Prolog

104 16 4
                                    

Siang hari ini matahari seakan enggan bersahabat dengan penduduk. Di tengah terik, Aruna berjalan menyusuri jalan setapak dengan menggendong seranjang buah kelapa. Dia adalah gadis yang tidak memiliki banyak harta, tahta, dan rupa. Ia juga gadis yatim piatu sejak usia lima tahun. Ia berkaki pincang sejak umur setahun tanpa diketahui sebabnya. Aruna belum pernah sekalipun mengikuti pendidikan formal, tetapi ia memiliki sebuah talenta yang bahkan orang normalpun belum tentu bisa.

"Aruna," panggil seseorang dari belakang.
"Lian, bagaimana kabarmu?" tanya Aruna sambil membenarkan letak keranjangnya.
"Aku baik, sini aku bawain," pinta Brilian.
"Makasih Li, tapi rumahnya jauh, kamu nggak capek?" tanya Aruna.
"Ke seberang lautpun aku ahsyiaap," canda Brilian yang diiringi tawa kecil Aruna.

Brilian adalah putra dari seorang bupati dan ustadzah kondang. Walaupun Aruna memiliki keadaan berbanding terbalik dari keluarga Brilian, tetapi orang tua Brilian tak pernah melarang kedekatan mereka sebagai sahabat.

Mereka tinggal di Pulau Origa. Dinamakan seperti itu karena dalam bahasa mereka origa artinya pohon kelapa, di sana kelapa adalah kekayaan alam yang paling melimpah. Konon juga, origa adalah cerita legenda yang populer di sana. Keindahan alam pantai, laut, hutan bakau, jalanan yang asri walau masih beralas batuan terjal dan rumah-rumah penduduk yang masih seperti rumah zaman kerajaannuapun menambah indah Pulau Origa.

Profesi utama di pulau itu adalah pemetik kelapa dan nelayan. Tak ada pembeda kelamin untuk profesi itu, semua orang bisa mengampunya.

Seindah Pulau Origa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang