BAB 33

154 35 0
                                    

HOSEOK POV

"Penawaran." jemari hoseok berkedut-kedut. "wah... Oke." Tangannya bekerja sebelum benaknya tahu apa yang dia lakukan. Dia mulai mengeluarkan macam-macam dari saku sabuk perkakas ajaibnya— kawat perunggu, mur, corong kuningan. Berbulan-bulan Hoseok mengumpulkan berbagai komponen mesin, sebab dia tidak tahu apa kiranya yang bakal dia butuhkan. Semakin lama menggunakan sabuk perkakas, semakin sabuk itu menjadi intuitif. Hoseok merogoh ke dalam dan benda-benda yang tepat akan muncul begitu saja. "Jadi," kata Hoseok sementara tangannya memuntir kawat, "Zeus sudah kesal pada Anda, kan? Kalau Anda membantu kami mengalahkan Gaea, Anda bisa menebus kesalahan."

Apollo mengernyitkan hidung. "Kurasa mungkin saja. Tapi, lebih mudah melibas kalian saja."

"Yang seperti itu mana seru dijadikan balada?" Tangan Hoseok bekerja gila-gilaan, menghubungkan tuas, mengencangkan corong logam ke kotak gigi lama. "Anda Dewa Musik, kan? Maukah Anda mendengarkan lagu berjudul Melibas Demigod Kecil Ceking'?

"Aku tidak mau.Tapi, 'Apollo Mengalahkan Ibu Pertiwi dan Menyelamatkan Alam Semesta itu baru cocok untuk memuncaki tangga lagu Billboard!" Apollo menerawang ke udara, seakan-akan membayangkan namanya di baliho konser. "Apa persisnya yang kau inginkan? Dan apa imbalanku?"

"Yang pertama-tama kubutuhkan: saran." Hoseok merentangkan kawat ke mulut corong. "Aku ingin tahu apakah rencanaku bakal berhasil." Hoseok menjelaskan gagasannya. Dia sudah merenungkan ide itu berhari-hari, sejak Taehyung kembali dari dasar laut dan Hoseok mulai mengobrol dengan Nike. Dewa primordial sudah pernah dikalahkan sebelumnya, Kymopoleia memberi tahu Taehyung. Kau tahu siapa yang aku maksud. Percakapan Hoseok dengan Nike membantunya merumuskan rencana secara mendetail, tapi dia tetap menginginkan pendapat dari dewa lainnya. Karena sekali Hoseok mencurahkan diri, dia takkan bisa mundur lagi. Dia setengah berharap bahwa Apollo bakal tertawa dan menyuruhnya melupakan rencana tersebut. Namun demikian, sang dewa justru mengangguk-angguk serius.

"Akan kuberi kau nasihat ini secara cuma-cuma. Kau mungkin bisa mengalahkan Gaea dengan cara yang kau jabarkan, mirip seperti cara Ouranos dikalahkan dahulu kala. Walau begitu, manusia fana di dekat sana niscaya akan ..." Suara Apollo melirih. "Apa itu yang kau buat?" Hoseok memandangi kreasi di tangannya. Berlapis-lapis kawat tembaga, seperti sekian banyak set dawai gitar, saling silang di dalam corong. Deretan pelat berpegas dikontrol oleh tuas di sebelah luar corong, yang ditancapkan ke landasan logam segi empat dengan beberapa engkol.

"Oh, ini ?" Benak Hoseok berpacu secepat kilat. Benda itu mirip kotak musik yang dikawinkan dengan fonograf gaya lama, tapi apa sebenarnya itu? Alat tawar-menawar. Artemis memberi tahu Hoseok bahwa dia harus meyakinkan Apollo untuk menjalin kesepakatan. Hoseok teringat cerita yang kerap dibanggabanggakan anak-anak pondok Sebelas: bagaimana ayah mereka Hermes menghindari hukuman karena sudah mencuri sapi keramat Apollo. Ketika Hermes tertangkap, dia membuat alat musik—lira pertama— dan menyerahkannya kepada Apollo, yang serta-merta memaafkannya. Beberapa hari lalu, Irene menyinggung-nyinggung bahwa dia melihat gua di Pylos tempat Hermes menyembunyikan sapi-sapi tersebut. Itulah yang tampaknya memicu inspirasi dalam alam bawah radar Hoseok. Tanpa bermaksud untuk itu, dia telah merakit sebuah alat musik, alhasil agak mengagetkan dirinya, sebab dia tidak tahu apa-apa soal musik. "Anu," kata Hoseok, "ini alat musik terhebat sepanjang masa!"

"Cara kerjanya bagaimana?" tanya sang dewa. Pertanyaan bagus, pikir Hoseok. Hoseok memutar engkol, berharap semoga benda itu takkan meledak di mukanya. Nada-nada jernih mengalun—menyerupai dentang logam tapi merdu. Hoseok mengutak-atik tuas dan gigi roda lagi. Dia mengenali lagu yang berkumandang—melodi penuh nostalgia yang Calypso nyanyikan untuknya di Ogygia mengenai rasa rindu dan mendamba akan rumah. Tapi dari sela-sela dawai di corong kuningan, melodi itu malah kedengaran semakin sedih, seperti mesin yang patah hati. Andai Festus bisa bernyanyi, barangkali seperti itulah suaranya. Hoseok lupa Apollo berada di sana. Dia memainkan lagu tersebut sampai selesai. Ketika lagu itu usai, matanya perih. Dia hampir bisa mencium aroma roti yang baru dipanggang dari dapur Calypso. Dia bisa mengecap satu-satunya kecupan yang pernah Calypso berikan kepadanya.

Adventures of the Demigods Season 2 #5 Last (Bangvelt)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang