Dua tahun kemudian...
Aruna telah lulus dari kejar paket A dan B yang dibiayai oleh keluarga Pak Arman. Ia menjadi anak tercerdas di tempat belajarnya. Sebenarnya, Aruna akan disekolahkan bersama Brilian dengan dibiayai lagi, tetapi Aruna menolaknya karena Mak Ijah melarangnya.
Sejak awal Mak Ijah merasa tak enak dengan keluarga tersohor itu, karena sebenarnya Mak Ijah bisa saja menyekolahkan Aruna bila ada permintaan dari puterinya itu. Hingga saat keluarga Pak Arman akan kembali berbaik hati pada Aruna di bidang pendidikan, dengan tegas Mak Ijah menolaknya.
Akhirnya Aruna didaftarkan di satu-satunya sekolah di pulau itu, SMA Adhi Jaya di usianya yang lewat 19 tahun. Namun, rupanya Aruna terlambat untuk mendaftar. Hal itu justru menjadi kesedihan tersendiri untuk Brilian, karena ia merasa tak punya lagi harapan untuk bersekolah bersama sobatnya.
Ketika harapan Brilian hampir pupus, terdengar kabar bahwa SMA Adhi Jaya akan membuka beasiswa khusus untuk calon siswa yang cerdas dan sama sekali belum pernah menempuh pendidikan SMA pascaPTS ini. Bahkan telah diberitahukan bahwa materi tes meliputi pelajaran SMP dan materi kelas sepuluh selama setengah semester.
Brilian dengan sigap menghubungi Aruna beserta Mak Ijah, ia juga meminta Aruna untuk belajar dengan giat dan memberinya buku pelajaran semester satunya.
***
Hari tes untuk beasiswa
Aruna berangkat ke SMA Adhi Jaya bersama Brilian pagi sekali. Ia hanya mengenakan kemeja putih milik Bu Miftah, rok hitam, dan rambutnya hanya diikat karena ia belum terbiasa berjilbab.
Tampilan itu mengundang lirikan dari banyak orang karena semua calon siswa yang akan mengikuti tes berseragam putih biru. Namun, Aruna hanya cuek. Mau bagaimana lagi? Ia sendiri tak punya seragam SMP. Ditambah dengan dekatnya ia bersama salah satu bintang sekolah makin terasa sensasi panasnya.
Mereka duduk di depan ruang pendaftaran. Brilian sempat memberi sedikit semangat pada Aruna.
"Kamu udah belajar kan Run?" Brilian memastikan.
"Udah Li, semua materi dari Kejar Paket B sama buku yang kamu kasih udah aku pelajari," jawab Aruna mantap.
"Baguslah, semangat ya ngerjainnya, nanti kalau ditanya sama guru jawab aja apa adanya," ucap Brilian.
"Iya Li," jawab Aruna.
"Ya udah sana kamu masuk, nanti nunggu giliran. Aku tinggal dulu ya," perintah Brilian.
Aruna masuk ke ruangan untuk menunggu giliran mendaftar. Setengah jam kemudian ia dipanggil.
"Silahkan isi data diri!" perintah seorang guru yang tak berseragam itu dengan ramah.
Aruna mengambil pulpen kemudian mengisi sejumlah pertanyaan data diri. Di tengah ia menulis, guru itu angkat bicara.
"Maaf Adek kenapa nggak pake seragam?" tanyanya.
Aruna langsung berhenti menulis dan menjawab,"saya nggak SMP, tapi cuma Kejar Paket B Bu."
Guru itu mengernyit, tetapi sejenak ia tersenyum.
"Kemungkinan agak sulit untuk mendapat beasiswa di sini dengan hanya lulus Kejar Paket B, kecuali jika kamu memang cerdas," ucapnya iba.
"Bukankah Kejar Paket B setara dengan SMP Bu, jika urusan cerdas semua orang bisa mengusahakannya," sanggah Aruna.
"Iya, tapi kamu lihatlah. Sekolah ini punya fasilitas dan akreditasi sangat bagus walau di tengah pulau kecil, siswanya saja banyak yang dari pulau lain, saya hanya mengingatkan. Tapi kalau saya lihat sepintas, kamu terlihat cerdas. Kamu insyaa Allah akan lulus, intinya saya hanya bisa mendo'akan semoga semua calon siswa lolos," harap guru itu.
"Aamiin," jawab Aruna.
Beberapa saat kemudian Aruna selesai dan menuju ke ruang tes atas perintah guru itu. Aruna mengikuti tes itu dengan semaksimal mungkin walau tak terlalu berharap bisa lolos.
***
Beberapa hari kemudian...
Aruna sedang memasak untuk makan malamnya. Jam menunjukkan pukul 16:15 ketika ia tengah membumbui ikan laut.
Di tengah itu, tiba-tiba pintu rumahnya terketuk. Ia bergegas cuci tangan kemudian menuju ke depan. Namun, tamunya kali ini tidak dikenalinya.
"Mohon maaf, ada yang bisa saya bantu?" tawarnya.
"Dengan Adek Titis?" tanya salah satu dari dua tamunya.
Aruna sejenak berpikir, kemudian sadar bahwa ia bagai amnesia dengan namanya sendiri, Ia tertawa kecil.
"Iya, saya Titis Aruna Iskandarsyah, panggil saja Aruna," pinta Aruna.
"Oh iya maaf, kami OSIS SMA Adhi Jaya, saya Farah dan ini Yoyo. Ini surat pernyataan dari kepala sekolah atas hasil tes kamu," ucap Farah.
"Benarkah? Terima kasih Kak, mau main dulu?" tawar Aruna.
"Sama-sama, tapi maaf kita belum bisa main, masih ada surat yang harus kita antar. Lain kali kita bakal main. Permisi Aruna," pungkas Yoyo.
"Oke, sekali lagi terima kasih," jawab Aruna.
Ia merasa dag dig dug, diterimakah ia di sana? Ia memutuskan untuk membukanya besok bersama Mak Ijah dan melanjutkan kegiatan memasaknya.
***
Besok harinya seperti biasa ia akan membawakan hasil petikan warga ke rumah Mak Ijah, tetapi ia berangkat lebih awal agar bisa melihat bersama hasil tesnya.
"Emak yakin kamu keterima Run," ucap Mak Ijah.
"Aamiin, sekarang Runa buka dulu ya," jawab Aruna sambil menyobek ujung amplop cokelat.
Dengan berdebar membaca isi surat tes. Tak berselang lama ia telihat lesu.
"Aku nggak diterima Mak," keluhnya.
"Nggak papa Sayang, kamu tetep anak Emak yang paling cerdas," hibur Mak Ijah sambil memeluk dan mengelus pundak puterinya.
"Tapi bo'ong," ledek Aruna di pinggir telinga Mak Ijah, kemudian tertawa.
Mak Ijah serta merta langsung memasang muka garangnya dan berkacak pinggang.
"Anak Emak berani bohong, siapa yang ngajarin?!" kesal Mak Ijah.
"Hehe, maaf Mak," canda Aruna masih sempat saja tertawa.
"Hiih Aruna! Emak serius, jangan kebanyakan becanda dong," kesal Mak Ijah yang memang sebenarnya tak cocok untuk menjadi tokoh antagonis.
"Iya Mak," sesal Aruna akhirnya.
Mak Ijah pun kembali memeluk Aruna.
***
Kelas megah bercat hijau dengan tanda di depan kelas bertuliskan X MIPA 1, salah satu kelas incaran para siswa itu terambah oleh satu siswi baru yang lolos tes beasiswa yang datang bersama wali kelas.
"Ya, murid sekalian tahun ini untuk pertama kalinya mengadakan program beasiswa untuk para calon siswa yang berprestasi, tetapi tidak mampu atau terlambat mendaftar. Tahun ini SMA Adhi Jaya merekrut sembilan anak dan satu diantaranya masuk di kelas kita. Silahkan perkenalkan dirimu," urai wali kelas.
"Terima kasih, sebelumnya perkenalkan nama saya Titis Aruna Iskandarsyah, asli dari Pulau Origa. Saya lulusan Kejar Paket B, saya harap semua bisa menerima saya di sini," ucap Aruna dengan gerogi.
Sebagian besar siswa mengabaikannya, dan hanya beberapa yang mendengarkan walau sambil melakukan hal lain. Apakah Aruna akan diterima di kelas itu ke depannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Pulau Origa [Selesai]
Dla nastolatkówCerita ini hanya fiksi belaka, bila ada kesamaan tokoh atau tempat itu hanya sebuah kebetulan *** Tentang sebuah hubungan antara kedua insan yang memiliki keadaan berbanding terbalik. Aruna, gadis pincang dengan keadaan tak memiliki banyak harta, ta...