12. Pak Arman Fauzi

53 10 7
                                    

Secepat mungkin Shinta membuyarkan lamunan Aruna dan menyerukan agar ia segera pergi.

"Aruna cepat tinggalkan rumah ini!" serunya.

Namun, secepat apapun kaki pincangnya berlari akhirnya lelaki itu dapat menangkapnya. Keringat Aruna mengucur deras, saat lelaki itu mencengkeram tangan Aruna. Ia tak tahu apa yang akan lelaki itu perbuat padanya. Yang jelas hati kecilnya berkomat-kamit melancarkan do'a walau terlihat sia-sia.

"Tutup mulutmu jika kamu ingin selamat!" kecam lelaki itu.

Aruna tiba-tiba mendapat kekuatan entah dari mana untuk melawan perkataan si lelaki.

"Bapak itu kepala kabupaten, seharusnya bisa memberi contoh yang baik untuk rakyat," balas Aruna.

"Ini tempat milik saya dan hanya keluarga kami yang tahu, jadi saya nggak perlu takut rakyat akan tahu. Lagi pula kamu hanya penyandang gelar difabel, terlalu mudah untuk melenyapkanmu. Kamu pun nggak bakal bisa sampai sekolah di SMA kalau bukan karena saya, ingat itu," remeh lelaki yang rupanya adalah Pak Arman Fauzi, bupati dari empat kecamatan yang diampu satu oleh Pulau Origa dan tiga lainnya oleh Pulau Marindang.

"Saya akan mengatakan ini pada keluarga Bapak," ancam Aruna.

"Haha, dasar pengadu! Katakan saja sana, saya yakin berat Brilian akan memutuskan persahabatannya denganmu, karena dia anak yang patuh dan pastinya lebih percaya pada saya, paham," balas Pak Arman.

Aruna terlihat sedikit kelabakan dengan ancaman balik dari ayah sahabatnya.

"Sekarang pulanglah ke Pulau Origa, saya akan mengampunimu jika rahasia ini tetap tertutup rapat," perintah Pak Arman.

Aruna tak dapat mengelak untuk menuruti perintah bupati itu. Ia berjalan gontai untuk pulang ke rumah Mak Ijah.

***

Keesokan harinya Aruna berangkat ke sekolah dan akan menuju kelas. Namun, tiba-tiba di lorong sepi, seseorang membekap mulut Aruna dan menariknya.

Aruna berusaha meronta, tetapi justru orang itu celingukan dan memintanya diam. Ia baru menurut saat bekapannya dilepaskan.

"Shinta." Aruna memastikan karena lorong terlihat gelap.

"Iya ini aku, sebentar aku mau mastiin ada komplotan Kak Anit enggak," jawab Shinta sambil mengendap ke ujung lorong.

Ia berbalik pada Aruna dengan nafas lega.

"Kamu kenapa ngajak aku ke sini?" tanya Aruna lirih.

"Ya, aku ingin membicarakan perihal kemarin. Aku tak mengira ayahku ada di rumah, dan sekarang kamu menjadi satu lagi orang yang tahu rahasiaku. Aku mohon tolong jangan sampaikan ini pada Kak Brilian, dia pasti ngrasa hancur mendengar itu," pinta Shinta.

Aruna menggandeng tangan Shinta dan menatapnya teduh.

"Shin, aku sama Brilian sendiri lagi kurang akur. Kamu tau kan aku nggak mau nama dia tercoreng gara-gara deket sama aku, aku bakal berusaha buat nutupin semuanya," jawab Aruna.

"Makasih, oh ya kamu keluar aja dulu, biar kita nggak ketahuan." Shinta mempersilahkan.

Aruna mengangguk dan keluar dari lorong menuju kelasnya. Sampai di kelas, suasana sudah ramai. Ia meletakkan tas gendong buluk warna hitam yang ia pakai sejak di Kejar Paket A di kursi bermeja samping kemudian bersalaman dengan Sisil yang sedang membaca buku novel.

"Wah, rajinnya kau Sil," puji Aruna.

"Kayak nggak tau aku aja kamu Run, ini tuh sarapanku you know," lagak Sisil.

Seindah Pulau Origa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang