BAB 41

189 35 0
                                    

IRENE POV

Ayah irene pernah berkata bahwa persinggahan di bandara kota tertentu tidak terhitung sebagai kunjungan ke kota itu. Sama juga jika yang disinggahi adalah gorong-gorong, menurut Irene. Dari pelabuhan ke Akropolis, Irene tidak melihat Athena sama sekali terkecuali terowongannya yang gelap licin. Para manusia ular membimbing mereka melewati gerbang berterali besi di dermaga, langsung ke sarang bawah tanah mereka, yang berbau ikan busuk, jamur, dan kulit ular. Di tengah atmosfer tersebut, susah menyanyi tentang musim panas dan kapas serta hidup nan santai, tapi Irene terus berjuang. Jika dia berhenti lebih dari satu atau dua menit, Kekrops dan para pengawalnya mulai mendesis dan tampak marah.

"Aku tidak suka tempat ini" gumam Seulgi. "Mengingatkanku saat aku di bawah tanah Roma."

Kekrops mendesiskan tawa. "Wilayah kami jauh lebih tua. Amat sangat jauh lebih tua." Seulgi menggamit tangan Jimin, alhasil membuat Irene patah semangat. Dia berharap Taehyung di sini bersamanya. Tidak usah Taehyung, ada Hoseok saja Irene sudah senang walaupun mungkin Irene takkan menggandeng tangannya. Tangan Hoseok kerap terbakar sendiri ketika dia sedang gugup. Suara Irene bergema di terowongan. Semakin jauh ke dalam sarang, semakin banyak manusia ular yang berkumpul untuk menyimak Irene. Tidak lama berselang, mereka sudah diikuti rombongan—lusinan gemini, semuanya meliuk-liuk dan melata. Irene sudah mewujudkan prediksi kakeknya. Dia menguasai lagu bangsa ular—yang ternyata adalah melodi karangan George Gershwin dari tahun 1935. Sejauh ini, dia bahkan mencegah raja ular menggigit, persis seperti di cerita lama Cherokee. Satu-satunya masalah dalam legenda itu: si pendekar yang mempelajari lagu ular harus mengurbankan istrinya demi kesaktian tersebut. Irene tidak ingin mengorbankan siapa pun. Vial berisi obat dari tabib masih terbungkus dalam chamois, tersimpan di saku sabuk Irene. Dia tidak punya waktu untuk berunding dengan Taehyung dan Hoseok sebelum berangkat. Dia semata-mata berharap semoga mereka semua akan bersatu kembali di puncak bukit sebelum ada yang membutuhkan obat. Kalau salah seorang dari mereka mati dan Irene tidak bisa mencapai mereka Menyanyi saja terus, kata Irene kepada diri sendiri. Mereka melewati ruangan batu kasar dengan tulang berserakan di lantai. Mereka mendaki tanjakan yang begitu curam dan licin sampai-sampai nyaris mustahil untuk menjejak tanpa terpeleset. Satu saat, mereka melintasi gua hangat seukuran gimnasium yang berisi telur-telur ular, bagian atasnya ditutupi lapisan benang-benang keemasan seperti dekorasi Natal berlendir. Manusia ular yang turut dalam prosesi mereka bertambah banyak. Melata di belakang Irene, mereka kedengarannya seperti sepasukan pemain futbol yang tengah menggosokkan sepatu berpaku ke ampelas. Irene bertanya-tanya berapa banyak gemini yang tinggal di bawah sini. Ratusan, mungkin ribuan. Irene merasa mendengar detak jantungnya sendiri bergema di koridor-koridor, semakin keras seiring semakin dalamnya mereka masuk. Kemudian dia menyadari bahwa bunyi deg-deg-deg tiada henti itu berasal dari sekeliling mereka, beresonansi lewat batu dan udara. Aku bangun. Suara seorang wanita, sejelas nyanyian Irene.

Seulgi mematung. "Wah, tidak bagus."

"Ini seperti di Tartarus," kata Jimin, suaranya tegang. "Kauingat detak jantungnya. Ketika dia muncul—"

"Jangan," kata Seulgi. "Pokoknya jangan dibahas."

"Sori." Di bawah cahaya pedangnya, wajah Jimin seperti kunang-kunang besar—petak terang yang melayang-layang, menodai kegelapan untuk sementara. Suara Gaea berbicara lagi, lebih keras: Akhirnya. Nyanyian Irene melirih. Rasa takut melandanya, seperti di kuil Sparta. Tapi, dewa kembar Phobos dan Deimos kini adalah teman lamanya. Irene membiarkan rasa takut berkobar dalam dirinya bagaikan bahan bakar, malah menjadikan suaranya semakin kuat. Dia menyanyi untuk bangsa ular, demi keselamatan teman-temannya. Kenapa tidak untuk Gaea juga? Akhirnya mereka tiba di puncak tanjakan curam. Di sana, jalan setapak dibuntu oleh tabir lendir hijau.

Kekrops menghadapi para demigod. "Akropolis terletak di balik kamuflase ini. Kalian harus tetap di sini. Akan kuperiksa apakah jalan sudah aman untuk kalian."

Adventures of the Demigods Season 2 #5 Last (Bangvelt)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang