Part 14 - Orang penting

374 64 7
                                    

Mamet dan Dana, berdiri diam. Melihat Aryan yang seperti lumpuh dari balik jendela kecil di pintu kamar rawat. Aryan selalu jadi yang paling pendiam, tapi kali ini temannya itu benar-benar berubah menjadi mayat hidup. Matanya kosong, senyumnya yang jarang sekali muncul sudah hilang sama sekali, Aryan bahkan tidak masuk sekolah lagi. Dia ditempatkan Gesang di salah satu kamar rumah sakit karena mengamuk ketika diminta pulang. Keluarganya selalu datang setiap hari. Menengok Aryan dan juga Garen.

Aryan Diputra hanya duduk diam menatap lurus kedepan. Salah satu jendral perang yang kemampuannya berkelahinya hampir sama dengan Gesang itu sibuk dengan semua kenangan yang berputar berulang-ulang di kepalanya. Dia tidak memintanya begitu, tapi hukuman Tuhan itu datang kan? Dia tetap makan ketika suster mengantar makanan. Dia tahu dia harus tetap hidup untuk menunggu gadisnya bangun. Dia tidak boleh menyerah dulu, tidak sekarang.

Tangan Mamet mengepal kencang. "Sialan tu si banci Sano. Dia lumpuhin dua orang sekaligus."

"Tiga sama Gesang. Sekalipun Gesang masih jalan sana-sini buat ngurusin banyak hal, tapi ekspresi mukanya nggak bisa bohong. Gesang ancur juga." Ujar Dana lalu melanjutkan.

"Bahkan Liki aja nggak bisa tenangin Gesang sekarang. Untung Om Sardi langsung keluarin Gesang dari penjara. Karena Tante Saras marah banget dan mau buat Gesang kapok jadi nggak mau tebus Gesang." Om Sardi adalah ayah Aryan yang memang terkenal sebagai pengacara handal.

"Bowo gimana?" Tanya Mamet lagi.

"Masih dipenjara udah beberapa hari. Gesang, Danang, Boy, Alta dan polisi masih cari Sano." Ujar Dana kali ini. "Herannya Bowo malah kasih informasi soal Sano."

"Hah, gue nggak percaya. Dia yang cari gara-gara dari awal. Biarin aja sekarang rasain akibatnya."

"Yah, kalau dia diluar malah bahaya sih. Lo tahu Gesang kan? Ntar tu anak dimatiin beneran sama Gesang, mungkin juga Mas Danang." Dana menghembuskan nafasnya perlahan. "Gue nggak pernah, lihat Mas Danang begitu."

"Begitu gimana?" Mamet memang tidak terlalu dekat dengan Danang, kakak Gesang.

"Yah dia emang perokok, tapi sekarang. Gila itu ditangannya ada rokok mulu. Terus, sorot matanya. Serem gue. Kayak murka, nyesel, sakit hati, gitulah. Bingung gue mau jelasinnya juga. Baek-baek tu Sano mendingan cepetan ketemu polisi deh. Soalnya bukan Cuma kita yang sakit hati lihat Garen begini. Mas Danang juga kayaknya."

"Dan, Liki tu." Mamet menepuk pundak Dana dan dia melihat ke arah koridor dibelakangnya. "Gue ke tempat Garen dulu ya. Nggak ikutan." Mamet berlalu.

Kaliki datang. "Gimana Aryan?"

"Dia hidup. Tenang aja."

Liki mendesis sinis. "Tenang? Kayaknya emang cuma lo aja yang bisa tenang."

"Jadi lo mau gue gimana? Panik atau jadi kayak mayat hidup?" Dana menatap Liki dalam. "Semua udah ada tugasnya Ki. Gesang dan yang lain lagi cari Sano. Aryan...gue nggak suka kondisi Aryan sekarang. Dedi dan Badai kerjaannya bolak-balik solat doain Garen. Gue dan Mamet disini yang jaga Ki."

"Tapi lo nggak bisa jagain Garen. Kenapa lo biarin dia nyusul? Tugas lo Cuma buat nahan dia. Kenapa lo biarin dia nyusul?" Liki sudah menangis lagi.

Emosi Rendana mulai naik perlahan, tapi dia tidak mau membuat keributan. "Nggak ada yang sangka semua bakal begini Ki. Gue nggak..." Dana berdesah kesal. "Lo pikir gue mau Garen begini? Apa lo gila? Gue juga baru tahu kalau malam sebelumnya Garen baru masuk rumah sakit gara-gara kasus ayahnya. Gue selalu jadi orang yang paling akhir tahu. Gue benci sebenernya tapi gue bisa apa? Kalau gue tahu dari awal, gue bakalan iket Garen di tempat Mami biar dia nggak nyusul."

Bad BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang