Setelah itu terjadi keributan di ruang tamu yang tadinya harmonis. Percekcokan tiga lawan satu. Bagaikan pertandingan bola, semua terasa semakin memanas tanpa ada penengah.
"Tanyakan sendiri pada ayahmu Li, apakah dia kenal anak bernama Shinta? Satu anak dari kelas X yang jadi bagian Komplotan Kak Anit!" lempar Aruna.
"Benar begitu Pah?" tanya Brilian menyelidik.
"Papah bahkan nggak tau siapa dia, ya kali Papah harus hafalin semua orang di kabupaten ini," elak Pak Arman
"Benar begitu?" tanya Brilian lagi.
"Brilian, kamu percaya sama Papah kan? Atau kamu lebih percaya sama sahabatmu itu?" tanya Pak Arman
Baru saja Aruna akan menjawab, Brilian keburu memotong.
"Cukup Run! Aku nggak suka banget sama sikapmu yang seolah ngrendahin Papahku, mulai sekarang jangan temui aku sebelum aku menemuimu! Aku pengin kita putusin persahabatan kita sekarang juga!" betak Brilian.
Telinga Aruna bagai tersambar petir mendengar ucapan yang keluar spontan dari mulut sahabatnya.
"Apa Li? Oke kamu boleh ngomong gitu, tapi sampai kapanpun aku nggak bakal mutusin hubungan persahabatan kita karena sebab apapun" lirih Aruna.
Brilian tak menghiraukan ucapan sobatnya, walau sebenarnya hati kecinya tak rela melepas sahabat yang begitu tulus padanya. Ia juga baru ingat bahwa dirinya pun lebih sering merendahkan Aruna, tetapi dengan mudahnya gadis itu memaafkannya.
Namun, hati nuraninya sedang tertutup kabut kecil yang menutup tabir kebenarannya.
"Aruna, sudah lebih baik kamu pulang diantar Pak Sura. Jangan dilanjutin lagi," lerai Bu Miftah cukup memberi penekanan.
"Saya akan pulang sendiri Bu," tolak Aruna yang berkaca-kaca.
"Kami masih baik padamu walau ucapanmu tidak sopan sama sekali, pulanglah bersama Pak Sura," perintah Bu Miftah.
Tanpa basa-basi Bu Miftah menelepon Pak Sura, dan tak lama kemudian yang diminta akhirnya datang.
Aruna berpamitan dengan Bu Miftah kemudian pergi karena ia tahu dua lelaki itu sedang tak dapat ia dekati.
Pak Sura mengantar Aruna menggunakan mobil milik keluarga Pak Arman. Di dalamnya air mata si gadis mengalir tak terhenti walau tanpa isakan.
"Nona kenapa?" tanya Pak Sura yang duduk di sisinya.
"Nggak papa Pak," jawab Aruna sambil mengusap air matanya.
"Nona sudah saya anggap anak, apa sedang ada masalah dengan keluarga Bapak?" tanya Pak Sura lagi.
Aruna hanya mengangguk pelan dan terus menyeka mukanya yang tak kunjung reda oleh tetesan air.
"Nona jangan bersedih, Pak Arman sebenarnya sangat peduli pada semua orang, tapi ia benci pada orang yang tahu rahasianya," terang Pak Sura.
"Bagaimana Bapak tahu?" tanya Aruna polos.
"Saya kan abdi setia Pak Arman, sejak awal karier Beliau di bidang politik melejit dua puluh tahun lalu saya dipercaya beliau untuk jadi supir, satpam, dan orang dalam. Jadi, saya tahu persis sifatnya, kalo kalian tau volume suara kalian maka memang sampai pos satpam" jawab Pak Sura.
Aruna menghela nafas kemudian tersenyum. Setelah itu tak ada lagi percakapan antara mereka. Mobil Alphard melaju perlahan di atas jalan setapak yang terjal.
Bulan purnama bersinar saat mereka telah sampai di sebuah jalan dengan bagian kirinya adalah tanjakan.
"Saya turun di sini saja Pak," ucap Aruna.

KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Pulau Origa [Selesai]
Novela JuvenilCerita ini hanya fiksi belaka, bila ada kesamaan tokoh atau tempat itu hanya sebuah kebetulan *** Tentang sebuah hubungan antara kedua insan yang memiliki keadaan berbanding terbalik. Aruna, gadis pincang dengan keadaan tak memiliki banyak harta, ta...