Assalamu'alaikum.
Sebelum saya lanjut cerita, saya mau minta maaf untuk semuanya saja yang mengirim chat via Wattpad nggak bisa saya bales, karena akun saya nggak bisa buat verifikasi Email. Intinya makasih buat yang udah dukung cerita ini baik secara langsung maupun tak langsung."Tapi apa dok?" tanya Aruna.
Dr. Bachtiar mendekat dan berbisik, Aruna hanya mengangguk-angguk. Setelah selesai, Aruna menghela nafas.
"Saya khawatir, bagaimana jika orang sini malah salah paham pada saya?" keluh Aruna.
"Aku sudah meminta izin pada ketua balai, jadi kamu nggak perlu khawatir." Dr. Bachtiar menenangkan.
"Baiklah, saya akan coba semampu saya," pungkas Aruna.
***
Gadis berusia 17 tahun itu terlihat lesu, bahkan terlihat sedikit pucat. Saat melihat halaman rumahnya, nampak Brilian menata makanan. Sobatnya melihat gadis itu langsung menghampiri.
"Aruna, kamu kenapa?" tanyanya cemas.
"Nggak papa kok Li, aku cuma kecapean habis bawa kelapa ke rumah Mak Ijah," jawab Aruna.
"Makan dulu yuk,aku udah siapin lho," ajak Brilian.
Mereka duduk di atas tikar dan di bawah pohon rindang, kemudian mengambil makanan sesuai porsi masing-masing.
Di tengah makan bersama, tiba-tiba Brilian menagih ucapannya.
"Run, hasil scan-nya udah jadi kah?" tanyanya.
Aruna sontak saja tersedak. Brilian langsung sigap mengambil air putih dan memberinya kepada Aruna.
Aruna minum perlahan dan mengatur nafas.
"Lian, kalo lagi makan itu jangan sambil ngobrol, nanti keselek lho," kesalnya.
"Lha, kan yang ngomong aku kok yang keselek kamu?" ledek Brilian.
Aruna diam seribu bahasa, dirinya terbengong setengah berpikir. Brilian melihat perangai aneh dari sobatnya, ia menepuk tangan di depan mata Aruna.
"Ih Li, kamu ngagetin aja deh!" kesal Aruna lagi.
"Lagian kamu nglamun apa sih? Nanti kesambet gimana coba? Aku tanya lho Run." Brilian mengingatkan.
"Eh, anu dokternya tadi agak sibuk, jadi besok katanya," jawab Aruna dengan tersenyum.
"Siapa dokternya?" tanya Brilian lagi.
"Dr. Bachtiar," jawab Aruna singkat.
Brilian hanya mengangguk kemudian melanjutkan makan.
***
Empat hari kemudian...
Brilian merasa ganjil melihat Aruna sering pergi sendiri tak pernah diantar dan pulang saat matahari hampir tenggelam. Ia khawatir sobatnya itu akan jatuh sakit. Padahal biasanya jika mengantar kelapa, Mak Ijah hanya memperbolehkan sampai tengah hari.
Satu sore ia memutuskan pergi ke rumah Mak Ijah untuk memastikan bahwa Aruna benar-benar ada di sana.
"Assalamu'alaikum," ucap Brilian sambil mengetuk pintu.
Tak berselang lama, seorang wanita berusia 45 tahun dengan menggunakan daster dan rambutnya yang masih didominasi oleh warna hitam keluar.
"Wa'alaikumussalam, eh Brilian. Sini masuk dulu," ajak Mak Ijah.
Brilian mengikuti Mak Ijah kemudian mencium tangannya. Mereka duduk di kursi kayu yang sudah sedikit lapuk.
"Tumben Nak Brilian ke sini, ada yang bisa Mak bantu?" tanya Mak Ijah.
"Saya mau tanya, Aruna di sini nggak Mak?" Brilian balik bertanya.
"Enggak Li, sudah lima hari dia nggak ke sini. Mak belum sempat nengok ke rumahnya, walau hanya sebagai ibu angkat tapi Mak rasa bersalah karena lebih sibuk buat ngurusin bisnis daripada anak. Mak minta tolong ya kalau kamu ketemu Aruna suruh dia ke sini," pinta Mak Ijah.
"Mak nggak salah, insyaa Allah kalau saya ketemu Aruna nanti suruh ke sini, kalau begitu saya pamit dulu ya Mak. Assalamu'alaikum," pungkas Brilian sambil mencium punggung tangan Mak Ijah.
"Wa'alaikumussalam, makasih ya Nak," jawab Mak Ijah.
Brilian keluar dari rumah dengan perasaan cemas. Sekarang pukul 15:30, ia mempercepat langkah. Di tengah jalan ketika melihat sekitar, ia tertuju pada segerombol perumpi wanita.
"Eh Bu, tau nggak? Ternyata Dr. Bachtiar itu licik, masa dia nyuap ketua balai buat bolehin ngangkat aaisten, dan yang jadi itu pemenang Lomba Pencarian Bakat Difabel," ucap salah satunya.
Mendengar itu Brilian langsung menuju pantai untuk ke pulau seberang. Ia meminta seorang nelayan yang akan berlayar untuk mengantarnya.
Karena nelayan itu tahu bahwa Brilian adalah anak orang kaya, diapun tak keberatan. Ia melajukan mesin kapal ke tempat tujuan.
10 menit kemudian, mereka sampai, Brilian menyerahkan sejumlah uang dengan sedikit dilebihkan.
"Maaf Pak, mau tanya. Balai Kesehatan pulau ini di mana ya?" tanyanya.
"Oh, kamu tinggal ngikutin jalan setapak ini saja, nanti sekitar satu kilometer kamu bakal menemukan gedung kecil berwarna putih dan hijau di pinggir pesawahan," terang nelayan.
"Apa ada kendaraan yang bisa saya gunakan untuk ke sana Pak?" tanya Brilian lagi.
"Dari sini kamu akan menemukan rumah kepang pertama, tuan rumahnya menyediakan sewa sepeda, kamu bisa gunakan itu," jawab nelayan.
"Baik Pak, terima kasih," punkas Brilian langsung menuju ke rumah kepang di sekitar itu.
Setelah berhasil menyewa sepeda, Brilian mengendarainya bak kesetanan. Ia tidak peduli dengan teriakan bahkan umpatan warga yang memprotesnya karena ugal-ugalan di wilayah sempit.
Lima menit kemudian dia sampai di Balai Kesehatan. Saat turun tanpa basa-basi Brilian mengamuk di dalam balai yang masih terisi beberapa pasien dan staf.
"Di mana Dr. Bachtiar?!!" teriaknya.
Tentu saja seisi balai terkejut, dan takut. Brilian memaksa masuk. Entah kenapa feeling Brilian mengatakan bahwa orang yang dicari berada di ruang pojok bertirai. Ia langsung menghampiri dan membuka tirai.
Rupanya benar saja, terlihat Dr. Bachtiar dan Aruna tengah memeriksa buku kesehatan sambil menunjk bagian-bagian bacaan. Namun, karena Brilian tengah murka, ia mengira mereka sedang bermesraan.
"Aruna! Sedang apa kamu di sini?! Mak Ijah mencari-carimu dan sedang cemas. Dengarkan aku Run, kamu tertipu! Dia nggak bakal ngobatin kamu!" serunya.
Serempak Aruna dan Dr. Bachtiar terkejut, Sang Dokter berdiri mendekat.
"Anda siapa? Tolong jangan ganggu kedamaian balai ini," lirihnya tapi penuh penekanan.
Tanpa ampun Brilian memukul dokter itu, dan begitu sebaliknya. Akhirnya kericuhanpun tak bisa dihindari. Terjadi aksi saling pukul dan tendang.
Aruna yang tadinya diam, sekarang sigap melerai bersama salah satu staf balai. Tempat yang tadinya tentram, kini jadi pusat kericuhan. Aruna tak habis pikir, apa yang sebenarnya ada di benak sobatnya itu.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/212511660-288-k145269.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Pulau Origa [Selesai]
Novela JuvenilCerita ini hanya fiksi belaka, bila ada kesamaan tokoh atau tempat itu hanya sebuah kebetulan *** Tentang sebuah hubungan antara kedua insan yang memiliki keadaan berbanding terbalik. Aruna, gadis pincang dengan keadaan tak memiliki banyak harta, ta...