Di kantor polisi
Bowo sudah dikeluarkan sejak beberapa hari yang lalu oleh kedua orangtuanya. Namun dia datang juga, ingin bertemu dengan Sano yang sudah duduk dibalik jeruji. Dia paham benar bahwa dia akan bertemu dengan Gesang dan kelompoknya. Tapi ini kantor polisi kan? Harusnya dia aman disini, sama seperti Sano.
"No, lo nggak apa-apa?"
Sano hanya diam saja tidak menyahut. Menatap lurus kedepan seolah tidak ada Bowo dihadapannya.
"Sano." Bowo mengguncang bahu kawannya itu yang sedang duduk itu. Melihat dengan mata kepalanya sendiri seorang kawan dekatnya memakai seragam penjara begini membuat hatinya gusar. Padahal dia sendiri juga belum lama mengenakan baju yang sama.
"Jagain adek gue Wo. Gue titip adek gue, sama nyokap." Sano berdiri dari duduknya lalu menepuk pundak Bowo.
Gesang, Danang, dan Boy datang. Danang yang maju didepan, seolah menghalangi tubuh Gesang. Wahyu yang melihat ekspresi Danang langsung memperingatkan.
"Ini kantor saya. Tolong ikuti aturan. Masih banyak tempat di ruangan Sano, kalau ada yang mau menemani dia didalam sana silahkan."
Tangan Danang terkepal, namun dia berhasil mengontrol emosinya. Bowo sendiri merinding melihat kakak Gesang itu yang sekarang sudah berdiri berhadapan dengan Sano dan wajahnya dekat sekali.
"Gue sendiri yang akan pastikan lo dapat hukuman setimpal. Berdoa aja itu cukup lama, jadi lo aman didalam." Danang berdesis di telinga Sano.
Sano hanya diam saja, tidak merespon apapun.
Mata Gesang sudah berapi-api. Pusaran ingatan tentang insiden di lapangan itu berputar ulang lagi dikepalanya. Bagaimana kepala Garen dihantam kayu, atau bagaimana Garen mendorong tubuh Aryan lalu ambruk ke tanah, berdarah-darah. Dia ingat jelas, dia tidak mungkin lupa. Dan itu semua membangkitkan lagi amarahnya yang tadi dia sudah berhasil redam.
"Jangan pernah keluar dari sini."
Tangan Danang menarik Gesang agar menjauh dari Bowo dan Sano. Lalu dia beranjak ke ruangan Om Wahyu.
"Om Wahyu, sore ini Om Sardi akan datang untuk urus berkas-berkas tuntutan. Saya dan Gesang stand by kalau Om butuh keterangan apapun."
Wahyu menghela nafas berat. "Kalian sudah nggak usah ikutan lagi. Biar saya dan Sardi yang urus. Kalian fokus saja di rumah sakit, jaga Garen."
Danang mengangguk kecil. Sebelum mereka berlalu dari ruangan, Wahyu berujar lagi.
"Api, tidak bisa dibalas api. Saya harap kalian belajar dari kasus ini."
***
Danang menatap langit-langit ruangan kerja Mamanya di rumah sakit. Dia belum kembali ke kampus lagi dan ini sudah hampir sebulan. Saat ini dia sudah memikirkan untuk mengambil cuti saja sementara ini sampai semuanya membaik. Tapi, apa Andaru akan membaik? Ya Tuhan. Kedua tangannya sudah mengusap wajahnya perlahan. Keabsenan tidurnya membuat tubuhnya terasa sedikit melayang. Jadi dia memejamkan matanya sesaat.
Tak lama Karin masuk lalu duduk di kursi sebelah Danang. Wajahnya menoleh menatap kakak sahabat adiknya itu.
"Lo belum balik ke Semarang?" Ujar Danang. Wangi khas Karin sudah dia bisa baui.
"Gue baru sampe Jakarta lagi. Lo yang belum balik ke Bandung kan?" Tubuhnya sudah dia senderkan ke kursi. "Sano udah ketangkep ya?"
Danang hanya mengangguk. Punggungnya masih bersender di kursi dengan santai.
"Gue lebih suka Sano ketemu Om Wahyu duluan daripada ketemu kalian. Harusnya dia aman sekarang."
Senyum tipis Danang sudah menghiasi bibirnya. "Kata siapa dia aman?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boys
RandomIni kisahnya Nagaren, Gesang dan Aryan. Tiga sahabat yang tidak terpisahkan. Juga ditambah dengan anggota Bad Boys lainnya. Jalinan kuat persahabatan yang diwarnai dengan rahasia-rahasia, tentang cinta, tentang luka, tentang apa arti pengorbanan, te...