BAB 52

195 34 0
                                    

JUNGKOOK POV

Jungkook sudah menyaksikan bermacam-macam bentuk kematian. Dia tidak mengira masih ada yang bisa mengagetkannya. Dia keliru. Di tengah-tengah pertempuran, Byun Baekhyun lari menghampiri Jungkook dan mengucapkan satu kata ke telinganya: "Jinhwan." Kata itu menarik perhatian Jungkook sepenuhnya. Dia sempat ragu-ragu ketika berkesempatan membunuh Jinhwan, tapi Jungkook tidak sudi membiarkan si augur terkutuk lari dari keadilan.

"Di mana?"

"Ayo," kata Baekhyun. "Bergegaslah."

Jungkook menoleh kepada Taehyung, yang bertarung di sebelahnya. "Taehyung, aku harus pergi." Kemudian Jungkook menceburkan diri ke kekisruhan, mengikuti Baekhyun. Mereka melewati Tyson dan kerabatnya para Cyclops, yang meraungkan, "Anjing nakal! Anjing nakal!" sambil menghajar kepala para cynocephalus. Grover Underwood dan seregu satir menari-nari sambil meniup suling deret, memainkan harmoni yang demikian sumbang sehingga hantu-hantu bercangkang tanah retak-retak. Lee Jaejong berlari melintas sambil berdebat dengan saudaranya. "Apa maksudmu kita memasang ranjau darat di bukit yang keliru?"

Jungkook dan Baekhyun sudah menuruni bukit setengah jalan ketika tanah bergetar di bawah kaki mereka. Sama seperti yang lain—baik monster maupun demigod—mereka mematung ketakutan dan menyaksikan saat tiang tanah yang berputar-putar merekah dari puncak bukit sebelah, memunculkan Gaea yang bersimbah kejayaan. Kemudian sesuatu yang besar dan sewarna perunggu menukik dari langit KREEEK' Festus sang naga perunggu menyambar membubung pergi bersama sang Dewi. "Apa—bagaimana—?" Jungkook terbata-bata.

"Entahlah," kata Baekhyun. "Tapi, aku ragu kita bisa berbuat apa-apa soal itu. Kita punya masalah lain." Baekhyun berlari cepat ke onager terdekat. Semakin mereka mendekat, Jungkook melihat Jinhwan sedang menarik tuas pembidik mesin itu dengan kalut. Lengan pelempar sudah memuat misil berupa emas Imperial dan bahan peledak. Sang augur melesat bolak-balik, tersandung gigi roda dan paku jangkar, membetulkan ikatan tambang. Sesekali, dia menengok Festus sang naga di atas.

"Jinhwan!" teriak Jungkook. Sang augur berputar, kemudian mundur hingga merapat ke timbunan besar amunisi. Jubah ungunya yang indah tersangkut tali sundut, tapi Jinhwan tidak memperhatikan. Asap dari bahan peledak meliuk-liuk di sekelilingnya, seolah tertarik ke perhiasan emas Imperial di lengan dan lehernya, juga ke mahkota daun dafnah keemasan di rambutnya.

"Oh, begitu!" Tawa Jinhwan terdengar getir dan agak sinting. "Mencoba merebut kejayaanku, ya? Tidak, tidak, Putra Pluto. Akulah penyelamat Roma. Akulah yang ditakdirkan!"

Baekhyun mengangkat tangan untuk menenangkan sang augur. "Jinhwan, menjauhlah dari onager. Senjata itu tidak aman!"

"Tentu saja tidak! Akan kutembaki Gaea dengan mesin ini!" Dari sudut matanya, Jungkook melihat Taehyung Kim meroket ke langit sambil mendekap Irene, terbang lurus ke arah Festus. Di sekeliling putra Jupiter, berkumpullah awan badai yang berputar-putar hingga membentuk angin ribut. Guntur menggelegar. "Kalian lihat?" seru Jinhwan. Emas di tubuhnya kini jelas-jelas berasap, tertarik ke bahan peledak katapel tempur bagaikan besi yang tertarik ke magnet. "Dewa-dewi setuju akan tindakanku!"

"Taehyung yang membuat badai itu," ujar Jungkook. "Kalau kau tembakkan onager itu, kau akan membunuh Taehyung, Irene, dan—

"Bagus" bentak Jinhwan. "Mereka pengkhianat! Semuanya pengkhianat!"

"Dengarkan aku," Baekhyun mencoba lagi. "Bukan ini yang Apollo inginkan. Lagi pula, jubahmu—"

"Kau tidak tahu apa-apa, Graecus!" Jinhwan mencengkeram tuas pelontar. "Aku harus bertindak sebelum mereka naik lebih tinggi lagi. Hanya onager seperti ini yang dapat menembak sejauh itu. Seorang diri, aku akan—"

"Centurion," kata sebuah suara di belakangnya. Dari balik mesin pengepungan, muncullah Michael Kahale. Dahinya benjol merah besar di tempat Tyson tadi menggetoknya hingga tak sadarkan diri. Michael berjalan sambil sempoyongan. Tapi entah bagaimana, dia mampu berjalan dari pesisir sampai ke sini. Selain itu, sepanjang perjalanan dia berhasil mendapatkan pedang dan perisai.

"Michael!" pekik Jinhwan kegirangan. "Luar biasa! Jaga aku sementara aku menembakkan onager ini. Kemudian, akan kita bunuh para Graecus ini bersama-samar Michael Kahale mengamati adegan tersebut—jubah bosnya yang tersangkut tali sundut, perhiasan Jinhwan yang berasap karena terlampau dekat dengan amunisi emas Imperial. Dia melirik sang naga, yang kini tinggi di udara, dikelilingi oleh lingkaran awan badai seperti target panahan. Lalu Michael memberengut kepada Jungkook. Jungkook menyiagakan pedangnya. Tentunya Michael Kahale akan mewanti-wangi sang atasan agar menjauh dari onager. Tentunya dia bakal menyerang.

"Apa kau yakin, Jinhwan?" tanya putra Venus itu.

"Ya!''

"Apa kau yakin seratus persen?"

"Ya, dasar bodoh! Aku akan dikenang sebagai penyelamat Roma. Sekarang, halau mereka sementara aku menghabisi Gaea!"

"Jinhwan, jangan," Baekhyun memohon. "Kami tidak boleh membiarkanmu—"

"Baekhyun," kata Jungkook, "kita tidak bisa menghentikannya." Byun menatapnya tak percaya, tapi Jungkook teringat akan kata-kata ayahnya di Kapel Tulang: Kematian terkadang tidak boleh dicegah. Mata Jinhwan berkilat-kilat.

"Betul, Putra Pluto. Kalian tidak kuasa menghentikanku! Inilah takdirku! Kahale, berjagalah!"

"Jika demikian kehendakmu." Michael bergerak ke depan mesin, memosisikan diri di antara Jinhwan dan kedua demigod Yunani. "Centurion, lakukanlah yang harus kau lakukan."

Jinhwan menoleh untuk melepaskan pengaman. "Teman yang baik sampai akhir."

Jungkook hampir kehilangan nyali. Andai onager itu benar-benar tepat sasaran—apabila senjata itu mengenai Festus sang naga, sedangkan Jungkook membiarkan teman-temannya terlukai atau tewas Tapi, dia diam di tempat. Sekali ini, dia memutuskan untuk memercayai kebijaksanaan ayahnya. Kematian terkadang tidak boleh dicegah. "Selamat tinggal, Gaea!" Jinhwan berteriak. "Selamat tinggal, Taehyung Kim si pengkhianat!"

Jinhwan memotong tali pelontar dengan pisau augur. Dan menghilanglah dia. Lengan katapel tempur melenting ke depan lebih cepat daripada yang dapat diikuti mata Jungkook, melemparkan Jinhwan beserta amunisi. Jeritan sang augur melirih sampai dia hanya tampak sebagai komet berapi yang membubung ke angkasa. "Selamat tinggal, Jinhwan," Michael Kahale berkata. Michael memelototi Baekhyun dan Jungkook untuk terakhir kalinya, seolah menantang mereka untuk bicara. Kemudian dia membalikkan badan dan pergi terseok-seok. Jungkook sangat bisa mengikhlaskan tamatnya riwayat Jinhwan. Dia malah mungkin saja mengatakan rasakan. Tapi, hatinya mencelus sementara komet itu melejit semakin tinggi. Komet berapi itu menghilang ke dalam awan badai dan meledaklah kubah api di angkasa.

Adventures of the Demigods Season 2 #5 Last (Bangvelt)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang