1. Pencarian Bakat

67 14 4
                                    

Waktu menunjukkan pukul 15:31 ketika Aruna tengah duduk santai di depan rumahnya. Tiba-tiba saja Brilian datang tergopoh.

"Runa! Kenapa kamu masih di sini sih?" teriaknya.

"Aku belum tuli kali Li, nggak usah teriak-teriak. Emang ada apa sih?" tanya Aruna akhirnya.

"Kamu belum tau? Ada lomba Pencarian Bakat Difabel berhadiah pengobatan gratis oleh dokter profesional di pantai," terang Brilian.

"Oh itu, aku tau. Tapi aku rasa sama aja deh, pengobatannya gratis tapi daftarnya bayar Rp.500.000,00. Lha kamu tau kan uang kerjaku cuma pas buat makan," keluh Aruna.

"Kamu nggak perlu mikirin itu, kan ada aku. Kamu tinggal minta aja uang ke aku, nanti kita berangkat," jawab Brilian enteng.

"Brilian, aku lahir untuk jadi orang yang bekerja keras dan mandiri. Walau aku pincang, tapi aku masih bisa kerja dan nggak boleh ngemis. Walau aku nggak pernah sekolah, tapi orangtuaku mengajarkan moral yang baik," nasihat Aruna.

"Aku minta maaf Run kalau terlalu merendahkanmu, aku nggak bermaksud buat...,"

"Nggak papa Li, aku paham kok," srobot Aruna.

"Tapi aku bener-bener pengin kamu ikut lomba itu, kumohon ... ini demi kakimu dan masa depanmu, please," mohon Brilian.

Aruna terlihat menimbang-nimbang, ia tidak mau suatu saat nanti ia jadi bergantung pada sahabatnya itu. Namun, mendengar permohonan tulus itu Aruna akhirnya mengangguk.

"Makasih Run, aku seneng deh." Brilian langsung girang.

"Kebalik, harusnya aku yang makasih ke kamu," bantah Aruna.

"Udah, nggak usah basa-basi sekarang naik," pinta Brilian.

"Ke mana Li?" tanya Aruna.

Tanpa babibu Brilian langsung mengangkut Aruna ke gendongannya.
Ia memang terkenal dengan julukannya Anak Worang Kaye, tapi orang tuanya belum mengizinkan ia untuk berkendara, bahkan untuk ke sekolahpun ia berjalan kaki.

"Kenapa sih Li kamu ngotot banget ngajak aku ikut lomba itu? Jujur kakiku agak sakit," keluh Aruna.

"Kan aku udah bilang aku pengin kakimu sembuh, juga aku nggak pengin ada lirikan tajam dari orang lain," jawab Brilian.

"Maksudnya?" Aruna berpikir keras.

"Nggak, kamu masih polos belum waktunya tahu, wakaka...," ledek Brilian.

"APA KAMU BILANG??!!!!" kesal Aruna sambil menepuk keras pundak Brilian.

"Haha, nggak lah aku cuma bercanda," canda Brilian.

"By the way jam berapa ya sekarang?" tanya Aruna.

"Udah jam 16:45, wah bentar lagi selesai acaranya, kamu pegangan ya aku lari nih." Brilian memberitahu.

Mereka berlari cepat menuju pantai yang diberi nama Tirta Saraswati yang memiliki arti air yang mengalir.
***

Sore ini pantai terlihat penuh, semarak jingga di ufuk barat menambah keramaian Pantai Tirta Saraswati. Seorang MC berdiri di depan penonton.

"Baik, apakah ada difabel lagi yang ingin menunjukkan bakatnya?" tanyanya.

Para penonton terdiam, bahkan beberapa dari mereka menahan nafas agar tak terlewat untuk mendengar siapa lagi difabel yang ingin unjuk bakat.

"Baik, jika tidak...."

"Tunggu!" teriak seroang pria yang menggendong gadis berpakaian warna kuning kumal.

"Ya, kesempatan spesial untuk Anda. Perkenalkan diri dan apa bakat yang akan ditunjukkan, kami akan mempersiapkan propertinya." MC itu mempersilahkan sambil memberi mikrofon.

"Nama saya Titis Aruna Iskandarsyah, saya ingin menunjukkan bakat saya untuk melakukan Lompat Batu Khas Origa setinggi 2,1 meter," ucap Aruna.

"Anda yakin? 2 meter saja sudah lebih tinggi dari Anda?" tanya MC itu ragu.

"Saya sangat yakin karena saya sudah terlatih dari kecil," jawab Aruna mantap.

Bisik-bisik terdengar cukup keras, 'apa dia berhalu?' atau seperti ini 'bagaimana gadis pincang bisa melompat setinggi itu?'.

"Baik, silahkan," kata MC itu akhirnya.

Beberapa kru menyiapkan properti, sementara itu Aruna menempatkan diri. Saat peluit ditiup, iapun berlari. Ketika jaraknya kurang lebih 2 meter, ia melompat. Di sinilah detik paling menegangkan bagi semua elemen. Bahkan Brilian berfeeling sangat tidak enak bahwa Aruna akan jatuh.

Seindah Pulau Origa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang