I know my friends they give me bad advice. Like move on, get you out my mind.
But don't you think I haven't even tried? You got me cornered and my hands are tied.Back to You - Louis Tomlinson
▫️▫️▫️
Suara dering ponsel membangunkan Jisoo dari tidur singkatnya. Matanya yang sembab masih sedikit berair, hidungnya sedikit merah, rambutnya berantakan. Jisoo benar-benar terlihat begitu menyedihkan di pagi hari yang cerah. Gadis itu hanya terlelap satu jam, ia terjaga hampir semalaman dengan penuh air mata.
Dering ponsel kembali berbunyi setelah berhenti beberapa saat. Jisoo mengubah posisinya menjadi duduk di tepi ranjangnya seraya meringis dan memijat pelipisnya yang terasa pening. Tangannya bergerak meraih ponsel, membaca sebuah nama pemanggil yang tertera di layar tanpa berniat menjawab langsung panggilan tersebut.
Membuang nafas secara perlahan, Jisoo mencoba menetralisir isak tangisnya yang masih tersisa. Lantas, ia menggeser ikon berwarna hijau untuk menjawab telepon tersebut.
"Halo." suara Jisoo terdengar serak dan sengau.
"Ji, kamu sakit?" tanya Jinyoung dengan intonasi khawatir.
"Enggak." jawab Jisoo. Ia bahkan menahan isakan tangisnya yang masih tersisa agar Jinyoung tidak mendengarnya dan bertanya-tanya tentang keadaannya.
"Serius kamu gak apa-apa? Suara kamu kedengerannya kayak yang sakit. Kita ke dokter sekarang ya—"
"Jinyoung, aku gak apa-apa. Kamu gak perlu khawatir," ucapnya, memotong ucapan Jinyoung. Jisoo menghela nafas lagi. "Ada apa nelfon?"
"Aku anter kamu ke kampus sekarang ya?"
Jisoo mengusap sisa air mata di ujung matanya. "Gak usah, aku berangkat sendiri aja gak apa-apa."
"Tapi aku udah ada di depan rumah kamu sekarang." balas Jinyoung yang membuat Jisoo sedikit terkejut.
Gadis itu bangkit dari tempatnya, berjalan mendekati jendela kamar dan membuka tirainya, berharap Jinyoung hanya berbohong padanya karena ia sedang tidak ingin bertemu dengan kekasihnya. Setidaknya sampai keadaannya sedikit membaik. Namun Jinyoung tidak berbohong, Jisoo dapat melihat kekasihnya yang kini tersenyum cerah seraya melambai ke arahnya.
"Ciaa! Baru bangun tidur ya? Hayoloh, pasti begadang." Jinyoung terkekeh setelahnya.
Bukan begadang lagi, Jisoo hampir tidak tidur semalaman.
"Kenapa mendadak jemput? Emangnya kamu hari ini gak masuk kuliah?" tanya Jisoo, masih memandang Jinyoung melalui jendela kamarnya. Semoga saja wajah sehabis menangisnya yang sangat kentara tidak terlihat jelas oleh kekasihnya.
"Masuk, nanti siang." jawab Jinyoung.
Lagi-lagi Jisoo menghela nafas. "Yaudah, aku siap-siap dulu. Tunggu sebentar, aku gak akan lama."
Jisoo mematikan sambungan ponselnya dan bersiap untuk mandi. Ia masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, lalu berdiri melihat pantulan dirinya di depan cermin. Rasanya berat sekali untuk menjalani aktivitas, semangat dan gairahnya hilang begitu saja. Entahlah, rasanya seperti ada yang hilang dari separuh dirinya.
"Bahagia selalu, Ji. Makasih untuk semua hal yang pernah kita lakukan bersama. Dan, maaf karena belum bisa menjadi yang terbaik."
Ucapan perpisahan Seokjin beberapa jam yang lalu masih terputar jelas di dalam pikirannya dan itu membuat dadanya terasa sesak. Bahkan ketika Seokjin tahu kesalahan dirinya, lelaki itu sama sekali tidak menyalahkannya sedikitpun. Seokjin malah mengatakan bahwa semua ini adalah kesalahannya, bukan kesalahan Jisoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitterlove
Fanfiction[COMPLETED] "Love is everything, but game is more than anything." "Yaudah. Aku sadar diri kok, aku gak kalah penting dari game!" (17+) Bangtan lokal!au Copyright © 2019 by carameluv