Aryan sudah sampai didepan pintu kamar itu. Namun dia masih berdiri terpaku. Bingung dengan campuran rasa yang saat ini sedang terjadi didalam dirinya. Senang, sedih, lega, kaget dan juga...gugup.
Ini akan jadi kali pertama dia berhadapan dengan Garen lagi dengan kondisi gadis itu sadar. Setelah hampir satu tahun lamanya. Apa reaksi Garen nanti? Apa gadis itu bisa mendengarnya selama ini? Jika iya, apakah Garen akan marah dengan semua perasaannya sendiri yang sudah tidak bisa dia tutupi lagi? Dengan semua genggaman tangannya kemarin itu? Dengan semua ciuman di kening Garen setiap dia ingin pamit pergi?
Lalu, jika Garen tahu, apakah gadis itu membalas perasaannya? Atau malah akan menjauhinya? 'Ya Tuhan bagaimana ini?'
'Okey, itu nggak penting Yan. Yang penting Ndaru bangun. Perkara dia mau benci lo kek, ga suka kek, marah kek, itu belakangan dipikirinnya Yan. Belakangan aja.' Dia berujar keras dalam hatinya sendiri. Setelah dua kali hirupan panjang dia memutar handle pintu dan membukanya.
Andaru Nagaren sedang duduk sambil tersenyum pada Ibunya. Tangan Garen sedang diciumi oleh wanita itu. Obrolan mereka terhenti melihat Aryan masuk. Mama Garen sudah berdiri, paham benar bahwa dia harus membiarkan Aryan dan Garen bicara berdua saja. Ya, teman anaknya ini yang selalu ada. Juga Gesang, yang dia sudah tahu sedang tampil untuk Garen di perpisahan sekolah malam ini. Jadi, dia mengecup dahi Garen sejenak sambil tersenyum. Lalu dia keluar ruangan sambil menepuk pundak Aryan perlahan.
"Tante, mau ke kantor Mama Saras dulu."
Pintu itu tertutup dibelakangnya. Aryan masih diam terpaku berdiri saja. Matanya memandangi Garen seolah dia takjub akan sesuatu.
"Wow, baju lo keren." Suara gadis itu masih sedikit serak. Namun senyum miring khas yang dia punya sudah ada disana. Aryan bisa melihat Garen berusaha menelan salivanya juga.
"Ini, gue...dikasih Gesang. Jadi gue pakai aja." Aryan mulai salah tingkah dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
'Bloon banget sih lo Yan.' Rutuknya dalam hati.
Garen berdehem sejenak. "Suara gue masih belum pulih, masih serak. Bisa nggak lo jangan jauh-jauh dulu? Gue belum bisa teriak."
"Oh, okey." Aryan mulai berjalan mendekati Garen. Dia berdiri disebelah ranjang Garen.
"Ada bangku tuh, kasihan dianggurin." Garen tersenyum lagi. "Duduk aja kayak lo biasa duduk nemenin gue disini."
Kali ini Aryan yang berdehem canggung seiring dengan detak jantungnya yang mulai meningkat tajam. Apa itu artinya Garen tahu semuanya? 'Sh**. Stupid deh lo Yan.'
"Anak-anak, malam ini tampil." Aryan sudah duduk dikursi sebelah Garen. Matanya masih berlari kesana kemari menghindari tatapan Garen padanya. "Nanti Karin yang telpon dan kita video call biar bisa lihat mereka tampil."
Garen tersenyum lagi. Aryan sungguh suka dengan senyum-senyum Garen malam ini. "Iya, Mama tadi kasih tahu."
"Lo, udah nggak apa-apa?"
"Kalau gue ada apa-apa gimana?"
"Serius? Gue panggilin Tante Saras ya?" Aryan sudah berdiri namun tangan Garen menahannya.
"Gue bercanda." Garen terkekeh.
Aryan melihat tangan Garen pada lengannya. Itu tangan gadis yang selalu dia harap menggenggamnya seperti ini. Tangan itu hidup, tidak kaku dan dingin seperti sebelumnya. Sebelum Aryan sempat mengucapkan sesuatu ponselnya berdering. Dia sudah duduk lagi. Memasang headset pada ponselnya dan menyerahkannya ke Garen.
"Ren..." Wajah Gesang disana. "Ya Tuhan lo beneran bangun." Gesang menggeleng tidak percaya.
Garen tertawa sambil menatap ponsel itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boys
RandomIni kisahnya Nagaren, Gesang dan Aryan. Tiga sahabat yang tidak terpisahkan. Juga ditambah dengan anggota Bad Boys lainnya. Jalinan kuat persahabatan yang diwarnai dengan rahasia-rahasia, tentang cinta, tentang luka, tentang apa arti pengorbanan, te...