Part 32 - Kereta terakhir

662 88 10
                                    

"Mau kemana?" Karin menatap Aryan yang baru saja pulang pagi namun siang ini sudah bersiap keluar rumah lagi.

"Bawel lo Kak, Mama aja nggak bawel."

Linda menatap Aryan yang sedang berdiri mengambil air minum di dapur bersih. Dia sendiri sedang berdiri membungkus makanan.

"Yan, bawain Andaru ini." Linda menatap chicken cream soup yang sengaja dia buat. Biasanya Andaru suka sekali sup ini.

"Nggak mau. Bawa-bawa makanan kayak ibu-ibu mau piknik."

"Aryan, ini bukan buat kamu. Tapi buat Ndaru."

"Ya Mama aja yang bawa dong. Nanti sore kan Mama Papa ke rumah sakit nengokin calon menantu. Sekalian dibawa soupnya. Oke?" Aryan tersenyum konyol sambil meletakkan gelasnya.

"Emangnya kamu yakin Ndaru mau sama kamu?" Ujar Dwi Sardi dari kursi makan.

"Kok mikirnya gitu sih Pa?" Aryan mulai kesal karena Karin dan Lila mulai terkekeh meledeknya.

"Badan kerempeng, ketinggian, nggak pernah pacaran, jarang senyum, tukang berantem. Duh, kalau Papa jadi Ndaru Papa akan berpikir sepuluh kali pacaran sama cowok model kamu. Ya Ma?"

Mamanya mengangguk-angguk sambil tersenyum juga. "Lagian emang Mamanya Ndaru setuju?"

"Aku juga nggak suka sama Kak Aryan. Kakak aneh abisnya." Ujar Lila sambil menghabiskan minumnya.

"Setuju. Kerenan juga Gesang...kalau nggak Danang. Oh Randana juga ganteng, kayak siapa Lil anaknya artis itu?" Karin menyahut.

"Iya bener, Kak Dana ganteng bangeet, ya ampun. Mirip sama Al Ghozali yang artis itu. Jago main gitar lagi. Kakak Dana udah punya pacar belum Kak?"

Aryan menatap keluarganya tidak percaya. "Heh anak kecil, Randana itu buaya darat. Gesang cinta mati sama Kaliki, Danang...hrrrghhh. Aku lebih keren dari Danang. Aku calon dokter."

"Baru calon Yan. Belum beneran kan?" Sambung Papanya.

"Garen itu ngincer kampusnya Danang lho Yan. Teknik paling bagus disana kan? Gue yakin Garen bisa diterima disana terus kuliahnya barengan Danang deh." Karin tersenyum konyol.

"Kak, lo beneran bikin gue kesel serius." Aryan berjalan mengambil jaket motornya.

"Jadi insecure ya Yan?" Kikik Karin lagi.

"Ma, aku bawa deh supnya. Ini gara-gara aku nolak bawa sup kalian berkonspirasi begini ya?"

"Naah...gitu dong dari tadi." Linda memberikan bungkusan sup itu pada Aryan. "Mama dipihak kamu deh. Mama restuin kamu sama Ndaru."

Kali ini Dwi Sardi tertawa. "Papa belum ya, masih nggak yakin kamu dan Ndaru bisa awet."

"Pa, bercanda mulu nih. Anaknya keren begini, lulusan nilai tertinggi, calon dokter, udah rela bawa-bawa bungkusan sup ibu-ibu, masa masih nggak ngedukung?" Aryan berdiri di area ruang makan sudah lengkap dengan jaket motornya dan menenteng tas berisi sup berwarna pink dari ibunya.

"Lho, Papa setuju kamu sama Ndaru. Tapi Papa nggak yakin Ndaru mau sama kamu. Itu aja." Dwi Sardi tambah tertawa.

"Ck...udah ah. Aku jalan dulu. Jangan lupa begitu Ndaru keluar dari rumah sakit siap-siap buat ngelamar dia kerumahnya."

Lalu seluruh keluarganya tertawa kecuali Lila.

"Jadi Dokter dulu, baru nikah. Enak aja kamu." Ujar Dwi Sardi pada anaknya itu. Sementara Aryan sudah berlalu dengan wajah kesal.

***

Karin berkendara sendiri setelah menolak panggilan Danang berkali-kali. Dia ingin mengakhiri semua harapannya saja. Berusaha melupakan Danang lalu mungkin, mungkin saja dia bisa berusaha mencoba untuk memulai sesuatu dengan laki-laki lainnya. Bukan dia tidak punya pilihan, tapi sungguh saat dia mulai dekat dengan seseorang, maka secara otomatis dia akan mulai membandingkannya dengan Danang.

Bad BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang