren. Tujuan lo ngusir Bokap sudah tercapai."

"Dan gue perduli gitu sama omongan lo?" Decakan kesal Garen sudah keluar dari mulutnya. "Bingung gue sama kalian, nggak perlu lah over protective gitu. Kalian takut gue bengep, liat muka gue sekarang. Yakin gue Bowo nggak bakalan berani bikin gue begini."

"Justru karena lo lagi bengep bego, mangkanya besok jangan dateng. Ampun deh nih anak." Gesang sudah menjitak kepala Garen lalu duduk di salah satu sofa.

Aryan masih merangkulnya. "Lo, dari dulu nggak takut mati. Karena lo ngerasa hidup lo di neraka. Sekarang, pintu keluar dari neraka udah terbuka. Gue akan minta bokap gue untuk pastiin bokap lo nggak akan bisa gangguin kalian lagi. Saksi lengkap, bukti ada. Selama nyokap lo nggak cabut tuntutan ke bokap lo, dia bakalan dihukum sesuai dengan apa yang dia buat."

"Terus?"

"Apa lo masih mau mati? Ada nyokap yang harus lo jaga dan semangatin Ru. Lo bisa mulai yang baru sama nyokap. Jangan bertindak bodoh dan nekat lagi."

Garen sudah melepaskan diri dari Aryan dan berjalan untuk duduk di sofa sebelah Gesang.

"Nah tu dengerin omongan Aryan yang panjang banget. Tumben kan." Gesang setuju dengan apa yang Aryan katakan.

"Udah berapa lama kita barengan?" Garen berujar.

"Lo tahu jawabannya."

"Selama ini, apa pernah kalian absen kalau gue lagi susah? Seinget gue nggak pernah. Jadi menurut kalian, besok gue bisa nggak dateng? Gue dateng buat kalian, bukan buat diri gue sendiri."

"Ren, kita nggak butuh lo kali ini."

"Bullshit. Dasar cowok-cowok menyebalkan. Udah lupa soal, we ride together, die together."

Gesang terkekeh. "Itu slogan film Ren, film kita memang. Tapi gue nggak suka bagian die togethernya." Tangan Gesang sudah mengacak rambut Garen perlahan lalu merangkulnya mendekat.

"Gue..." Garen diam sejenak. Dia benci harus berkata-kata cengeng begini. "...sayang sama kalian. Kalian, keluarga gue selain nyokap. And family take care each other, right?"

Bad BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang