BAB 1

1K 57 0
                                    

TAEHYUNG POV

Taehyung benci menjadi tua.

Sendi-sendinya ngilu. Kakinya gemetaran. Selagi kepayahan mendaki bukit, paru-parunya menderu dan dadanya sesak seperti diimpit kotak berisi batu. Dia tidak bisa melihat wajahnya, puji syukur kepada dewa-dewi, tapi jemarinya kurus dan berbonggol-bonggol. Jejaring pembuluh darah biru menonjol di punggung tangannya. Aroma tubuhnya bahkan seperti lelaki tua—bau kamper dan sup ayam. Bagaimana bisa? Dia berubah dari anak umur enam belas menjadi pria tujuh puluh lima tahun dalam hitungan detik, tapi bau lelaki tua muncul seketika. Abrakadabra! Selamat! Kau bau!

"Hampir sampai." Irene tersenyum kepada Taehyung. "Kerjamu bagus."

Mudah baginya untuk berkata begitu. Irene dan Seulgi menyamar sebagai gadis pelayan Yunani nan molek. Sekalipun mengenakan gaun putih tak berlengan dan sandal berenda, mereka tidak kesulitan meniti jalan setapak berbatu. Kepangan rambut cokelat Irene yang sewarna mahoni disanggul ke atas, membentuk spiral. Gelang perak menghiasi lengannya. Irene mirip patung ibunya, Aphrodite, alhasil terkesan agak galak di mata Taehyung. Pacaran dengan cewek cantik saja sudah menggentarkan. Pacaran dengan anak perempuan yang beribukan Dewi Cinta apalagi,  pokoknya Taehyung selalu takut kalau-kalau dia bertindak tidak romantis, karena bisa-bisa ibu Irene memelototinya dari Gunung Olympus dan mengubahnya menjadi babi hutan.

Taehyung melirik ke atas bukit. Jarak ke puncak kira-kira masih seratus meter lagi. "Ide terjelek sepanjang masa." Taehyung bertopang ke pohon cedar dan menyeka keningnya. "Sihir Wendy terlalu mumpuni. Kalau perlu bertarung, aku bakalan tidak berdaya."

"Takkan perlu," Seulgi berjanji. Dia kelihatan tidak nyaman dalam busana gadis pelayan.

Seulgi terus-menerus membungkukkan bahu supaya gaunnya tidak melorot. Rambut pirangnya yang semula disanggul telah terurai ke punggung, helai-helainya menyerupai kaki laba-laba panjang. Tahu bahwa Seulgi benci laba-laba, Taehyung memutuskan tidak menyinggung hal itu. "Kita infiltrasi istana," ujar Seulgi. "Kita cari informasi yang kita butuhkan, lalu kita keluar."

Irene meletakkan amfora—guci tinggi dari keramik untuk menyimpan minuman keras, tempatnya menyembunyikan pedang—yang dia bawa. "Kita bisa istirahat sebentar. Stabilkan napasmu, Taehyung." Dari tali pengikat di pinggang Irene, terjuntailah sebuah kornukopia—tanduk kelimpahan ajaib miliknya. Di suatu tempat di balik lipatan-lipatan gaun gadis itu, tersimpan pisaunya, Katoptris. Irene kelihatan tidak berbahaya, tapi jika perlu, dia bisa menghunuskan dua bilah senjata tajam dari perunggu langit atau menembaki wajah musuhnya dengan mangga matang. Seulgi juga menurunkan amfora yang tersampir di pundaknya. Gadis itu pun menyembunyikan sebilah pedang. Tapi, sekalipun tampak tidak bersenjata, Seulgi kelihatan ganas. Mata kelabunya yang mendung mengamat-amati sekeliling mereka, awas akan ancaman. Kalau ada cowok yang berani-berani minta minum kepada Seulgi, Taehyung menduga gadis itu bakal menendang selangkangan-nya. Taehyung mencoba untuk menstabilkan napasnya. Di bawah mereka, Teluk Males berkilauan, airnya demikian biru sampai-sampai terkesan diwenter dengan pewarna makanan. Beberapa meter di lepas pantai, Argo II dijangkarkan. Layar putihnya tampak sebesar prangko, kesembilan puluh dayungnya seperti tusuk gigi. Taehyung membayangkan bahwa teman-temannya di geladak sedang memantau kemajuannya, bergiliran menggunakan teropong Hoseok, berusaha untuk tidak menertawakan Kakek Taehyung yang tertatih-tatih menaiki bukit.

"Ithaka bodoh," gerutu Taehyung. Pulau itu sendiri lumayan asri, menurut Taehyung. Perbukitan berhutan meliuk-liuk di tengah pulau, seakan membelahnya jadi dua. Lereng-lereng kapur putih menghunjam ke laut. Teluk membentuk pesisir berbatu serta pelabuhan tempat berdirinya rumah-rumah beratap merah dan gereja stuko putih yang berjajar-jajar di garis pantai. Perbukitan semarak dengan bunga apiun, krokus, dan pohon ceri liar. Angin beraroma jambu-jambuan yang sedang mekar. Pemandangan tersebut memang indah, tapi masalahnya suhu saat itu sekitar empat puluh derajat. Belum lagi udaranya lembap, seperti dalam pemandian Romawi.

Adventures of the Demigods Season 2 #5 Last (Bangvelt)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang