Pintunya diketuk. Matanya refleks menatap ke arah pintu itu. Dia tidak menyangka bahwa Aryan yang akan masuk ke ruangannya malam ini.
"Maaf ganggu Tante."
"Aryan, masuk. Duduk dulu." Sedikitnya dia senang Aryan sudah mau berbicara sekalipun matanya masih berduka. "Bagaimana perasaanmu Yan? Kamu baik-baik?"
Aryan yang sudah duduk hanya mengangguk kecil. "Saya mau bertemu Andaru."
Saras tersenyum. "Silahkan, Tante tidak melarang. Setiap malam kamu pasti kesana kan?"
"Saya mau bertemu langsung. Masuk ke dalam ruangan, bukan hanya melihat dari kaca." Aryan menegaskan.
Dia diam sesaat. Kondisi Nagaren memang sudah lebih baik. Namun gadis itu belum sadar. Minggu lalu Saras sudah ingin memindahkan Garen ke ruang rawat dengan suster khusus, ini juga permintaan dari Rinda Ibu Nagaren. Tapi ketika ingin dipindahkan suhu tubuh Garen tiba-tiba naik tinggi. Untung saja tidak menimbulkan kejang seperti sebelumnya. Jadi dia harus berhati-hati.
"Kondisi Andaru, memang sudah lebih stabil daripada minggu lalu. Tapi, Tante harus sangat hati-hati. Karena pengalaman minggu lalu, Ndaru bisa tiba-tiba drop." Saras menghela nafasnya perlahan.
"Sebentar saja Tante. Tolong Aryan kali ini."
Ada kesungguhan pada mata Aryan. Dia juga tidak tega sebenarnya, dia tidak mau memupuskan sedikit harapan yang ada di mata sahabat dari anaknya ini. Gesang, Garen dan Aryan memang sudah bersahabat bertahun lamanya. Saras mengerti itu. Jadi dia mengangguk perlahan.
"Boleh, Tante ijinkan dengan satu syarat." Saras memberi jeda. "Jika, tiba-tiba Andaru drop pada saat kamu didalam ruangan. Kamu tidak boleh histeris dan menyalahkan diri kamu sendiri. Bisa?"
Aryan mengangguk.
"Saya akan telpon suster jaga disana agar biarkan kamu masuk."
***
Dia sudah mengenakan jubah khusus diatas pakaiannya. Alas kakinya juga sudah dia lepas. Hidungnya menghirup udara perlahan, berusaha menenangkan dirinya sendiri. Suster jaga membukakan dia pintu lalu mempersilahkan dia masuk.
"Jangan terlalu dekat ya." Pesan suster padanya dan dia hanya mengangguk.
Sudah lebih dari sebulan dia mulai terbiasa dengan bau khas rumah sakit. Tapi dia tidak pernah terbiasa melihat Nagaren seperti ini. Dengan selang-selang di tangan dan hidungnya, dengan semua alat yang berbunyi-bunyi aneh, dengan wajah yang pucat dan mata yang terpejam. Sudah berkali-kali Aryan melihat Garen tertidur dan dia membenci tidur Garen kali ini.
Tubuhnya sudah duduk disatu-satunya bangku disitu. Dia jarang sekali berdoa, tapi sudah beberapa hari ini dia melakukan hal itu rutin. Seperti itu sudah menjadi kebiasaannya. Dia bersujud memohon pada Yang Maha Kuasa. Dia bahkan menawarkan apa saja yang dia punya, agar Garen-nya bisa bangun lagi. Dia takut, takut sekali.
Perlahan, dia mendekatkan dirinya pada tubuh Garen. Tangannya menggenggam lembut tangan gadis itu. Lalu bibirnya tersenyum miris.
"Biasanya, kalau gue pegang begini pasti lo marah-marah." Aryan menelan salivanya. "Marahin aja gue Ru. Bangun dan marahin gue. Pukul juga boleh. Karena gue sekarang mau ambil kesempatan dalam kesempitan. Gue mau pegang tangan lo lama-lama. Selama gue diperbolehkan disini."
Satu air matanya sudah mengalir lagi. "Gue punya rahasia yang bahkan lo nggak tahu. Rahasia lama. Gesang dan Alta sudah tahu. Tapi lo nggak tahu." Aryan terkekeh lagi. "Kalau mau tahu, lo harus bangun dulu. Nanti gue kasih tahu."
"Ru, semoga lo denger gue ngomong kayak orang bego begini. Jangan tinggalin gue dan Gesang dulu. Bangun ya Ru." Lalu seperti ada sesuatu yang menghantam dadanya. Ada yang mengganjal dan rasanya perih sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boys
RandomIni kisahnya Nagaren, Gesang dan Aryan. Tiga sahabat yang tidak terpisahkan. Juga ditambah dengan anggota Bad Boys lainnya. Jalinan kuat persahabatan yang diwarnai dengan rahasia-rahasia, tentang cinta, tentang luka, tentang apa arti pengorbanan, te...