17

2.1K 419 37
                                    

"Panas banget neraka bocor apa ya," gerutu Mark sambil ngelepas jaketnya. "Eh, tapi mau pulang sih," katanya kemudian sambil make jaketnya lagi.

"Rempong amat dah," komentar gue sambil ngeliatin Mark jengah.

"Aset berharga ini, harus dijaga biar tetep kasep," sahut Mark asal.

"Sabodo teuing."

Mark ketawa. "Lo mau pulang sekarang apa nanti?"

"Masih panas, mau ngadem dulu di hall. Mau ketemu sama Yuqi juga sih, pinjem buku."

"Tumben gak punya sendiri?"

"Buku buat peminatan bahasa tar semester 5."

"Buset dah, ini semester 3 belom juga UAS??" Mark berjengit. "Lu jangan kerajinan belajar tar kalo lu pinter dosen gak ada kerjaan."

Gue mencibir. "Lo juga males jangan dipelihara tar dosen jadi over work."

"Sialan." Mark ketawa hambar.

Akhirnya gue sama Mark turun ke hall. Hari ini bisa agak tenang soalnya Doyeon gak masuk, dia izin buat pemotretan perdana dia sebagai model majalah lokal. Udah maju aja dia, sedangkan gue masih jalan di tempat. Gak jalan di tempat ding, masih asik 'rebahan'.

Sampe di hall, gue sama Mark duduk di kursi panjang yang menghadap ke pintu samping gedung fakultas. Mark sih yang ngajak, dia bilang siapa tau ngelihat Arin. Dasar bucin.

"Tapi gue ngebatesin diri sih sekarang," curhat Mark tiba-tiba. Gue nengok dia gak ngerti.

"Ngebatesin apaan?"

"Sama Arin," terangnya. "Capek gue kucing-kucingan mulu."

"Ya samperin lah bego, elu cemen sih," cibir gue.

"Gak semudah itu nyet, udah berapa kali dah gue nyoba mengkomunikasikan segala uneg-uneg gue ke dia, tapi gagal mulu. Ujung-ujungnya juga basa-basi doang."

"Ya gimana elu.." kata gue. Pengennya gue ngasih masukan, tapi gue sendiri dalam hal begituan juga nol besar hehehehe.. Jadi selebihnya gue cuma nepuk-nepuk pundak Mark aja ngasih semangat.

"Ya udah lu putusin dah, mau lanjut apa gak," kata gue. "Ikut kata hati lu aja."

"Hati gue sih pengen Arin tau," ujar Mark, badannya tiba-tiba merosot terus kepalanya nyandar di pundak gue. Gue perhatiin dia manyun, geli gue liatnya jadi ketawa sendiri.

"Ya bilang biar dia tau."

"Masalahnya juga, dia udah ada cowok, njir. Gue kalah cepet."

"Ya salah sendiri siapa nyuruh ngulur-ngulur waktu terus, main kucing-kucingan lempar kode doang abis gitu sembunyi tangan?" Ngomel juga kan gue pada akhirnya.

Mark meringis pait.

Dari arah depan, gue lihat dua orang masuk ke gedung ini. Haechan, tatapannya langsung lurus ke arah gue. Dia senyum nyapa gue —sempet ilang beberapa saat waktu dia ngelihat Mark masih gelendotan di pundak gue. Tapi pada akhirnya dia tetep senyum ramah, kemudian noel-noel pundak cewek yang lagi jalan sama dia kayaknya diajak nyamperin gue.

"Siang, Kak," sapa Haechan.

"Weh, siang, bro." Mark yang kelabakan, segera bangun terus benerin kacamatanya sambil mendongak natap Haechan.

"Ada apa?" tanya Mark.

"Nyapa doang sih, kayaknya asik banget berduaan," kekeh Haechan.

"Berduaan pala lu, terus orang-orang lewat tadi apaan? Setan?"

[1] Ineffable ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang